Aku pernah. Kata orang, aku wanita yang mempesona. Namun, aku ingin membunuh diriku sendiri. Aku yang tidak punya rasa. Aku yang angkuh.
Ada seseorang yang menyatakan segala rasanya padaku. Aku hanya terdiam. Bahkan aku mengacuhkannya. Aku punya pacar. Aku tidak mau mengkhianati ikatan ini. Sudah terlampau lama aku menjaganya. Namun, seseorang itu terlalu baik untuk disakiti. Seseorang yang memberikan segala bentuk perhatian dan pengertiannya tanpa lelah. Seperti matahari yang menyinari bumi. Tak pernah berhenti untuk menyinari, walau diacuhkan. Aku terlalu manja. Aku yang selalu minta perhatian tanpa dapat membalas. Aku tidak berkhianat pada ikatan tetapi aku berkhianat pada rasa.
Waktu berlalu. Ikatan yang selama ini aku jaga ternyata hanya ikatan biasa. Tanpa rasa. Kaku. Ada hal kecil yang tak terlihat. Seseorang itu selalu membuat aku tertawa, membuat aku kembali semangat, membuat aku menjadi diri aku, tanpa aku menyuruhnya untuk berbuat itu padaku. Aku terkadang merasa bahwa aku sulit dimengerti olehnya. Aku terkadang menganggap dia tidak mengerti sama sekali tentang diriku, karena aku sendiri mungkin tidak tahu siapa diriku. Aku hanya sering bilang padanya, “Kamu tidak akan pernah mengerti aku, kamu hanya mengikuti nafsumu untuk menyukaiku.” Dia hanya menjawab “Mungkin.”
Suatu hari, aku lihat dia bersama wanita lain. Aku menangis karena aku merasa dia tidak serius padaku. Aku terlalu dalam untuk memasuki rasa ini. Aku benci dia. Aku mengacuhkan segala permohonan maafnya. Menolak semua ajakan untuk bertemu. Menolak semua penjelasannya. Yang ku ingat dia hanya bilang “itu teman ceritaku.” Aku tetap dingin. Hingga ia memberikan surat yang digenggamku saat ini. Surat yang berumur satu bulan.
-buat kamu yang disana-
Aku selalu berusaha untuk menjadikan semuanya seimbang. Menjadi sayap untuk membantumu terbang.
Aku selalu berusaha untuk memberikan sesuatu yang manis dikala kepahitan menghampirimu.
Aku selalu berusaha untuk menjadi alas saat kamu berpijak.
Aku selalu berusaha menarik garis tawamu yang tak pernah terukir.
Aku hanya ingin kamu bahagia.
Pernah membayangkan surga dengan segala keindahannya?
Apapun yang disebutkan orang mulai dari bidadari cantik sampai mengambil buah dengan mudah, tetap saja kita tidak akan pernah menembus kejutan yang akan Tuhan berikan. Ilmu apapun tidak akan dapat mencapai ilmu rencana Tuhan. Aku hanya berusaha semoga rencana Tuhan saat ini adalah mendekatkan dirimu padaku. Membuat kamu dapat mengerti arti semua rasa yang kuberikan. Membuat kamu untuk tetap bahagia.
Mungkin 2 hari lalu aku bersama wanita lain, tahukah kamu? Aku belajar dari dia arti mencinta wanita. Dia adalah adikku. Dia mengajarkan bahwa wanita untuk dimengerti, wanita haus akan kasih sayang dan perhatian, wanita yang perasa. Aku belajar semua dari adikku.
Maafkan untuk semua rasa yang telah mengganggu. Aku hanya ingin jujur pada rasa yang kualami.
Terima kasih telah menjadi sumber kekuatan untuk diri yang tak kuasa tanpa senyummu.
-seseorang yang ingin kamu selalu bahagia-
Kini aku hanya menyesali ‘ketangguhan’ yang aku perlihatkan padanya. Padahal aku berdiri lemah disini. Aku membohongi rasa yang seharusnya aku tangisi, bukan rasa yang aku angkuhi. Ego ini terlalu membuncah untuk membecinya. Aku yang sulit dimengerti, karena untuk memengerti diri sendiri pun aku telalu angkuh, apalagi mengerti rasa itu.
Dengan segala air mata yang terbuang percuma atas keegoanku, aku hanya dapat berdoa untuk dia. Semoga kini dia dapat menemukan bidadari di dalam istananya yang megah di tempat yang orang bilang surga. Semoga dia tetap dapat membuat aku tersenyum dari sana. Kini aku hanya bisa berandai-andai. Seandainya dia masih disini. Aku ingin membalas apa yang dia berikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H