Di kantor saya, hampir semua karyawannya mempunyai ponsel cerdas bernama BlackBerry. Kalau pun tidak, mereka memiliki gadget Android atau sedikit Nokia. Tentu saja, antara BlackBerry dan Samsung, HTC, serta merek lain yang bersistem operasi Android membekali diri dengan kelebihannya masing-masing. Bagi yang suka mengunduh aplikasi, mereka pasti memilih Android, sebab Android Market menyediakannya secara cuma-cuma. Tak perlu membayar. Sementara aplikasi di BlackBerry tidak sebanyak yang ada di sistem operasi garapan Google itu, dan kebanyakan berbanderol harga. Saya sendiri lebih memilih BlackBerry karena gampang dipakai untuk mengetik apapun yang saya suka. Android yang berlayar sentuh, menurut saya, kurang nyaman untuk menjawab pesan atau menuliskan ide dengan segera. Nah, karena memiliki kelebihan masing-masing, maka entah itu BlackBerry, entah itu ponsel Android, saya menganggap mereka berada di posisi setara. Artinya, kita semua sudah terbiasa dengan kecanggihan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, saat ini menenteng BlackBerry pun sudah tidak aneh lagi. “Mengelus-elus” Android dengan jemari Anda menjadi biasa. Lantas, apa yang membuat semua itu menjadi tidak biasa? Yang harus kita lakukan adalah memanfaatkan model paling murah BlackBerry Gemini menjadi mesin uang sekelas mereka yang menggunakan BlackBerry Torch. Atau memaksimalkan fungsi Samsung Mini agar bisa menghasilkan banyak duit sejajar dengan yang dihasilkan oleh pemilik Samsung Galaxy Tab 7.0 Plus. Jangan malah sebaliknya, mejeng dengan BlackBerry Torch tapi sebetulnya rezekinya pas di level BlackBerry Gemini. Tirulah pelawak Tukul Arwana yang “wong ndeso rezeki kota”. Salam sukses bagi kita semua!—Purjono Agus Suhendro Foto: TribunNews.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H