Ketika menjalankan kegiatan (sosial) kami membantu nasabahuntuk melakukan hal-hal yang dikuasakan kepada kami, tak jarang kami mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan.
Seperti misalnya, malah kami yang dikejar-kejar oleh pihak Bank. Maksudnya dihubungi terus melalui Handphone. Perlakuannya kadang bisa hampir sama dengan nasabah yang sebenarnya.Kadangjuga disuruh bantuuntuk membayar.
Hal itu bisa terjadi apabila misalnya tidak ada titik temu antara pihak bank dengan nasabah yang meminta kami untuk bernegosiasi dengan pihak bank tersebut, sementara identitas dan nomortelepon atau handphonekami telah mereka catat pada saat menghadap pihak bank.
***
Selain teror dari petugas bank seperti yang diceritakan tersebut, kami juga sering mendapat semacam teror (kalau bisa dibilang seperti itu, tepatnya mungkin semacam tekanan psikologis) dari penyedia jasa yang menjanjikan bisa bantu urus penyelesaian masalah nasabah dengan pihak Bank.
Seperti salah satu contohnya, ketika salah seorang rekan saya, yang entah bagaimana ceritanya, saatmendampingi nasabah melakukan penyetoran ke teller bank setelah terdapat kata sepakat tentang penyelesaian kewajibannya, ada yang menginterogasi rekan saya tersebut seperti menanyakan ijin dan semacamnya, bahkan mengeluarkan ancaman akan mengadukan ke pihak berwajib.
Sempat keder juga rekan saya tersebut ketika itu. Termasuk nasabah yang dibantu urus. Bahkanhampir terjadi pembatalan penyetoran. Untungnya pada saat itu mereka langsung melakukan komunikasi dengan saya, dan menuruti instruksi saya untuk tetap melakukan penyetoran, sehingga segala sesuatunya bisa berjalan sebagaimana mestinya. Penyetoran langsung dilakukan, lalu tak sampai sejam menunggu Surat Keterangan Lunas sudah ada ditangan nasabah tersebut.
Entah kemana jadinya oknum yang mencoba-coba melakukan gertak sambal tersebut. Sebab semenjak rekan saya itu memberi nomor hp saya untuk dihubungi, tapi tidak pernah menghubungi saya.
Padahal, pada umumnyajusteru karena tidak ada penyelesaiannya makanya nasabah-nasabah yang terlanjur menggunakan jasa mereka tersebut, mengalihkan permintaan bantuannya kepada kami. Meskipun mereka harus rela mengorbankanuang muka pengurusan yang terlanjur dibayarkan dari total biaya pengurusan yang dari berbagai sumber kami dengarrata-rata 10 % dari total total kewajiban nasabah, yang bahan acuannyadilihat dari biling terakhir.
Ada juga nasabahyangdibentak-bentak ketika mencoba membatalkan surat kuasa yang pernah dibuatkan, meski sudah dijelaskan alasan pertimbangannya yang semenjakdiberi kuasa tidak ada gambaran bisa selesai atau tidaknya. Termasuk menjawab kepastian kapan bisa selesainya apabila misalnya tetap menggunakan jasa mereka.Dilain pihak, pihak bank masih tetap menagih terus, demikian juga dengan pertumbuhan kewajiban yang semakin lama semakin menggunung.
***
Yang paling konyolnya adalah, mengenai perlakuan petugas bank yang menerima kami ketika menghadap mewakili Nasabah.
Seperti contohnya beberapa hari yang lalu. Ketika itu salah seorang rekan saya menjalankan kegiatan (sosialnya) seperti yang saya sebutkan tadi mewakili nasabah untuk melakukan pembicaraan dengan pihak bank untuk mencari solusi yang terbaik mengenai penyelesaian kewajibannya akibat kesulitan keuangan yang sedang dihadapinya.
Tapi apa lacur, yang didapat adalah hardikan dan bentakan dari petugas banknya.“Kamu siapa?”
“Pengacara Jalanan?”
“Harusnya saya tidak terima kamu”
Dan kata-kata membentak lainnya.
Entah apa yang dimaksud dengan pengacara jalanan itu. Padahal begitu jelas dalam Surat Kuasa disebutkan pekerjaannya sebagai Mahasiswa. Memang benar rekan saya yang saya suruh menggantikan saya tersebut karena saya berhalangan, masih berstatus Mahasiswa. Dan tak secuilpun ada terdapat symbol atau profil yang menyangkut professi Pengacara yang ditunjukkan oleh rekan saya tersebut.
Sudah itu, sudah jelas tertulis maksud dan tujuan pemberiankuasa kepada penerima kuasa, demikian juga dengan informasi domisili yang jauh dari Jakarta, masih tega menyakan“Kenapa Nasabahnyatidak datang sendiri?”
Petugas Bank tersebut berinisial J berkantor di salah satu Plaza Tower dibilangan Jl. MH Thamrin Jakarta Pusat.
***
Mengenai oknum yang mencoba melakukan gertak sambal tadi, hanya untuk sharing saja. Karena saya tak habis pikir, kenapa masih ada yang tega mengutip uang dari nasabah yang sedang dilanda kesulitan keuangan. Padahal justeru karena kesulitan keuangan itulah mereka menjadi bermasalah dengan bank. Apalagi yang dikutip itu bisalumayan besar. Antara 5 sampai 10 jutaan.
Nasabah memang bisa tergiur. Kalau hanya dengan uang sebesar itu, bisa menyelesaikan total kewajibannya yang jauh lebih besar kenapa tidak dilakukan?
Celakanya, dari beberapa contoh kasus yang saya amati, tidak pernah ada semacam sanksi kepada penyedia jasa tersebut, apabila misalnya ternyata hasilnya tidak sesuai harapan, termasukpula misalnya batas waktu penyelesaiannya sampai kapan.
Enak benar ya? Sudah terima uang tapi tidak ada sanski apapun, apabila ternyata target yang diinginkan nasabah tidak ada hasilnya.
Oleh karena itulah mungkin mereka tetap tenang-tenang saja, hanya cukup memberi harapan,harapan dan harapan, mencoba menyalah-nyalahkan pihak bank, sementara hasil yang diinginkan nasabah NIHIL.
Lalu mengenai model petugas bankberinisial J yang berkantor dibilangan Jl. MH Thamrin Jakarta Pusat yang saya sebutkan tadi. Saya hanya bisa sedih melihat petugas model seperti itu. Bukannya menyambut baik masih ada yang bersedia menjembatani komunikasi antara kedua belah pihak.
Asal tau saja. Banyak nasabah (khususnya yang sedang mengalami kesulitan keuangan lalu pembayaran kewajibannya menjadi tersendat)yang akhirnya enggan datang ke bank karena mereka sudah tau hanya akan menjadi pesakitan yang akan dibentak-bentak oleh petugas Bank. Kalau akhirnya bisa mengakomodir permintaan nasabah masih bisa diterima. Tatapi rata-rata tetap memaksakan kehendak mereka. Jadi untuk apa datang? Apalagi rata-rata sebelumnya mereka sudah diberlakukan sebagai sampah melalui telepon.
Lalu, kalau mereka merasa masih tetap punya itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya, dan mencoba mengutus perwakilannya untuk melakukan perundingan. Kenapa lagi harus dibentak-bentak?
Asal tau lagi juga, dengan cara-caraseperti itubukannya menyelesaikan persoalan. Malahakan membuat nasabah itu menjadi berontak.
Sebenarnya, yang saya sedihkanbukan hanya itu. Dari tata cara dan perlakukannya kepada rekan saya tersebut dapat diindikasikan ketidak mengertiannya mengenai Peraturan Bank Indonesiayang terkait dengan Kuasa/Perwakilan Nasabah.
Katakanlah di dua Peraturan Bank IndonesiaPeraturan Bank Indoensia No.: 7/7/PBI/2005 TentangPenyelesaian Pengaduan Nasabah dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/5/PBI/2006Tentang Mediasi Perbankan.
Pada Bab I ayat 3 di kedua peraturan tersebut jelas disebutkan :
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Dst.
2. Dst.
3.Perwakilan Nasabah adalah perseorangan, lembaga dan atau badan hukum yang bertindak untuk dan atas nama Nasabah dengan berdasarkan surat kuasa khusus dari Nasabah
Artinya bahwa PerwakilanNasabah itu ada. Bisa perorangan, lembaga atau badan hukum.
Mungkin sebelum mengeluarkan Peraturan ini Bank Indonesia telah mengantisipasi apabila ada nasabah yang menginginkan menunjuk perwakilannya untuk berhubungan dengan pihak bank untuk membicarakan hal-hal yang sesuai dengan yang dituangkan dalam surat kuasa. Karena bisa saja misalnya nasabahnya sibuk. Domisili relatif jauh denganBank yang dituju. Tidak terlalu mengerti dengan hitung-hitungan Bank. Trauma dengan Petugas atau debt collector Bank. Dan yang lainnya-lainnyayang membuat nasabah lebih memilih untuk menunjuk perwakilannya daripada datang sendiri ke bank.
Jadi menurut saya sangat memalukan apabila ada petugas bank menanyakan apalagi dengan nada membentak “Kamu siapa?” “Pengacara jalanan?” “Harusnya saya tidak terima kamu” seperti yang disebutkan tadi.
Timbul pertanyaan. Apakah cara-cara seperti itu merupakan kebijakan management di Bank tersebut? Atau pihak managemen tidak melakukan sosialisasi Peraturan-peraturan Bank Indonesia khususnya yang menyinggung soal posisi Kuasa/PerwakilanNasabah?
Kalau itu yang terjadi, berarti merupakan pelanggaran atau paling tidak pengabaian terhadap Peraturan Bank Indonesia. Bank Indonesia perlu menginvestigasi managemen bank yang seperti itu.
Dengan Bank Indonesia sendiri, kadang adakalanya kami tiap hari datang kesana untuk mengurus kepentingan nasabah untuk melakukan BI Checking untuk dan atas nama nasabah misalnya, sampai sejauh ini tidak pernah ada masalah. Malah selalu melayani kami dengan baik.
***
Seperti yang saya bilang tadi, tulisan ini hanya untuk sharing saja. Sharing mengenai suka duka menjalankan kegiatan (sosial) kami dalam membantu nasabah menyelesaikan masalahnya.
Tidak ada tendensi apa-apa. Hal yang dapat dilihat dari tidak dicantumkannya nama lengkap petugas yang bersangkutan, demikian juga dengan nama Banknya.
Hanya mungkin, mengenai Perwakilan Nasabah itu. Supaya yang belum mengetahui bisa mengetahui.
Termasuk juga mengenai penggunaanpenyedia jasa yangmengaku-ngaku bisa membantu menyelesaikanmasalahnya dengan bank. Supaya dalam membuat perjanjian, tetapkan batas waktu. Demikian juga dengansanksi apabila ternyata hasilnya tidak sesuai harapan. Kalau ada yang berani tidak menerima pembayaran dulu sebelum ada hasilnya, lebih baik memilih yang seperti itu. Tapi kalau sudah berupaya meminta pembayaran dulu sebelum ada hasilnya, sepertinya itu meragukan. Lebih baik jangan diteruskan.
***
Link terkait :
http://bicheking1.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H