Dari sini saya merasa sangat iba sekaligus aneh. Ibarat kata ini pertandingan tinju di atas ring. Ada yang meninju (dedek gemesh) dan ada yang ditinju (pramuniaga supermarket). Dan kita-kita ini hanya penonton yang dengan sok benar mengatakan yang meninju itu salah. Setelah ronde berakhir ada momen permohonan maaf bukan kepada yang ditinju, tapi meminta maaf kepada kita sebagai penonton.
Sangat aneh bukan? Yang dijatuhkan tissue sebagai dagangan minimarket, yang menata pun mereka. Terus kenapa yang dimintai maaf netizen julid nan maha benar ini? Sudah meminta maaf pun masih banyak netizen yang tidak menerima permintaan maaf tersebut.Â
Satu pertanyaan yang muncul dibenak saya adalah: netizen ini siapa? Tidak ikut menata tissue, tidak ikut membayar duren yang dijilat, malah diminta maaf masih nggak nerima. Kok seperti ibu bawang merah dalam drama berjudul bawang putih dan bawang merah ya perilakunya.
Mungkin perilaku yang sedemikian ini sangat menggelikan. Di saat kita tidak dirugikan sama sekali dan ada yang meminta maaf masih saja menjelek-jelekkan yang meminta maaf. Tradisi meminta maaf di depan kamera seperti ini agaknya lumrah, tapi akankah permohonan maaf tersebut menjadi tulus? Mungkin kita lebih baik mencari ketulusan yang kita rugikan dalam memohon maaf. Bukan meminta keikhlasan netizen yang maha agung dalam berperilaku.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI