Mohon tunggu...
Purnomo Iman Santoso
Purnomo Iman Santoso Mohon Tunggu... -

Purnomo Iman Santoso,lahir di Purwokerto 22 Mei 1961. Sebagai Warga Epistoholik Indonesia aktif.Melalui Epistoholik Indonesia saya menyalurkan hobby berteman dan menulis.Lebih jauh tentang saya bisa kunjungi webblog http://www.purisa.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Evaluasi Lagi Industrialisasi Sepakbola Nasional

19 Maret 2010   07:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:19 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kalau mengingat bintang sepakbola masa lalu;semisal Anjas Asmara,Ricky Yacob;yang menonjol sikap olahragawannya.Kesahajaan bahkan kesan cerdas sangat tercermin pada Ronny Patinasarani,Abdul Kadir,Iswadi Idris.Kalau"Bintang"sepakbola   masa kini lebih menonjol sikap selebritisnya. Embel-embel profesional hanya tampak pada gaji yang selangit ,Mode rambut,anting dan juga gaya hidup yang "glamour". Sayang memang. Kalau ditelisik lebih jauh, Iswadi pernah bermain di klub papan atas Australia,Ricky Yacob pernah dikontrak main klub terkemuka di Jepang.Mereka dilirik bermain sebagai profesional di era awal industrialisasi sepakbola dunia merambah Asia-Australia.Tidak perlu dikarbit dengan "proyek" ala Primavera,skillnya diakui dan dihargai sangat pantas. Sungguh membanggakan bangsa Indonesia.Dengan profesionalismenya meraup devisa.



Produk Industrialisasi Sepakbola Indonesia memang sudah menghasilkan pemain profesional dan bermain untuk klub luar negri.Safrudin Fabanyo,Bambang Pamungkas,Elly Aboy bermain di klub Liga Malaysia.Namun dibanding yang di "ekspor',pemain yang di "import" jauh lebih banyak.Konon,pemain import yang lolos seleksi bermain di Liga Indonesia dinilai memiliki profesionalisme yang handal. Nyatanya ke"profesional"an pemain-pelatih asing tak jarang justru menonjol pada hal-hal yang kurang sportif.Ilmu inikah yang akan ditimba untuk pemain lokal?



Industrialisasi Sepakbola Indonesia saat ini perlu di evaluasi kembali.Membanjirnya pemain dan pelatih asing di ajang Liga Indonesia ternyata berbanding terbalik dengan prestasi kesebelasan PSSI.Terpuruk di kancah Internasional.



Belum lagi berulang kali terjadi kerusuhan saat pertandingan sepakbola.Sulit rasanya menerima dengan akal sehat  dalih dari pengurus organisasi sebesar PSSI sebagai argumen cerdas.Kesan kuat bahwa PSSI belum siap mengelola  Industrialisasi Sepakbola sangat nyata.Mungkin lebih baik segera mencari ketua baru,dan sebaiknya kalau perlu kembali saja ke pola sebelumnya.Bukan berarti kemunduran,namun memang belum mampu.Jadi,kembalilah ke kompetisi Perserikatan untuk Amatir.Untuk yang profesional hidupkan Galatama.


Klub profesional belajarlah pada Niac Mitra.Mendatangkan David Lee dan Fandi Achmad tanpa menggunakan dana APBD.Berprestasi menjuarai turnamen Aga Khan di India disamping juara Galatama.Juga Pardetetex yang mendatangkan (sendiri) pemain dari Inggris dan Jairo Matos( Brasil). Tambahan usulan.Sambil menyiapkan mental pemain agar matang,pertandingan disiarkan lewat radio saja.Banyaknya kericuhan antar pemain di lapangan,mungkin indikasi pemain bola lebih merasa sebagai artis daripada atlit. Lapanganpun dianggap hanya layar kaca.Seharusnya bermain bola tapi malah(over)acting dan mengabaikan sportivitas.

Semarang ,19-3-2010


(Purnomo Iman Santoso-EI)

Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,

Semarang 50268

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun