Mohon tunggu...
Puput Pratiwi Yunus
Puput Pratiwi Yunus Mohon Tunggu... -

Islam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Apa yang Diinginkan Tercapai dan Musibah Menjadi Dorongan Hidup

15 Mei 2014   23:05 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:29 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada seorang anak bungsu dari pasangan suami istri yang hidup sederhana. Anak ke tujuh dari tujuh bersaudara ini merupakan salah satu anak yang paling beruntung diantara saudara-saudaranya. Dia bernama Naya. Diantara saudaranya, hanya Naya yang diizinkan untuk merantau. Walaupun awalnnya Naya tidak mendapat izin, pada akhirnya Naya mendaftar di salah satu perguruan tinggi yang ada di kota Bandung tanpa sepengetahuan orang tuanya. Pada saat hasil tesnya keluar, Naya dinyatakan lulus. Awalnya Naya takut untuk memberitahu orang tuanya kalau Naya lulus, Naya hanya memberi tahu kakak pertamanya saja. Meminta saran kepada kakaknya untuk mempertimbangkan apakah sebaiknya memberi tahu orang tua atau tidak, karena ini pengalaman pertama di keluargannya untuk kuliah di luar kota. Naya memberitahu kakaknya dan kakaknya itu merespon. Kakaknya menyarankan kepada Naya untuk memberi tahun kepada orang tuanya. Dengan keberanian dan dukungan dari kakaknya, akhirnya Naya memberitahu orang tuanya dengan info yang lengkap mengenai universitas tersebut. Keberuntungan menghampiri Naya, kedua orang tuanya mengizinkan dan semua kakaknya juga ikut mendukung karena Naya membujuk seolah ingin sekali melanjutkan pendidikan di luar kota.
Naya dengan penuh semangat mengurus administrasi yang harus segera dilunasi dan melengkapi data. Hari berlalu, tiba saatnya untuk berangkat ke kota perantauan. Subuh itu air mata Naya bercucuran tiada henti. Pertama kalinya Naya meninggalkan rumah dengan waktu yang sangat lama. Seisi rumah juga ikut menitihkan air mata dengan kepergiannya. Hal yang sangat mengharukan ketika bapaknya juga menitihkan air mata.
Bapaknya berkata, “Kamu anak pertama bapak yang berkuliah di luar kota, jaga kepercayaan orang tua ya nak!”.
“doa ibu dan bapak selalu menyertaimu nak”, sahut ibu.
Anak, “(nangis tergesah-gesah)”.
Bapak melanjutkan perkataannya, “belajar yang giat, jaga kesehatan, jangan lupa beribadah!”.
Anak dengan wajah harunya menyambar, “iya pak(sambil memeluk bapaknya)”.
Setelah pamitan, Naya diantar ke bandara dengan ibu dan kakaknya. Sepanjang perjalanan, ibunya terus menangis dan memeluk anaknya. Sampainya di bandara, Naya pamitan untuk yang terakhir kalinya kepada ibu dan kakaknya yang mengantarnya ke bandara. Dengan membawa kopernya, Naya masuk dengan tetesan air mata yang terus mengalir karena tidak sanggup melihat keluarganya bersedih. Setelah menunggu beberapa menit, panggilan untuk naik ke pesawat. 2 jam setengah di pesawat, akhirnya tiba di Jakarta. Naya mengabari keluarganya kalau dia sudah tiba di Jakarta dan ingin melanjutkan perjalanannya ke Bandung.
Hari demi hari telah Naya lalui, berbagi cerita dia tuturkan kepada keluarganya. Bercerita mengenai pelajaran, kesan selama di bandung, pola makan, dll. Setelah 4 bulan berlalu, tepatnya pada tanggal 31 Desember Naya menyusul kakak dan sepupu-sepupunya ke Bali untuk merayakan tahun baru. Setelah 2 hari liburan bersama keluarga, akhirnya Naya balik ke Bandung untuk menyelesaikan perkuliahannya sebelum liburan tiba. 13 Januari 2014 merupakan liburan semester. Pada malam itu, tepatnya 8 januari, Naya bersama teman sekampungnya pergi ke salah satu tempat pembelanjaan oleh-oleh. Dia membeli oleh-oleh untuk dibawa ke kampung halamannya. Pada saat berbelanja, Naya mendapat telpon dari ibunya dan bilang kalau bapaknya sedang sakit dan besok pagi mau dibawa ke rumah sakit. Perasaan Naya tidak karuan, Naya tidak tenang setelah menerima telpon dari ibunya. Padahal sebelumnya bapaknya sudah sering di rawat di rumah sakit tapi entah kenapa malam itu perasaannya sangan tidak karuan. 3 tahun yang lalu, bapaknya sudah di fonis kalau jantungnya tinggal 20 persen lagi yang berfungsi. Di rawat di UGD selama berhari-hari, Dipansangi berbagai macam alat di dadanya, dipasangi oksigen, serta berbagai macam cairan infus tapi alhamdulillah bapaknya selalu kuat. Bapaknya selalu melewati cobaan itu dengan penuh keyakinan kalau dia bakalan sembuh. Naya sudah tidak tenang, Naya meminta kepada teman-temannya untuk segera balik. Naya juga menelpon kakaknya untuk segera membookingkan tiket untuk balik lebih awal. Pada akhirnya tiketnya dipercepat, dan Naya pun balik tanggal 10. Tanggal 10 pagi itu Naya masih sempat pergi ke pasar Baru, salah satu pasar yang besar di Bandung. Jam sudah menunjukkan pukul 04.00, itu artinya Naya harus segera balik dan menuju travel untuk ke bandara Soekarno Hatta. Setelah melewati perjalanan kurang lebih 3 jam, akhirnya sampai juga ke bandara. Menunggu beberapa lama, panggilan untuk naik ke pesawat pun telah diperdengarkan. Naya dengan rombongan sekampungnya pun naik ke pesawat dan menempuh perjalanan 2 jam 20 menit, akhirnya mereka tiba di Makassar. Subuh itu Naya tidak di jemput sama orang rumahnya, karena di rumahnya tidak ada lelaki pada saat itu. Bapaknya lagi di rawat di rumah sakit. Tanpa berpikir lama, Naya pulang naik taksi ke rumahnya. Sesampainya di rumah, Naya di sambut dengan sangat heboh dari keluarganya. Bagaimana tidak, Naya sudah lama tidak bertemu. Dia tidur beberapa jam, dan ibunya membangunkannya untuk ke rumah sakit bertemu dengan bapaknya yang sudah lama menunggu kedatangannya. Naya langsung beranjak dari tempat tidur dan langsung mandi. Dengan berpakaian rapih dan pertama kalinya Naya menggunakan hijab, segera berangkat bersama ibunya.
Sesampainya di rumah sakit Ibnu Sina Makassar, Naya langsung menghampiri bapaknya dan mengambil tangan bapaknya serta mencium tangan dan pipi bapaknya. Bapaknya sempat kagum melihat anaknya yang tiba-tiba berhijab. Berbagai pengalaman di ceritakan ke bapaknya, tertawa lepas yang mencerminkan kebahagiaan seorang anak yang sudah lama tidak bertemu ke2 orang tuanya. Pada hari itu, Naya pun menginap di rumah sakit bersama kakak dan sepupunya yang juga tetangganya. Sepupunya memang dekat sama Naya, setiap bapaknya di rawat di rumah sakit, sepupunya itu yang menemani Naya untuk menemani bapkanya di rumah sakit. Pagi harinya Naya balik ke rumah untuk menemani kakaknya di rumah yang sedang sakit juga bersama ponakannya. Akhirnya Naya balik ke rumah bersama sepupunya itu dan merawat ponakannya yang sedang sakit. Sore hari, kakak ke-2nya meminta tolong untuk mengantar anaknya periksa darah ke rumah sakit Faisal Makassar. Sepanjang perjalanan itu, Naya dan kakaknya bercerita tentang masa depan. Dia ingin membahagiakan ke-2 orang tuanya. Anehnya, kakaknya juga membahas soal kematian. Beberapa menit kemudian, mereka telah sampai di parkiran rumah sakit Faisal, tetapi mereka belum turun. Ketika Naya sudah bersiap-siap untuk turun, kakaknya menerima telpon dari kakak pertamanya kalau bapaknya meninggal dunia. Suasana berubah hening. Itu tepat pukul 17.30 Wita.
Kakak ke2nya itu berkata dengan tangisannya yang sangat berbeda dari biasa, tangisan yang terlihat sangan terpukul, “Bapak meninggal!”.
“Aaaaaa.. Tidak!!!!”. Naya teriak histeris! seperti orang yang sudah tidak peduli apa yang ada di sekitarnya.
Kakaknya memeluk anaknya dan berkata, “Bapak sudah tidak ada lagi nak!” sambil meneteskan air mata.
Naya pun sudah kaku tak berdaya, “Aku sudah tidak bisa menyetir, bapak kumeninggal! Bapak kita meninggal! ” sambil teriak.
Akhirnya kakaknya yang menggantikan dia dan dia pun memangku ponakan dan memeluknya dengan erat sambil menangis tanpa henti. Sesampainya di rumah sakit, Naya sudah tidak peduli segala sesuatu di sekitar mereka. Naya langsung naik ke lantai 4 kamar 417 dan melihat mayat bapaknya yang sudah dikelilingi oleh keluarga dengan tangisan dan bacaan surat Yasin. Kakeknya pun menghampiri dan memeluknya.
Naya menghampiri ibunya yang tidak sadarkan diri. Bukan karena mengetahui kalau suaminya meninggal, tetapi karena ibunya memang sedang sakit juga di kamar tersebut. Adzan magrib bergema, Naya segera berwudhu dan sholat di dekat mayat bapaknya. Setelah sholah Naya menyuruh kakak-kakaknya untuk segerah sholat. Beberapa saat kemudian, peti jenasa pun di masukkan ke dalam kamar rumah sakit tersebut. Pertanda mayat akan di bawa ke rumah duka. Naya yang penakut dengan yang bersangkutan dengan rumah sakit dan ambulance sampai tidak sadarkan diri. Naya masuk ke kamar mayat, hingga naik ke mobil ambulance.
Sepanjang perjalanan Naya memeluk bapaknya sambil meneteskan air mata. Sepanjang ganknya pun telah diramaikan oleh para tetangga yang menunggu kedatangan mayat. Naya seolah bermimpi, bapaknya benar-benar telah meninggal dunia. Entah itu liburan yang menyedihkan, atau menyenangkan karena bisa melihat bapaknya yang terakhir kalinya, yang jelas liburan yang tidak akan terlupakan seumur hidupnya. Naya sangat drop juga ketika melihat ibunya belum sadarkan diri, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 wita. Tak lama kemudian, ibunya sadar dan mencari suaminya. Semua orang sedih tapi tak satu pun yang di izinkan untuk nangis di depan ibunya. Ibunya lemas, demam tinggi, sampai di infus berbagai cairan. Tidak ada yang berani memberi tahu kalau suaminya telah meninggal dunia. Ibunya di bohongi kalau suaminya sedang tidak enak badan di ruang tamu, sehingga tidak bisa menghampirinya yang sedang lemas tak berdaya itu. Akhirnya ibunya kembali tidak sadarkan diri. Karena kelelahan menemani ibunya, Naya keluar kamar, menuju ruang tamu tempat bapaknya. Dia terlihat lelah, Naya berbaring di samping bapaknya sampai ketiduran. Keesokan harinya, subuh itu Naya bangun, dan melihat ibunya sudah menangis di dekat mayat bapaknya. Hari itu dia sudah merasakan bagaimana perasaan seseorang ketika ditinggalkan oleh orang yang dia sangat sayangi, bagian dari dirinya.
Pemakaman selesai, Naya dan semua saudaranya pingsan. Naya di naikkan di mobil polisi bersama kakaknya yang pingsan dan dibawa ke rumahnya. Setelah hari itu semua berubah. Semua saudaranya telah menggunakan hijab. Setiap magrib Naya, saudara beserta ibunya yasinan untuk bapaknya. Hari libur pun telah usai, itu artinya Naya harus balik ke Bandung untuk melanjutkan pendidikannya. Naya pun kembali ke Bandung dengan penuh perubahan. Pastinya perubahan yang lebih baik. Kematian bapaknya tidak membuat dia putus asa, melainkan menjadi dorongan dia untuk terus berprestasi. Dia ingin sukses! Dia ingin membahagiakan ibunya. Dia harus menjadi anak kebanggan seperti kakak-kakaknya. Dia yakin, dengan berprestasi, menjadi lebih baik, bapaknya juga ikut senang di atas sana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun