Mohon tunggu...
Puji Wahono
Puji Wahono Mohon Tunggu... profesional -

Creativepreneur: \r\nBusiness Policy and Political Economy

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Kreatif dalam KIB II: Binatang Apa Itu?

21 Oktober 2011   10:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:40 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Puji Wahono

Dalam reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa hari lalu mengubah dibumbui perubahan dua nama kementerian yang ada. Pertama Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) diubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan satu lagi Kementerian Pariwisata diubah menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Mari E Pangestu yang sejak 2004 menjabat sebagai Menteri Perdagangan melalui reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu jilid II ini mendapat tugas baru mengembangkan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Banyak diantara masyarakat yang menanyakan apa itu ekonomi kreatif?

Fenomena ekonomi kreatif sebenarnya telah muncul dan mendapat perhatian luas di berbagai negara beberapa tahun belakang ini, baik di negara-negara maju maupun negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat perhatian serius terhadap ekonomi kreatif sudah dimulai sejak pertengahan 1990-an, ketika karya cipta negara adidaya itu mampu menyumbangkan 60,18 miliar Dolar AS (sekitar 600 triliun rupiah) dalam penjualan ekspornya. Jumlah tersebut bahkan telah melampaui nilai sumbangan ekspor produk-produk konvensional, seperti produk otomotif, pertanian, dan pesawat yang merupakan karakteristik utama ekspor negara-negara industri maju ketika itu (Howkins, 2001).

Sebagai fenomena yang baru, istilah ekonomi kreatif ini sendiri memang masih terasa asing di telinga sebagian besar orang, tidak terkecuali masyarakat kita. Meskipun demikian sebenarnya kalau istilah kreatifitas (creativity) dan istilah ilmu ekonomi (economics) itu sendiri, tentu saja tidak asing lagi bagi kita semua. Istilah tersebut telah lama dikenal secara luas dalam masyarakat di seantero dunia. Akan tetapi perpaduan dari kedua istilah tersebut menjadi satu tentu sesuatu yang dirasakan baru, sebagaimana penggabungan ekonomi dan politik. Karena itu pula penggabungan antara kreativitas dan ilmu ekonomi secara dengan baik dalam rangka untuk penciptaan nilai (value creation) dan sekaligus kekayaan, itu memang merupakan suatu hal yang masih relatif baru (Marta-Christina Suciu, 2004), apalagi di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Sementara itu laju perkembangan ekonomi kreatif yang sangata pesat tersebut juga tidak lepas dari adanya perkembangan dan pergeseran orientasi ekonomi dunia yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini. Globalisasi memberikan andil besar dalam perkembangan ekonomi kreatif tersebut. Sebagaimana diketahui, kegiatan ekonomi umat manusia selama ini melewati sejumlah tahapan perkembangan penting dan dimulai dari ekonomi yang paling subsisten. Pada perkembangan yang paling awal, kegiatan ekonomi masyarakat lebih banyak di sektor pertanian. Mereka secara sederhana mengusahakan alam disekitar dengan bercocok tanam dan berladang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Selanjutnya seiring dengan berkembangnya masyarakat dan mulai adanya berbagai temuan teknologi, aktivitas ekonomi masyarakat kemudian berubah ke dalam ekonomi industri. Berbagai temuan di bidang tekonologi informasi yang demikian revolusioner kemudian mengubah pola kegiatan ekonomi masyarakat menjadi ekonomi berbasis informasi, siapa yang menguasai informasi akan menguasai pasar (market). Don Tapscott (1996) menggambarkannya ekonomi informasi tersebut dalam bukunya the digital economy yang dibarengi dengan berkembangnya ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge economy). Perkembangan lebih lanjut dari itu yakni pada gelombang keempat inilah yang kegiatan ekonomi masyarakat lebih banyak berada pada industri kreatif atau ekonomi kreatif, seperti disebut John Howkins (2001).

Dalam ekonomi baru ini atau ekonomi kreatif tersebut, kreatifitas yakni ide, gagasan, dan informasi, serta pengetahuan menjadi sumber utama pemicu dari pertumbuhan ekonomi. Ketika berbagai temuan bidang teknologi informasi terjadi pada 1990-an, terjadi perubahan secara signifikan dalam aktivitas ekonomi ketika itu dimana metode transaksi ekonomi mengalami perubahan secara signifikan dengan maraknya perusahaan dot com dan yang menggunakan nama depan huruf ‘e’. Karena itu Tapscott (1996) menyebut era ini sebagai era ekonomi baru (the new economy), yakni ekonomi digital, karena semua berubah menjadi digital. Dalam kondisi demikian pengetahuan menjadi sumber utama daya saing organisasi atau perusahaan, sehingga berbagai gagasan tentang produk, dan penerapan gagasan itu ke dalam sebuah produk, menjadi aktivitas ekonomi dan perusahaan sehari-hari. Produsen maupun konsumen menjadikan gagasan ini sebagai faktor terpenting dalam menciptakan kekayaan atau kesejahteraan.

Sejalan dengan perubahan pola aktivitas dan sumber pertumbuhan ekonomi tersebut, aset terpenting dari sebuah organisasi atau perusahaan juga mengalami perubahan pula. Aset fisik seperti pabrik, tanah, mesin, atau uang tunai, yang ketika itu menjadi aset dan ukuran kekayaan sebuah perusahaan seperti yang selama itu dicatat dalam pembukuan atau akuntansi perusahaan, tidak lagi menjadi yang diagung-agungkan dalam organisasi atau perusahaan. Sebaliknya modal yang non-fisik yang berupa kreatifitas, intelektual, dan pengetahuan, yakni aset yang melekat pada diri setiap individu anggota organisasi dan bersifat intangible justru menjadi sumber daya utama organisasi atau perusahaan atau Thomas A. Stewart (1997) menyebutnya sebagai modal intelektual. Tentu Stewart tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa modal intelektual itu adalah sekelompok ilmuwan yang berkerja dalam laboratorium terkunci, tetapi yang dimaksud adalah semua pengetahuan yang dimiliki dan diberikan oleh individu anggota organisasi yang kemudian diolah menjadi keunggulan berkompetisi.

Kecenderungan perubahan aktivitas perekonomian sebagaimana dijelaskan di atas sejalan dengan pendapat guru manajemen Peter F. Drucker (1993) yang mengatakan ….the basic economic resources the means of production, to use the economist’s term is no longer capital, nor natural resources . . . . . nor labor. It is and will be knowledge. Jelas bahwa knowledge yang dalam terjemahan bahasa Indonesianya disebut pengetahuan (meski sebenarnya tidak ada kata yang pas untuk itu) dikatakan oleh Charles M. Savage (1996) telah mengubah pula perisai atau pelindung perusahaan dari yang sangat konvensional yakni berupa produk dan jasa, menjadi proses, selanjutnya prinsip-prinsip pengorganisasian, kemudian pemasok dan konsumen, serta kini nilai-nilai dan kultur organisasi atau perusahaan.

Lantas kemudian bagaimana keterkaitan pengetahuan sebagaimana dikatakan Peter F. Drucker tersebut dengan kreatifitas? Inilah yang dijelaskan John Hawkins dalam bukunya The Creative Economy: How People Make Money from Idea (2001), dan juga kemudian Richard Florida (2002): The Rise of the Creative Class yang mengatakan bahwa kreatifitas, merupakan kreasi manfaat dan bentuk nyata dari pengetahuan. Ia menjadi sumber pendorong utama bagi suatu perekonomian. Pengetahuan dan informasi adalah alat, sekaligus material dari kreatifitas. Sedangkan inovasi baik dalam bentuk artefak teknologi baru, model, atau metode bisnis baru, adalah produknya. Inilah mengapa kemudian ekonomi dan industri kreatif menjadi perhatian di berbagai negara dan terutama negara-negara industri maju.

Lebih lanjut Ooi Can Seng (2006) menyatakan bahwa dalam era pengetahuan tersebut, keberhasilan perusahaan atau organisasi serta ekonomi sangat tergantung pada sejauhmana kemampuannya menyerap, memperoses, dan mensintesakan pengetahuan melalui inovasi secara terus-menerus. Kreativitas dengan demikian akan menjadi inti dari aktivitas kegiatan ekonomi, karena merupakan faktor terpenting dari kemampuan kompetisi suatau negara. Begitu pula dengan kesejahteraan yang terjadi di negara-negara maju tidak lagi tergantung pada kemampuan mereka untuk membuat atau memproduksi barang-barang atau suatu produk, akan tetapi lebih pada kemampuannya menghasilkan ide-ide yang dapat dijual. Dengan demikian originalitas, keunikan, kekhasan, dan juga kewirausahaan menjadi sangat penting.

Perkembangan ekonomi dan berbagai temuan teknologi informasi yang spektakular akhir-akhir ini juga semakin mendorong pesatnya perkembangan ekonomi kreatif khususnya di negara-negara maju. Hal itu dapat kita lihat pula dari besarnya perhatian dan sekaligus dukungan pemerintah di negara-negara maju tersebut dalam rangka menciptakan kondisi yang kondusif bagi berkembangnya ekonomi kreatif. Kerja keras, keseriusan, dan juga komitmen pemerintah dan masyarakat di negara-negara industri maju tersebut telah mampu mendongkrak secara signifikan kapitalisasi industri kreatif di negara-negara maju tersebut. Lantas bagaimana perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia dan peluangnya sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat banyak?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun