Sira Gajah Mada patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
Sungguh, indahnya semesta Indonesia tak hanya hadir dalam kain batik yang saya agungi kemarin. Tapi juga tersirat pada sebuah sumpah kejayaan yang dibacakan di pelataran Candi Prambanan malam itu. Beskap hijau yang dikenakan para direksi JNE di atas panggung, menyempurnakan penggambarantanah air maha-megah bernama Indonesia.
[caption id="attachment_339801" align="aligncenter" width="640" caption="Pembacaan Sumpah Amukti Palapa oleh Direksi JNE (dokumentasi pribadi)"][/caption]
--
Rangkaian blog trip Kompasiana dalam rangka ulang tahun JNE ke-24, ditutup dengan sebuah acara besar di pelataran Candi Prambanan. Sebelumnya, rombongan media dan blogger diantar menuju pusat oleh-oleh khas Yogyakarta di kawasan Depok. Kebanyakan dari kami memborong bakpia untuk dibawa ke rumah masing-masing, Yogya banget! Dari pusat oleh-oleh, bis nomor 5 mengantar kami menuju Eastparc Hotel untuk mandi sore dan bersiap-siap menghadiri acara puncak. Malam perayaan ulang tahun JNE ke-24.
[caption id="attachment_339792" align="aligncenter" width="640" caption="JNE menyambut kami di Yogyakarta (dokumentasi pribadi)"]
Sekitar pukul 18.00, bis kami memasuki area parkir kawasan Candi Prambanan. Saya lupa kapan terakhir ke Candi Prambanan, sudah lebih dari 10 tahun pastinya. Kehadiran saya kembali ke Prambanan kemarin disambut dengan siluet candi dengan latar belakang matahari tenggelam. Lukisan cantik yang sangat memanjakan indera. Jelas saja, rombongan tak mau ketinggalan momen. Masing-masing kami mengeluarkan kamera dan mengabadikan sketsa alam tersebut untuk lalu dibawa pulang. Sedang asik foto-foto, staff JNE meminta kami untuk segera memasuki lokasi acara supaya bisa menikmati pasar jadul sebelum acara utama. Ah, belum puas foto-fotonya!
Sebelum memasuki lokasi acara utama, kami diminta melakukan registrasi di tempat yang disediakan. Diberikan gelang kertas dan potongan tiket sebagai tanda masuk.Bukan sembarang gelang lho, meskipun dari kertas, tapi gelang ini adalah kupon gratisan untuk banyak hal menarik di Pasar Jadul. Pasar Jadul? Iya, pasar buatan yang didesain sangat klasik dan merakyat. Isinya adalah jajanan-jajanan dan permainan tradisional yang dijajakan oleh ibu-ibu, bapak-bapak dan mbah-mbah yang Njogja bianget! Saya dan teman-teman Kompasianer jelas saja ogah ketinggalan, kami dengan semangat mengunjungi Pasar Jadul dan mencicipi aneka jajanan. Tadinya mau sekalian njajal segala permainan yang ada, tapi sayang sekali staff dari JNE sudah meminta kami untuk segera masuk ke lokasi acara utama.
[caption id="attachment_339818" align="aligncenter" width="640" caption="Pintu masuk acara dan pasar jadul (dokumentasi pribadi)"]
Area utama acara malam puncak ini adalah pelataran candi yang ditumpangi panggung dan susunan kursi untuk penonton serta undangan. Khusus undangan, malam puncak dibarengi gala dinner dengan menu makanan yang nikmat tapi rasa air hujan. Hihihihi Lah, iya.. Wong ditengah acara, makanan kami kehujanan sampai gelasnya penuh air. Sup yang tadinya semangkuk jadi tiga mangkuk bahkan lebih. Tapi tetap nikmat kok, buktinya saya tetap makan. Hahahaha memang dasar aja rakus ya!
Acara dibuka dengan arak-arakan direksi JNE dan para pengawal serta dayang-dayang ala kerajaan Majapahit. Disusul gelegar Sumpah Amukti Palapa mengumandang dari suara bapak Johari Zein. Dalam sambutannya, beliau dengan yakin, mencita-citakan JNE untuk menghubungkan Nusantara, seperti Gajah Mada bersumpah menundukan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik saat diangkat menjadi Patih Amangkubhumi. Karenanya, seluruh direksi JNE termasuk dirinya memosisikan diri sebagai karyawan. Bekerja sama dengan semangat yang sama. Dari perusahaan yang dulu hanya mempekerjakan 8 orang, hingga kini memiliki 25.000 lebih karyawan di penjuru nusantara. Demi siluet candi elok persembahan untuk Trimukti di belakang panggung, saya jatuh cinta. Saya hanyut dalam semangat sebuah kerajaan yang besar sekaligus merakyat. Hati saya runtuh luruh saat bapak Johari menyampaikan cintanya pada JNE, para satria berteriak semangat sambil mengangkat bentangan kain bertulis ucapan selamat ulang tahun untuk JNE. Kerajaan yang mengangkat rakyatnya sebagai keluarga, JNE malam itu dalam kepala saya.
Acara dipandu oleh duo MC yang super-kocak. Saya tau melawak itu tidak mudah, tapi mereka selalu berusaha dan berhasil. Berhasil membuat kami tertawa karena udah-tau-garing-masih-aja-gigih-melucu. Acara demi acara berjalan dengan lancar, seperti sambutan-sambutan, pembagian tanda kasih untuk 24 yayasan dan persembahan sendratari Rebutan Kikis Tunggorono. Sayangnya, hujan turun saat kisah Gatutkaca dalam tarian itu belum selesai.
Hujan dan Sebuah Semangat Kekeluargaan
Saya dan beberapa kompasianer sedang asik menikmati suguhan makan malam, saat gerimis tiba-tiba datang tanpa bilang-bilang. Undangan yang duduk di meja lain sudah mulai sibuk mengevakuasi diri ke tenda yang memang disediakan di bagian belakang lokasi acara. Saya bukan tipe orang yang ribet hanya karena hujan, dan ternyata saya satu meja dengan orang-orang serupa: Grace, Pak Agung, dan dua staff JNE, Mas Riyan dan Mas Yahdi. Kami berlima kekeuh duduk di meja, gerimis-gerimisan sambil makan malam. Hahahaha
Alam ternyata tak begitu saja mau mengalah, gerimis berakhir dan turun hujan deras. Kami yang masih berada di meja, seketika grasak grusuk karena mulai basah kuyup. Hebatnya, diantara kami berlima, tak satupun ada yang meringis kecewa karena terpaksa mandi hujan di tengah acara. Saya, Grace dan Pak Agung malah ketawa-ketawa kegirangan. Kami sama sekali tak menuntut apa-apa selain payung yang cukup untuk bertiga, tapi panitia dan staff JNE ternyata lebih siap dan sigap dari hujan. Dalam waktu singkat, ratusan payung dan jas hujan dibagikan saat itu juga kepada undangan dan satria JNE. Persiapan yang sangat matang dan terkordinasi dengan baik. Andai suasana saat itu tidak terlalu huru hara, ingin sekali saya ucapkan salut dan terimakasih untuk mereka.
[caption id="attachment_339817" align="aligncenter" width="640" caption="Hujan tidak menghalangi semangat undangan yang hadir (dokumentasi pribadi)"]
Kalau acara lain, mungkin panitia sudah bubar dan segera menyelamatkan tubuh dari hujan. Tapi tidak malam itu, diantara derasnya air yang turun, panitia terlihat saling berkordinasi sekalipun beberapa dari mereka harus basah sekujur tubuh karena tak kebagian payung atau jas plastik. Pelindung air semua diutamakan untuk undangan dan penonton. Hujan terus deras, panitia masih sibuk wara wiri memastikan undangan dan penonton tak ada yang kehujanan, dari kejauhan terlihat bentangan kain bertulis sebuah ucapan yang membuat saya kontan terenyuh: “Maturnuwun JNE...”. Di bawah hujan, di antara kepanikan karena panggung dan lokasi acara kebasahan, sebuah pesan datang dari ketulusan. Badan saya basah karena hujan, mata saya basah karena haru.
[caption id="attachment_339928" align="aligncenter" width="640" caption="Band Nidji menyemarakan acara (dokumentasi pribadi)"]
Hujan berhenti, acara dilanjutkan kembali. Saya bingung bagaimana menuliskannya, melihat para undangan dan penonton kembali menempati kursi sekalipun basah dan lepek. Betul-betul keluarga sedang berpesta, kebahagiannya tak bisa dihalangi apa-apa. Pembagian penghargaan kepada karyawan-karyawan berprestasi menjadi acara pertama setelah hujan. Dilanjut dengan penampilan sebuah band papan atas yang lagi.. membuat saya kehabisan kata. Membakar semangat sebuah guyub besar yang malam itu dinamai, Laskar JNE.
Laskar JNE, Bebaskan Mimpimu di Angkasa
Tibalah pertunjukan yang dinanti-nanti. Sorak-sorai penonton menyambut penampilan band Nidji sebagai acara terakhir malam itu. Saya, Grace dan mbak Riana, langsung meluncur ke depan panggung supaya bisa menyaksikan dari dekat. Band Nidji membawakan lagu-lagu andalannya seperti Disco Lazy Time, Arti Sahabat, Biarlah, dan Laskar Pelangi. Kami jejingkrakan, melompat-lompat, dan berteriak-teriak saking senangnya.
[caption id="attachment_339794" align="aligncenter" width="800" caption="Aksi band Nidji di atas panggung (dokumentasi pribadi)"]
Saat lagu Laskar Pelangi, untuk kesekian kali saya dibuat merinding haru oleh JNE. Giring Nidji mengganti liriknya dengan “Laskar JNE...”, spontan seluruh satria bernyanyi bersama. Pemandangan malam itu kurang lebih begini: Di hadapan kemegahan Candi Prambanan, di bawah langit malam, di atas tanah basah sisa hujan, ratusan orang dalam satu keluarga meneriakan semangat yang sama. Di hari jadinya ke 24, mereka membebaskan mimpi besar ke angkasa. Mimpi yang difilosofikan dalam Sumpah Amukti Palapa, menjadi perusahaan ekspedisi yang menghubungkan seluruh nusantara.
Ditengah penampilan band Nidji, ada pengundian doorprize dengan hadiah fantastis. Satu unit rumah! Saya teringat apa-apa yang disampaikan Bapak Johari Zein saat kami dinner di malam pertama trip. Bahwa beliau ingin mensejahterakan seluruh karyawannya. Ada yang menganggu hatinya ketika tau masih ada karyawan JNE yang tidak memiliki rumah sendiri. Entahlah, malam itu saya merasa mereka telah lama berada di rumah. Keluarga besar ini betul-betul hangat dan dekat.
[caption id="attachment_339793" align="aligncenter" width="640" caption="Laskar JNE (dokumentasi pribadi)"]
Eh, sejak tadi saya terus menyebut-nyebut satria JNE. Siapa mereka? Satria JNE adalah sebutan untuk karyawan JNE yang setiap hari bertugas mengantar kiriman ke seluruh Indonesia. Merekalah pahlawan-pahlawan distribusi Indonesia. Hujan, panas, bahkan badai, apa yang diamanahkan untuk sampai, selalu sampai.
Selamat ulang Tahun, JNE. Tetaplah mengangkasakan mimpi, membumikan kekeluargaan. Salut!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H