Baginya malam adalah ancaman. Ia bersembunyi di balik kelambu dengan rentang lamunan tak berujung. Nafasnya bagai ombak. Memburu kisah masa silam yang tergenang oleh lumpur hitam.
Lelaki itu adalah pemburu. Pemburu kesendirian dalam hutan lebat bernama kehidupan. Pemburu lemah dengan hati bercangkang telur. Pemburu yang selalu diburu oleh kesepian. Pemburu yang membawa anak panah namun tak berbusur.
Di balik kelambu angin berhembus memporak-porandakan angan. Lelaki itu terbanting dan dibanting-banting oleh angin. Raga bergerak dengan jiwa tak berisi. Kuda jantan perkasa yang hidup di tengah-tengah gurun pasir gersang. Kehausan di tengah danau. Kelaparan di lumbung padi. Kesepian di antara pekik keramaian. Apa yang dia cari, hanya angan yang mampu menjawab.
Sehelai rambut terbang menghinggapi, namun disapu oleh keraguan yang entah sampai kapan. Setitik air coba untuk membasahi, namun ditiup angin kerisauan yang merisaukan. Lelaki malam di balik kelambu. Nafasmu panjang namun linglung oleh terkaman kenyataan. Kau bagai seonggok besi tua nan perkasa. Tak terpakai dan hanya menancapkan sebatang kara.
Tawamu hanya makian. Senyummu hanya gurauan. Candamu hanya seutas tali pelepas kepenatan. Kau tetaplah lelaki yang tak bisa membela diri dari kodrat manusia. Kau hanyalah lelaki rapuh yang tak bisa membelah malam. Jiwamu kerdil. Ragamu dekil. Hidupmu penuh dengan kerikil-kerikil.
Filsafat Fiksi
Lenangguar, 25 Januari 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H