Mohon tunggu...
Pungky Prayitno
Pungky Prayitno Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

bentuk lain ultraman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

#KompasianaBlogTrip (2): Batik, Benarkah Kita Benar-benar Bangga?

4 Desember 2014   06:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:05 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya diam-diam membalik bagian bawah baju batik yang saya pakai, saat Putra William, pemenang Persahabatan Putra Batik Nusantara 2014 mengatakan kalau batik yang bagian dalamnya berwarna lebih pudar dari bagian depan, berarti batik print. Menohoknya lagi, pemuda gagah asal Bandung ini mengatakan kalau batik print tidak termasuk batik. Karena sesungguhnya batik Indonesia yang asli hanya dibuat dengan tiga cara: tulis, cap dan kombinasi (tulis dan cap). Saya tersenyum lega, baju batik yang saya pakai ternyata punya warna kain depan belakang yang sama. Atasan batik yang saya beli seharga hampir setengah juta itu, ternyata asli. Pantas saja harganya selangit!

[caption id="attachment_339500" align="aligncenter" width="640" caption="Dokumentasi Pribadi"][/caption]

--

Hari kedua blog trip kompasiana bersama JNE, diawali dengan acara jamuan makan siang dan workshop membatik di Sekar Kedaton, Yogyakarta. Sekitar pukul 10.00 waktu Yogya, seluruh media dan kompasianer peserta blog trip bersiap di lobby Eastparc Hotel untuk diberangkatkan ke lokasi menggunakan bis rombongan. Saya dan Grace (kompasianer teman sekamar di Eastparc Hotel) tiba di lobby hotel beberapa saat sebelum rombongan berangkat. Ya iyalah, wong kami bangun tidurnya jam setengah sepuluh, maklumi aja. Hahahaha

Gerimis menyambut saat bis nomor 5 yang kami tumpangi tiba di Sekar Kedaton, Yogyakarta, sekitar pukul 11.00. Kami langsung menuju lantai 2 untuk jamuan makan siang bersama direksi dan manager JNE dari seluruh Indonesia. Saya sulit berkonsentrasi saat itu, namanya belum sempat sarapan, yang saya pikirkan hanya satu hal: “kapan mulai makan siangnyaaa?”. Hahahaha

Kegelisahan saya ditangkap oleh staff dari JNE, tiba-tiba salah seorang dari mereka mempersilakan kami untuk mulai mengambil hidangan yang disediakan. Ya karena memang sudah waktunya makan siang juga mungkin ya, tapi saya bahagia banget. Akhirnya makan juga. Saya makan satu meja dengan Grace, dan para admin kompasiana: mas Deri dan mas Nurul. Kami bertukar cerita soal dunia tulis menulis dan blogging, kami juga saling lempar canda dan menghilangkan sekat siapa-gue-siapa-elo.

[caption id="attachment_339501" align="aligncenter" width="640" caption="Jamuan Makan Siang (dokumentasi pribadi)"]

14176219601583269653
14176219601583269653
[/caption]

Entah karena saya yang sangat sangat lapar, atau memang Sekar Kedaton ini punya juru masak juara. Hidangan siang itu terasa super-enak di lidah saya. Mau nambah, tapi gengsi. Akhirnya saya mengisi waktu setelah makan dengan mengambil foto di area acara. Saat sedang khusuk jeprat jepret, tiba-tiba ada rombongan muda-mudi berselempang datang memasuki lokasi kami makan siang. Wah, putri Indonesia? Kok ada laki-lakinya? Saya memperhatikan baik-baik selempang salah satu dari mereka, “Putri Batik Nusantara 2014” begitulah yang tertulis di sana. Saya manggut-manggut, ooh, jadi mereka ini toh yang disebut-sebut Putra Putri Batik Nusantara.

Sekilas tentang mereka, Putra-Putri Batik Nusantara adalah ajang pemilihan muda-mudi yang nantinya akan menjadi duta batik Indonesia baik di kancah nasional maupun Internasional. Dibawah asuhan ibu Dyah Ayu Passa, mereka yang terpilih jelas memiliki pengetahuan dan ketrampilan lebih soal batik. Terlihat dari bagaimana cara mereka menyampaikan materi dan mengajari para undangan yang hadir dalam acara workshop membatik. Putra William, sebagai pemenang Persahabatan Putra Batik Nusantara 2014, lihai sekali menjelaskan tentang jenis-jenis batik, proses pembuatan hingga filosofi berbagai motif. Keren ya mereka? Masih muda tapi kecintaannya terhadap budaya Indonesia sudah sebegitu tinggi.

--

Selesai jamuan makan siang, acara yang ditunggu tiba. Pertunjukan Tari Batik yang dibawakan oleh 7 besar Putri Batik Nusantara 2014, membuka acara. Dilanjutkan dengan penjelasan tentang serba-serbi Batik oleh Putra William. Pada sesi ini, saya kebanyakan manggut-manggut. Berasa dari planet lain, saya baru tau dan paham filosofi-filosofi luar biasa dari aneka motif batik. Dijelaskan siang itu, salah satu motif Batik yang terkenal adalah Mega Mendung. Batik asal Cirebon Jawa Barat, yang memiliki motif awan, angkasa dan gradasi warna 7 lapis. Memiliki makna ketuhanan, manusia, jagat raya dan garis tanpa putus tentang hubungan antara ketiganya. Tak kalah indah motif Kawung, batik asli Solo berpola bunga Lotus, yang memaknai kesucian dan kesatuan. Sekalipun sering menggunakan batik, baru kali itu saya merasakan sensasi megahnya semesta Indonesia pada kain yang melekat di tubuh saya. Indah.

Saya membayangkan begitu banyak motif batik yang ada di Indonesia, berarti masih ada ratusan bentuk, pola dan filosofi lagi pada kain kebanggan Indonesia itu. Karenanya saya sedikit tertampar ketika Putra William, melanjutkan penjelasan ke proses pembuatan batik. Batik asli Indonesia hanya dibuat dengan 3 cara: tulis, cap dan kombinasi (tulis dan cap). Sedangkan yang banyak beredar di masyarakat adalah batik print. Batik yang dibuat oleh mesin cetak kain alih-alih industri busana masa kini agar bisa terbeli dan digunakan semua kalangan. Batik-batik asli yang ditulis oleh para pengrajin kalah pamor, jelas, karena harganya terpaut sangat jauh. Padahal batik-batik asli itulah yang sejak dulu dibuat dan diperlakukan dengan ‘caranya’. Pikiran saya langsung melayang ke ramainya batik berpola modern di masa ini, pola logo club sepak bola internasional salah satunya. Batik yang menurut saya aneh ini marak dikenakan setiap hari batik, 2 Oktober setiap tahunnya. Satu pertanyaan besar mengusik saya, benarkah kita menggunakan batik karena bangga? Atau jangan-jangan hanya tuntutan gaya dan aktualisasi (ceritanya) cinta budaya bangsa?

[caption id="attachment_339502" align="aligncenter" width="640" caption="Membuat Batik (dokumentasi pribadi)"]

1417622090431792197
1417622090431792197
[/caption]

Grace membuyarkan pikiran saya, tiba-tiba dia menyolek dan mengajak saya turut serta praktek membuat batik. Saya menolak, bukan karena tidak mau mencoba, tapi lebih kepada saya sudah pernah berkali-kali melakukannya dan itu cukup. Saya memilih menikmati acara praktek dengan memerhatikan orang-orang yang ikut langsung. Menyaksikan para direksi JNE dan kompasianer, tenggelam dalam proses menulis batik menggunakan canting dan malam. Beberapa orang yang praktek keningnya terlihat basah, karena seperti arti katanya, batik adalah amba dan tik, menulis titik. Proses yang sama sekali tidak mudah.

Lagi-lagi saya melayang, membayangkan pengrajin-pengrajin tua yang setia membuat batik sekalipun batik tulis atau cap nya sudah sangat kalah pamor dengan batik print. Membuat batik itu proses yang lama, susah, dan butuh kesabaran tingkat malaikat. Tapi banyak masyarakat menganggap hal tersebut remeh dan biasa. Batik murah bahkan bermotif ‘aneh’ menjadi pilihan. Seketika saya merasa kain yang saya pakai begitu agung.

[caption id="attachment_339503" align="aligncenter" width="640" caption="Praktek membuat batik (dokumentasi pribadi)"]

1417622206342154295
1417622206342154295
[/caption]

[caption id="attachment_339504" align="aligncenter" width="640" caption="Kompasianer praktek membuat batik (dokumentasi pribadi)"]

14176222691636676474
14176222691636676474
[/caption]

[caption id="attachment_339505" align="aligncenter" width="640" caption="Bapak Johari Zein belajar membuat batik bersama Putra William (dokumentasi pribadi)"]

14176223732042554933
14176223732042554933
[/caption]

Acara ditutup dengan penampilan tari Bali dan pemberian penghargaan kepada pembatik terbaik siang itu. Tak disangka, yang terpilih adalah batik buatan bapak Johari Zein (manager directing JNE), dan putrinya. Salut untuk keluarga ini, bukan saja mereka menggunakan batik tulis hari itu, tapi juga menyelam ke dalam indahnya proses pembuatan batik, yang baru pernah mereka coba.

[caption id="attachment_339506" align="aligncenter" width="640" caption="Bapak Johari Zein dan putrinya terpilih menjadi pembatik terbaik (dokumentasi pribadi)"]

1417622526596355020
1417622526596355020
[/caption]

Malamnya, mata saya dibuat basah oleh sebuah laskar dengan semangat kekeluargaan yang besar dan menggelegar. Penasaran? Tunggu cerita selanjutnya! ;)

--

Cerita sebelumnya:

#KompasianaBlogTrip (1): JNE, Membangun Budaya Manusia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun