Kalau mengingat bintang sepakbola masa lalu;semisal Anjas Asmara,Ricky Yacob;yang menonjol sikap olahragawannya.Kesahajaan bahkan kesan cerdas sangat tercermin pada Ronny Patinasarani,Abdul Kadir,Iswadi Idris.Kalau"Bintang"sepakbola  masa kini lebih menonjol sikap selebritisnya. Embel-embel profesional hanya tampak pada gaji yang selangit ,Mode rambut,anting dan juga gaya hidup yang "glamour". Sayang memang. Kalau ditelisik lebih jauh, Iswadi pernah bermain di klub papan atas Australia,Ricky Yacob pernah dikontrak main klub terkemuka di Jepang.Mereka dilirik bermain sebagai profesional di era awal industrialisasi sepakbola dunia merambah Asia-Australia.Tidak perlu dikarbit dengan "proyek" ala Primavera,skillnya diakui dan dihargai sangat pantas. Sungguh membanggakan bangsa Indonesia.Dengan profesionalismenya meraup devisa.
Produk Industrialisasi Sepakbola Indonesia memang sudah menghasilkan pemain profesional dan bermain untuk klub luar negri.Safrudin Fabanyo,Bambang Pamungkas,Elly Aboy bermain di klub Liga Malaysia.Namun dibanding yang di "ekspor',pemain yang di "import" jauh lebih banyak.Konon,pemain import yang lolos seleksi bermain di Liga Indonesia dinilai memiliki profesionalisme yang handal. Nyatanya ke"profesional"an pemain-pelatih asing tak jarang justru menonjol pada hal-hal yang kurang sportif.Ilmu inikah yang akan ditimba untuk pemain lokal?
Industrialisasi Sepakbola Indonesia saat ini perlu di evaluasi kembali.Membanjirnya pemain dan pelatih asing di ajang Liga Indonesia ternyata berbanding terbalik dengan prestasi kesebelasan PSSI.Terpuruk di kancah Internasional.
Belum lagi berulang kali terjadi kerusuhan saat pertandingan sepakbola.Sulit rasanya menerima dengan akal sehat dalih dari pengurus organisasi sebesar PSSI sebagai argumen cerdas.Kesan kuat bahwa PSSI belum siap mengelola  Industrialisasi Sepakbola sangat nyata.Mungkin lebih baik segera mencari ketua baru,dan sebaiknya kalau perlu kembali saja ke pola sebelumnya.Bukan berarti kemunduran,namun memang belum mampu.Jadi,kembalilah ke kompetisi Perserikatan untuk Amatir.Untuk yang profesional hidupkan Galatama.
Klub profesional belajarlah pada Niac Mitra.Mendatangkan David Lee dan Fandi Achmad tanpa menggunakan dana APBD.Berprestasi menjuarai turnamen Aga Khan di India disamping juara Galatama.Juga Pardetetex yang mendatangkan (sendiri) pemain dari Inggris dan Jairo Matos( Brasil). Tambahan usulan.Sambil menyiapkan mental pemain agar matang,pertandingan disiarkan lewat radio saja.Banyaknya kericuhan antar pemain di lapangan,mungkin indikasi pemain bola lebih merasa sebagai artis daripada atlit. Lapanganpun dianggap hanya layar kaca.Seharusnya bermain bola tapi malah(over)acting dan mengabaikan sportivitas.
Semarang ,19-3-2010
(Purnomo Iman Santoso-EI)
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang 50268
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI