Mohon tunggu...
Pungky Prayitno
Pungky Prayitno Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

bentuk lain ultraman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pecinta Sesama

8 Februari 2011   12:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:47 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1297166399777854542

karena jika ditanya kenapa, setiap kalian pasti memberikan jawaban sama: kelainan jiwa. lalu kalian berdalih bahwa semuanya adalah tentang kelainan tidak bisa kalian kendalikan. takdir tuhan. masa mau melawan? dan sisanya aku diam. menganggap perkataan kalian adalah alasan untuk aku ikut mengiyakan. oke. kelainan. siapa yang bisa mengendalikan ketika tubuhnya dijalar kelainan? tuhan yang memberikan demikian. tapi kalau kalian memang kelainan. seharusnya dunia kedokteran jiwa disibukan. penyakit baru sedang menjalar riang. memang dari dulu sudah diketemukan. bahkan sejak bencana kaum sodom digariskan tuhan, banyak manusia yang sudah dijangkit kelainan. tapi jaman sekarang? kelainan yang tiba-tiba menyerang sangat banyak orang, aku pikir bisa disebut sebagai penyakit baru. ada faktor x dari penyakit lama yang menular tanpa pandang siapa ke banyak manusia. dan hari ini kanan kiriku dengan tiba-tiba di dominasi mereka. siapa-siapa mengaku cinta sesama. atau jangan-jangan ini adalah kenyataan tentang akhir jaman. karena dalam kitab telah tertuliskan, akhir jaman akan datang dengan jenis kelamin sama bercinta sebagai salah satu pertandanya. dua ribu dua belas tinggal tahun depan, kalau memang benar disana ada akhir jaman, berarti kalian hanya bagian dari pembuktian. atau jika akhir jaman masih datang kapan-kapan, anggap saja tuhan terlalu cepat membuat kalian sebagai bagian. kalian tetap pembuktian. dan aku heran. kalian senang sekali disebut kelainan. kalau memang itu kelainan, harusnya ada rasa malu untuk membuat semua orang tau tentang itu. atau memang jaman sudah berubah ya? aku saja yang terlalu menikmati pikiran orang lama. jaman sekarang mengalami kelainan adalah kebangaan. patut diketahui semua orang. buatku, kalian sedikit terlihat menjijikan. yang kalian nikmati itu jenis yang miliki. sudah punya sendiri. cari apa lagi? iya hidup itu pilihan teman. tapi pilihan bukan sama dengan bebas dari kodrat tuhan. dan hey, aku tidak sedang menasehati. menggurui apalagi. pilihanku mengomentari kalian, pilihanku menganggap kalian korban jaman. menganggap balik aku menjijikan pun itu urusan kalian. menganggapku sok tau pun suka-suka kalian. kita sama-sama punya pilihan. di tempat umum ini segala unek kupertontonkan. itu kuanggap bagian dari pilihan. lalu kalau memang itu kelainan. kenapa sekarang jadi menjamur seperti simbol baru 'keren-kerenan'? Jadi sebenernya ini kelainan, tren, atau kenyataan tentang akhir jaman?

Purwokerto 29 januari 2011 untuk manusia yang merasa "kalian". jangan marah. tulisan ini sama sekali bukan sedang menyerang. tidak juga sedang mengangkat bendera perang. ini murni curhatan! *ditulis oleh Pungky * -------------------------------- Ya, Lalu Kenapa? Dulu jadi beda itu artinya harus siap malu. Dulu jadi berbeda itu bikin kepala susah terangkat, dan pundak terasa berat. Bagaimana tidak, seorang kawan lelakiku pernah berkata, salah satu fase tersusah adalah saat usia puber merambah. Kawan-kawan sebaya sibuk melihat dan mengukur buah dada lawan jenis, dia malah sibuk memperhatikan gundukan mungil di bawah selangkangan teman satu bangkunya, sesama. Ada pula kejadian tentang si gadis remaja, yang hanya bisa mendengar kawan se-gang-nya bercerita tentang pria si A, yang oh, tampan bukan main. Sementara di kepalanya berputar racauan, aduhai, cantik nian ini si kawan. Keanehan mulai terdeteksi. Yang lelaki kemayu dan mendayu, yang perempuan berlaku sebaliknya, meski tak selalu kejadiannya begitu. Orang kasak-kusuk di belakang, ih, mereka si penganut cinta terlarang. Ibu bilang, itu hanya efek pergaulan, padahal anaknya lebih banyak jadi bocah rumahan. Heh! Kalian kira dulu jamannya Nabi Luth sudah ada internetan? Sudah ada dugem-dugeman? Terus mereka belajar darimana untuk mencintai sesama? Terus mereka terpengaruh siapa belajar menentang agama? Manusia yang baik adalah mereka yang ciamik menjalankan perannya, anggap saja begitu. Tak ada orang jahat, tak akan ada orang baik. Tak ada yang dilaknat, tak ada yang derajatnya diangkat. Bahkan penyebabnya saja masih merupakan misteri, ilmu kedokteran yang katanya paling pasti pun, tak bisa menjelaskan secara rinci. Kalau dipikir-pikir lagi, tak ada penjelasan masuk akal tentang yang katanya, penyakit, ini. Tapi tak bisa dilogikakan tak berarti tak nyata, bukan? Kalau kalian tidak setuju, baiknya kalian berhenti menyembah Tuhan. Soal yang belakangan semakin menjamur dan berkembang biak. Uh, kami lebih ingin menyambit kepalanya pakai sepatu! Asal beda terus boleh bangga? Keparat berotak kecoa, mereka! Padahal kalau bisa, waktu memilih dulu kami pun tak mau. Memang betul pilihan, tapi tak seperti memilih Apel atau Jeruk yang sama-sama enak. Seperti pilihan musik mainstream dan indie, yang sebelah melayu tralala, yang satu suka-suka asal bikin senang jiwa. Kalau diumpamakan begitu, kalian pilih yang mana? Stabat, 29 Januari 2011 *Dibalas oleh Deedee*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun