Mohon tunggu...
Ina Widyaningsih
Ina Widyaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Staf TU SMPN 3 Pasawahan

Penyair Pinggiran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Hilda dan Mahesa

8 April 2021   21:12 Diperbarui: 8 April 2021   21:24 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hilda menghela napas panjang setelah lelaki yang ditolongnya itu sadar dari pingsannya. 

"Syukurlah, akhirnya kau sadar juga." Ujar Hilda sambil tersenyum.

"Siapakah kau? Ada di mana aku sekarang?" Tanya lelaki itu pada Hilda.

Hilda pun menceritakan apa yang sudah terjadi pada lelaki itu hingga dibawa ke rumahnya. Dengan serius lelaki itu mendengarkan Hilda bercerita.

"Terima kasih, Hilda. Namaku Mahesa, senang bisa bertemu seorang perempuan baik seperti dirimu." Lelaki itupun akhirnya menimpali Hilda yang telah selesai bercerita.

"Jangan kau sungkan, Mahes. Anggap saja aku ini temanmu." Begitu jawab Hilda.

"Baiklah, mulai sekarang kita berteman." Jawab Mahesa sambil mengajak Hilda berjabat tangan.

Entah mengapa, Hilda merasa percaya jika lelaki di hadapannya adalah seseorang yang baik dan dapat dipercaya. Ia hanya berkeinginan jika pertemanan ini akan berbuah baik bagi keduanya.

Setelah kejadian itu mereka pun kian lama kian akrab saja seperti sepasang sahabat yang sudah lama tak bersua. Mahesa yang kemudian menceritakan keadaan sebenarnya mengapa ia mabuk pada saat itu. Karena memang Mahesa tengah frustasi dengan keadaan kedua orang tuanya yang bercerai dan itu membuatnya lari dari kegelisahan dengan menjadi pemabuk. Karena Mahesa bisa melupakan keadaan rumah dan keluarganya yang setiap hari hanya dipenuhi dengan ketidaknyamanan.

Ayah Mahesa yang selingkuh telah membuat ibunya sakit-sakitan. Kian hari keadaan rumah menjadi jauh dari ketenangan, karena ibunya tak ingin dimadu seringkali menangis ketika ayah Mahesa pulang ke rumah membawa istri barunya. Mahesa yang memang hanya anak tunggal tak bisa sedikit pun berbuat apa-apa selain menghibur ibunya yang sakit hati oleh ayahnya.

Hingga akhirnya ibu Mahesa meninggal dunia, ia sangat terpukul dan sakit hati pada ayahnya. Mahesa pergi dari rumah dan tinggal di jalanan hingga harus bekerja menjadi pengamen demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Mahesa memang memiliki suara yang merdu jika bernyanyi dan itu telah membuatnya bertemu dengan seorang pemilik kafe namanya Pak Zain. 

Sejak itulah Mahesa menjadi penyanyi kafe dan tinggal di rumah kontrakan belakang kafe tersebut. Namun dalam hati Mahesa tak pernah melupakan apa yang telah terjadi dengan ibunya. Ia sangat membenci ayahnya yang  telah berselingkuh hingga menikah lagi dan menyakiti hati ibunya. Dalam benaknya tumbuh kebencian yang sangat hingga sering membuatnya gelisah dan akhirnya lari pada minuman keras sebagai temannya.

Sepulang dari kafe, ia akan terus minum hingga mabuk dan tertidur pulas sampai pagi. Begitulah hari-harinya dilalui Mahesa dengan penuh kebencian dan kegelisahan. Hingga suatu hari Mahesa menemukan seekor kucing yang tertabrak mobil di tengah jalan. 

Mahesa yang sedang mabuk dan tidak sadar itu, masih bisa mengingat kejadian malam itu. Ketika kucing yang mati tersebut melayang ke arahnya dan seperti masuk ke dalam tubuh Mahesa. Kejadian aneh yang hanya Mahesa saja yang mengetahuinya. Setelah itu Mahesa pun ambruk di pinggir jalan karena mabuknya.

Keesokan harinya saat ia tersadar sudah berada di rumah kontrakannya karena ditemukan oleh Pak Zain yang akan membuka kafe. Saat Mahesa terbangun ada yang lain dirasakan dengan matanya, pandangannya seperti bisa menembus waktu yang akan datang ketika orang yang di hadapannya bersitatap langsung dengan dirinya. Sungguh aneh! Dan itu adalah sebuah takdir yang harus diterimanya.

Seperti saat itu Pak Zain yang sedang berbicara kepadanya, Mahesa melihat jika beliau ini akan menemukan kesedihan yang membuatnya menangis karena kehilangan. Mahesa tak mengatakan tentang penglihatannya itu kepada siapapun. Dan suatu hari Pak Zain menelpon dirinya dan memberi kabar jika istrinya meninggal dunia bersama bayi mereka saat sedang melahirkan. 

Pak Zain sangat kehilangan dan bersedih dengan apa yang telah terjadi padanya. Mahesa pun kembali teringat dengan apa yang dilihatnya, begitulah akhirnya Mahesa sadar akan apa yang sebenarnya telah terjadi. Ia kini menjadi seseorang yang bisa menerawang jelas keadaan seseorang yang berhadapan langsung dengannya. Namun Mahesa tak bisa menceritakan semua itu pada siapapun, ia hanya memendam semuanya hingga merasa kepalanya mau pecah. Dan itu tak mampu dikendalikannya.

Lalu terjadilah kejadian itu, ia mabuk dan berniat untuk bunuh diri. Namun Tuhan berkata lain karena mengirimkan Hilda untuk menyelamatkan hidupnya. Begitulah awal mula pertemuannya dengan Hilda yang kini telah menjadi sahabat dekatnya.

Hilda dan Mahesa, sepasang anak muda luar biasa dengan kedua matanya. Mereka saling berbagi cerita dan bertukar pengalaman untuk berbuat kebaikan demi orang-orang yang sangat membutuhkan pertolongan. Mahesa pun kini telah meninggalkan kebiasaan mabuknya dan fokus bekerja sebagai penyanyi kafe.

Waktu pun terus berlalu, Hilda dan Mahesa kian nyaman dengan kedekatan mereka. Akhirnya mereka berikrar untuk saling menjaga dan mengasihi satu sama lain. Mereka berjanji untuk saling setia. Hingga di suatu hari Mahesa tiba-tiba saja mengatakan sesuatu hal yang membuat Hilda sangat gelisah.

"Kau akan segera menemukan pasangan hidupmu, Nda." Ujar Mahesa kepada Hilda dengan panggilan sayangnya.

"Apa maksudmu, Sa? Bukankah kita akan menikah?" Tanya Hilda dengan sedikit kesal.

"Aku tahu dengan janji kita yang akan menikah. Tapi penglihatanku tentangmu begitu dekat sekali, Nda. Sementara aku belum siap apa-apa untuk menikahimu." Jawab Mahesa dengan perasaan berat.

"Aku tak ingin kau ingkar janji, Sa. Aku sangat menyayangimu, aku tak ingin kehilanganmu." Ujar Hilda seperti memohon pada Mahesa.

"Aku janji, Nda. Aku akan selalu berusaha untuk menepati janjiku menikahimu, semoga Tuhan memberi jalan." Mahesa meyakinkan Hilda.

Kegelisahan Hilda itu terkadang masih menghantui pikirannya. Namun ia percaya jika Mahesa takkan mengingkari janjinya. Mereka akan menikah suatu hari nanti.

Hari berganti hari, rasa sayang mereka kian tumbuh bersemi menghias indah di perjalanan kisah kasih mereka. Keduanya menikmati kebersamaan dalam ikatan kasih sayang yang tulus. Saling menitipkan diri dengan sebuah janji suci. Berharap cinta mereka akan abadi, Hilda dan Mahesa sepanjang usia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun