Mohon tunggu...
Luthfi Purnahasna
Luthfi Purnahasna Mohon Tunggu... PNS -

Saya justru bingung jika disuruh mendeskripsikan diri saya sendiri. Biarlah orang lain yang menilai saya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

#Soccer Pamit dan Era Media Digital

14 Oktober 2014   15:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:05 4151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu, sekitar tahun 2003, seorang anak pulang dari sekolahnya dan berkumpul sejenak di sebuah warung bersama teman-temannya. Di warung tersebut dia melihat ada tabloid tentang sepak bola yang menarik perhatiannya. Setelah sedikit melihat-lihat isinya dan ditambah dengan adanya bonus poster, tak butuh waktu lama untuk memtuskan membelinya. Pembelian pertama itu ternyata terus berlanjut hingga kurang lebih 11 tahun kemudian. Tabloid tersebut bernama SOCCER.

Itulah cerita perkenalan dan awal saya membeli tabloid SOCCER. Produk yang pada saat itu masih kerap saya sebut dengan majalah. Saya masih ingat betul, bonus poster saat itu adalah poster tim AS Roma. Edisi yang mungkina akan saya kenang dan rindukan. Pembelian itupun terus berlanjut hingga tahun ini.

Ada dua hal yang membuat saya memilih SOCCER sebagai media cetak utama untuk sumber info saya terkait sepak bola. Pertama, karena SOCCER fokus pada sepak bola saja. Iya, hanya membahas mengenai sepak bola. Dibandingkan dengan tabloid atau Koran lain, SOCCER mengkhususkan tabloidnya hanya untuk bahasan tentang sepak bola dan berbagai hal di sekitarnya. Hal tersebut tentu menjadikan nilai plus bagi saya karena memang “hanya tentang bola” saja yang ingin saya baca. Sedangkan tabloid lain membahas tentang olahraga lain sehingga aka nada artikel yang “mubazir” karena tidak saya baca. Tapi pada SOCCER tidak ada yang “mubazir” karena semua saya baca dan saya tertarik. Hal yang kedua adalah adanya bonus poster pada tiap edisinya. Hal tersebut menjadi nilai tambah karena poster bisa dikoleksi dan dipajang.

Tetapi pada Kamis, 9 Oktober 2014 yang lalu ada kabar kurang mengenakkan. Saat saya sedang scrolling linimasa akun Twitter saya, ada hashtag #SOCCERpamit yang dikicaukan oleh akun resmi tabloid SOCCER @duniaSOCCER. Kontan saya penasaran dan mencari tahu maksud dari hastag tersebut. Ternyata maksudnya memang benar-benar pamitan. SOCCER edisi minggu itu merupakan terbitan terakhir setelah selama 14 tahun terbit. Saya pun masih belum sepenuhnya percaya karena pada hari Kamis, tabloid kesayangan saya ini belum sampai di daerah saya sehingga saya belum bisa membelinya. Baru esoknya hari Jumat saya mengonfirmasi kebenarannya melalui artikel di edisi tersebut. SOCCER benar-benar pamit dan akan berhenti terbit.

Jika menilik pada artikel “pamitan” yang ditulis oleh Asis Budi Pramono di halaman awal, alasan bisnis menjadi hal utama yang mengharuskan SOCCER berhenti. Hal tersebut mengingatkan saya pada suatu artikel di suatu majalah digital (e-magazine) yang mengatakan bahwa akan tiba saatnya media cetak tergusur oleh media elektronik. Memang benar, akhir-akhir ini media cetak seperti bukan menjadi primadona lagi sebagai sumber informasi. Kemudahan mencari informasi melalui televisi dan yang pasti internet telah menggusur peran media cetak. Pada saat yang sama, jumlah penjualan berbagai media cetak tersebut makin turun sedikit demi sedikit. Hal itu tentunya situasi yang sulit untuk media cetak seperti SOCCER. Hal itu yang menjadi “alasan bisnis” untuk mengakhiri SOCCER.

Pahit memang, tapi memang pada kenyataannya seperti itu. Kemajuan jaman yang diikuti oleh kemajuan teknologi tidak bisa dibendung. Hal yang berbau digital akan semakin diminati. Dan berakhirnya tabloid SOCCER untuk terbit lagi menandakan era digital sudah semakin dekat. Memang berbagai kalangan masih menjadikan media cetak sebagai primadona. Tetapi kebanyakan adalah generasi tua yang mayoritas gaptek. Kalangan tersebut pada akhirnya akan berkurang dan tergerus oleh kalangan yang lebih memilih digital content.

Saya sendiri masih berada di posisi abu-abu antara media cetak atau digital. Media cetak menurut saya memiliki keunggulannya sendiri. Salah satunya adalah konten yang disajikan telah dirangkum sedemikian rupa sehingga kita tidak perlu untuk mencari-cari lagi. Itulah yang juga saya temukan di SOCCER terkait dengan informasi sepak bola. SOCCER berhasil memberikan info dengan singkat dan padat tapi tidak mengurangi sisi informatifnya. Saya pun juga yakin media digital memiliki keunggulannya tersendiri, salah satunya adalah lebih praktis. Tetapi seperti yang saya katakan, keadaan ini sulit dibendung. Para pelaku di media cetak tentunya sadar akan keadaan ini. Bukan perkara mudah bertahan di era digital sekarang ini. Begitu pula dengan SOCCER yang akhirnya memilih untuk “berhenti”.

Saya sebagai pembaca setia SOCCER selama kurang lebih 11 tahun ini terasa berat dengan keputusan ini. Tetapi keputusan ini harus saya hormati. “Peluit panjang” memang telah dibunyikan untuk “pertandingan” yang dijalani oleh SOCCER. Mereka harus berhenti. Para “SOCCER mania” hanya bisa tertunduk lesu menyaksikan “jagoannya” terhenti. Terima kasih SOCCER.

Cover edisi terakhir SOCCER

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun