Mohon tunggu...
Syarif Ahmad
Syarif Ahmad Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Mbojo

#PoliticalScience- #AnakDesa Penggembala Sapi, Kerbau dan Kuda! #PeminumKahawa☕️ *TAKDIR TAK BISA DIPESAN SEPERTI SECANGKIR KOPI*

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kedai Kopi dan Sejarah Peradaban Umat Manusia

17 Oktober 2018   16:15 Diperbarui: 17 Oktober 2018   16:20 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fatwa tentang larangan minum kopi, menurut McHugo yang dikutip dari BBC - bahwa upaya pelarangan terhadap minum kopi tersebut sempat terjadi di Mekah, Kairo dan Istanbul yang dilakukan oleh otoritas keaagamaan atas perintah penguasa. Melalui sebuah pembahasan tentang apakah efek kopi mirip dengan minuman beralkohol, dan beberapa orang mengatakan bahwa kopi memiliki kesamaan dengan sirkulasi kendi anggur, minuman terlarang dalam Islam. Pelarangan tersebut dikaitkan dengan keberadaan kedai-kedai kopi yang bersifat egalitarian telah memicu lahirnya pemikiran-pemikiran besar intelektual yang kritis atas kekuasaan-pemerintahan.

Rumah kopi atau kedai kopi telah menjadi institusi sosial baru yang mempertemukan berbagai lapisan masyarakat untuk berbicara, berdiskusi, mendengarkan puisi dan musik. Beberapa ahli berpendapat bahwa kedai kopi "bahkan lebih buruk daripada ruang anggur", dan pihak berwenang mencatat bagaimana tempat-tempat ini dapat dengan mudah menjadi sarang penghasutan. Secara historis, ada upaya pelarangan minum kopi gagal dilakukan, meskipun hukuman mati digunakan selama pemerintahan Murad IV (1623-1640). Para ulama, akhirnya mencapai konsensus yang masuk akal bahwa fatwa minum kopi diperbolehkan.

Keberadaan kedai kopi sebagai tempat menyeruput kopi, menjadi magnet yang mampu mempertemukan berbagai lapisan kelas masyarakat, sehingga tidak mengherankan di kedai kopi terjadinya sebuah proses transformasi pikiran, ide dan gagasan. Najib Mahfudz, menjadikan kedai kopi sebagai tempat untuk mencari ide dan alur cerita karya sastranya yang kemudian hari menjadi fakta-fakta sejarah peradaban manusia yang mampu menciptakan transformasi sosial masyarakat Mesir pada masa itu. Kedai Kopi bagi Mahfudz adalah miniatur masyarakat, karena di dalamnya masyarakat berkumpul dengan semangat egalitarianisme.

Pada masa itu, keberadaan kedai kopi menjadi semacam "hantu"  bagi penguasa yang anti kritik dan hendak melanggengkan kekuasaan. Kedai dan Kopi, yang pada mulanya berkaitan dengan pikiran mistis, berkembang dan menjadi tempat berbagai pikiran baik tentang kesusastraan, keagamaan, politik, sosial dan budaya. Bahkan di Mesir Kedai Kopi distigmatisasikan sebagai tempat yang mengganggu eksistensi sebuah kekuasaan pemerintah, sebagai akibat dari arus transformasi pikiran, ide dan gagasan yag ada di dalamnya. Dikutip dari Futaqi, bahwa kedai kopi Riche di Mesir adalah kedai kopi yang ditutup oleh pemerintah Anwar Sadat, karena dianggap sebagai tempat lahirnya seruan-seruan dari intelektual penikmat kopi, untuk mengkritisi Pemerintahan Anwar Sadat.

Keberadaan kedai kopi dalam kehidupan budaya masyarakat kekinian, terletak pada karakteristik inklusif, sehingga menjadi ruang interaksi sosial baru yang menyegarkan dan  mempertemukan berbagai individu-individu dengan pola yang terbebas dari kontrol lembaga sosial tradisional, negara dan masyarakat sipil. Kedai Kopi menjadi ruang yang komprehensif karena menjadi tempat yang netral dan terbebas dari sistem subordinasi, kekuasaan, dan kepentingan politik pragmatis. Suasana kedai kopi atau Warkop yang ideal, mampu melahirkan pikiran dan gagasan cemerlang dan menyentuh berbagai aspek kehidupan, dengan mengedepankan aroma egaliter dan rasa keterbukaan berpikir.

 #RumahKopi

#NgopiBiarSehat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun