Jakarta malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Mahesa duduk di balkon apartemennya, memandangi langit kelabu yang hanya dihiasi sedikit bintang. Pikirannya melayang jauh ke Yogyakarta, tempat Dwika berada. Sudah empat tahun mereka menjalani hubungan jarak jauh, dan semakin lama, rindu itu semakin sulit ditahan.
Ia membuka ponselnya, memperhatikan foto Dwika yang tersimpan di galeri. Foto itu diambil saat mereka terakhir bertemu, hampir lima bulan yang lalu. Mahesa menghela napas, lalu mengetik pesan di aplikasi chat. Hanya satu huruf: "P."
Tak lama, balasan masuk. "Iya, kenapa?"
Mahesa tersenyum kecil. Jawaban itu sudah ia duga.
"VC malam ini?" tanyanya lagi.
"Iya."
Percakapan mereka selalu seperti ini "singkat, padat, tanpa basa-basi". Namun, Mahesa tahu, di balik kesederhanaan kata-kata itu, ada kerinduan yang sama besar di hati Dwika.
Setelah beberapa saat, video call tersambung. Wajah Dwika muncul di layar, mengenakan hoodie biru kebesarannya. Rambutnya digelung asal, dan matanya terlihat sedikit lelah. Tapi bagi Mahesa, Dwika tetap terlihat sempurna.
"Baru selesai tugas?" tanya Mahesa membuka obrolan.
Dwika mengangguk kecil. "Iya, ada laporan dosen yang tiba-tiba minta revisi. Capek banget."
Mahesa tersenyum tipis. "Semangat, Wi. Nggak apa-apa, kan?"
"Nggak apa-apa, cuma pengen tidur lama."
Percakapan itu mengalir pelan. Mereka berbicara tentang hari-hari mereka, dari pekerjaan Mahesa yang penuh deadline hingga tugas kuliah Dwika yang tak ada habisnya. Namun, seperti biasa, obrolan mereka diwarnai gengsi. Mahesa ingin sekali mengatakan bahwa ia rindu, bahwa ia ingin segera bertemu. Tapi lidahnya terasa kelu.
"Wi," panggil Mahesa, memecah keheningan.
Dwika mengangkat alis. "Kenapa?"
"Jangan lupa makan, ya."
Dwika tersenyum kecil. "Iya. Kamu juga."