Salah satu transfer pemain yang cukup mengejutkan pada jendela transfer musim panas yang lalu adalah kepindahan Radamel Falcao ke Manchester United (MU). Sebagai penggemar, tentunya rasa euforia dan optimisme menghinggapi dada karena pemain sekelas Falcao masuk sebagai amunisi tim. Hampir tak ada yang meragukan kemampuannya pada awal kedatangannya ke MU meskipun sebenarnya posisi striker bukanlah posisi yang menjadi prioritas untuk dicarikan amunisi baru.
Tetapi begitu musim Liga Inggris semakin mendekati akhirnya, suara-suara negatif terhadap performa buruk Falcao. Hanya 4 gol dari 19 kali diturunkan sebagai pemain di Liga Primer Inggris jelas tidak menunjukkan kualitas yang sebelum ini dimiliki Falcao. Terutama saat dia masih merumput bersama FC Porto dan Atletico Madrid. Falcao pada saat bersama dua klub tersebut menjadi mesin gol bagi klubnya. Harapan para pendukung MU, performa yang sama akan ditunjukkan saat bermain bagi MU. Tetapi 4 gol jelas tidak menunjukkan kualitasnya.
Saya sebagai seorang pendukung MU menilai setidaknya ada 3 alasan yang membuat Falcao redup bersama MU. Alasan pertama adalah faktor cedera. Sebelum resmi didatangkan, Falcao mengalami cedera lutut yang cukup parah sehingga dia menepi selama 6 bulan lamanya. Cedera yang bahkan merenggut kesempatannya bermain di Piala Dunia 2014. Cedera yang cukup parah ini jelas mempengaruhi performanya baik secara teknis dan mental. Tidak bermain selama 6 bulan terhitung cukup lama bagi seorang pemain. Sear teknis, dirinya jelas tidak bisa berlatih dan bermain. Belum lagi secara mental tentunya akan membuat si pemain kecewa berat. Apalagi saat itu, Falcao masih belum genap satu musim bersama AS Monaco saat mengalami cedera lututnya. Bahkan menjadi lebih parah karena pada akhirnya dia gagal membela Kolombia di perhelatan Piala Dunia 2014. Padahal saat itu, pelatih Kolombia tetap memaksakan namanya dalam skuat yang akan dibawa meski pada akhirnya harus mencoretnya pada momen terakhir penentuan skuat resmi. Lalu pada saat sudah pulih, saat dia mencoba mencapai kembali performa terbaiknya, dia pindah ke MU. Tidak banyak pemain yang bisa kembali menemukan performa terbaiknya pasca cedera parah. Setidaknya tidak secara cepat. Dan itu menjadi alasan pertama Falcao redup di MU.
Alasan kedua adalah ketidakbutuhan akan pemain dengan posisi striker pada awal musim di skuat MU. Menurut saya, meskipun kehilangan Chicarito dan Welbeck, Falcao tetaplah bukan target utama transfer pada saat itu. Dalam istilah saya, kedatangan Falcao itu seperti mendapatkan hadiah dari undian berhadiah. Saat dapat, ya syukur, kalaupun tidak ya tidak apa-apa. Intinya kedatangannya menjadi tidak terlalu diharapkan. Oleh karena itu, terpaksa harus “menyediakan tempat baru” untuknya. Kepergian Chicarito dan Welbeck pun bagi saya juga terkesan dipaksakan demi memberi tempat pada Falcao. Tentunya akan sulit mengakomodasi Rooney, Van Persie, Chicarito, Welbeck dan Falcao dalam starting line up setiap pekannya.
Terakhir, adalah alasan yang sifatnya teknis yaitu ketidakcocokan tipe permainan Falcao dengan skema permainan MU. Saat melihat skema permainan MU, terutama musim ini, memang tidak mengakomodasi pemain dengan tipe seperti Falcao. Falcao adalah tipe striker ujung tombak yang akan ganas di kotak penalti lawan saat suplai bola memang diutamakan kepadanya. Hal itu yang terjadi padanya di klub-klub sebelumnya seperti FC Porto dan Atletico Madrid. Suplai bola ke depan diutamakan kepadanya untuk dikonversi menjadi gol. Sedangkan yang terjadi di MU tidak seperti MU. Permainan MU lebih bertipe permainan kolektif yang tentunya tidak hanya menyuplai bola pada satu atau dua pemain saja. Karena itu, striker di MU dituntut untuk selalu mencari ruang, terus bergerak dan jika perlu, turun ke bawah untuk menjemput bola. Hal itu, jika saya tidak salah, jarang dilakukan oleh striker dengan tipe seperti Falcao. Karena suplai bola ke depan pada akhirnya akan ditujukan kepadanya. Hal ini juga dikarenakan alasan kedua yaitu kedatangannya yang sebenarnya bukan menjadi kebutuhan utama karena sudah bertengger nama Rooney dan Van Persie. Secara kemampuan dan nama keduanya jelas sudah mantap dengan skema MU. Apalagi Rooney yang musim ini menjadi kapten tim. MU juga bukan tipe tim yang akan mengubah skema permainan hanya untuk mengakomodasi satu dua pemain saja. Tetapi pemain itulah yang seharusnya beradaptasi dengan permainan tim.
Ketiga alasan diatas yang menurut saya membuat El Tigre (Sang Macan) redup “aumannya” di kandang Setan Merah. Tetapi jika mau berusaha, Falcao jelas memiliki potensi untuk menjadi striker tajam bagi MU. Setidaknya, untuk musim ini, dia masih memiliki kesempatan 8 pertandingan lagi untuk membuktikan kualitasnya. Tetapi semua bergantung pada keputusan Sang Bos Besar, Louis van Gaal, untuk memainkannya atau tidak dan pada kemauan serta kemampuan si pemain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H