Penderitaan akan menjadi derita jika penderita merasa menderita. Orang yang kerap menderita akan lebih kuat menghadapi penderitaan dibanding orang yang jauh dari penderitaan. Ibarat orang yang meminum kopi, mereka akan terbiasa menikmati pahitnya kopi, sehingga menjadi sebuah kenikmatan.
Orang-orang yang mencari hidup di jalanan. Sopir, tukang bakso, tukang cilok, tukang sempol, dan masih banyak lagi, adalah simbol-simbol orang yang menertawakan penderitaan. Mereka berkawan terik matahari. Mereka berbaju dingin dan air hujan. Mereka bercanda dengan malam dan kegelapan. Penderitaan adalah makanan sehari-hari. Saking kerapnya menderita, mereka lupa akan rasa dan warna penderitaan itu sendiri.Â
Mereka yang ada di jalanan bukan penggede yang terkadang sok paling gede. Mereka juga bukan pejabat yang terkadang menjilat. Dan mereka bukan ahli kampanye yang terkadang membualkan janji-janji. Mereka hanya sekumpulan orang biasa yang menjadi luar biasa karena terbiasa apa adanya.
Orang-orang yang mencari hidup di jalanan adalah simbol keramat bagi negara. Di tengah negara yang katanya telah merdeka, mereka tetap berjuang untuk kemerdekaan sendiri dan keluarga. Mereka adalah orang-orang yang kerap disisihkan, ditertibkan atas nama ketertiban dan keindahan sebuah tempat.
Peluh mereka adalah tamparan bagi para pemalas. Suara mereka adalah cambuk bagi para penikmat gengsi. Mata dan tatapan mereka adalah lukisan. Lukisan yang menggambarkan arti sebuah kehidupan. Lukisan yang bertinta perjuangan. Dan lukisan yang berlumur panjang makna manusia.
Lenangguar, Sumbawa, 28 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H