wikipedia.com
Memang asyik kalau punya Ibu yang menjadi saksi banyak peristiwa bersejarah di negeri ini. Ibuku berusia 76 tahun, dan mengalami kehidupan di enam masa yangberbeda. Masa penjajahan Belanda, pendudukan bala tentara Jepang, masa agresi militer Belanda, masa orla, masa orba, dan hingga kini masa reformasi. Meski sudah sepuh tapi ibu saya tidak pikun. Ingatannya masih jernih, terutama ingatan tentang masa mudanya.
Saya kan ibu guru yang mengajar sejarah untuk kelas XII di sekolah. Kadang saya bertanya pada ibu saya tentang suatu peristiwa sejarah tertentu. Sebagai jawabannya Ibu akan menjelaskan dengan detail, dari sudut pandang dirinya sebagai rakyat kecil yang jujur dan apa adanya, tanpa dipengaruhi oleh isme politik tertentu. Â Dari penuturan ibuku itu, saya mendapat banyak sekali sudut pandang yang berbeda namun sangat menarik, yang tidak saya temui dalam buku-buku referensi sejarah yang digunakan di sekolah. Ini salah satu contohnya. Ceritanya bikin malu bangsa Indonesia lho, meski menurut saya sih lumayan menarik.
Awal kisah ...
Ibu saya suka menggoda-goda anak atau cucu-cucunya yang bergaya dengan kaca mata hitam , dengan kalimat, " wah gaya banget, Â kaya Markonah ". Mendengar itu mulanya saya tak acuh saja. Saya menganggapnya sebagai guyonan biasa. Tetapi. Setelah beberapa kali mendengar itu, akhirnya saya bertanya pada ibu, siapa itu Markonah. Dan inilah cerita beliau yang presisi dengan kisah Markonah yang saya dapatkan dari hasil Googling.
Akhir tahun 50-an. Pemerintah Kerajaan Belanda masih belum juga menyerahkan Irian Barat seperti yang telah dijanjikan dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada 1949. Bung Karno jadi geram dengan kebijakan Belanda yang selalu mengulur-ulur waktu itu. Tak pelak lagi, pada 1961 kesabaran Sang Putra Fajar telah habis. Ia pun menabuh genderang perang melawan mantan penjajah, dengan mengobarkan komando "Trikora" . Ini adalah operasi tempur yang lebih dikenal dengan operasi pembebasan Irian Barat.
Demi mensukseskan perjuangan tersebut, Bung Karno membutuhkan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu sebagaimana galibnya gaya bung Karno, prograndapun disebar ke seluruh pelosok tanah air, bahkan beliau sendiripun sampai blusukan ke daerah-daerah untuk berpidato dan bertemu langsung dengan rakyatnya.
Kedatangan Ratu Markonah dan Raja  Idroes, penguasa suku Anak Dalam Syahdan di tengah menghangatnya suhu politik di dalam negeri, dan gelora di dada para pemuda yang sudah tak sabar ingin segera terjun ke medan laga menghajar musuh bebuyutan, beberapa daerah di Indonesia digemparkan dengan kedatang sepasang ratu dan raja yang mengaku sebagai pemimpin tertinggi suku anak dalam dari rimba belantara Jambi. Ratu dan raja itu bermaksud berkeliling Indonesia untuk melihat-lihat daerah di luar wilayah kekuasaan mereka. Para pejabat di daerah -daerah yang mereka sambangi, dibuat blingsatan tak keruan dengan kunjungan mendadak ini. Sambutan penuh kebesaranpun dilaksanakan dengan secepat kilat demi menghormati saudara yang selama ini terisolasi secara budaya dari saudara-saudaranya yang lain di tanah air Indonesia.
Di Ibu kota sendiri, ( menurut Sejarawan Universitas Indonesia - Anhar Gonggong ) tak ada hujan tak ada angin, tiba-tiba salah seorang pejabat setempat tergopoh-gopoh menemui Bang Karno dan mengabarkan bahwa telah tiba di Jakarta ratu dan raja penguasa suku Anak Dalam dan ingin bertemu dengan bung Karno.
Tak menunggu lebih lama lagi, Bung Karnopun segera memerintahkan penyambutan besar-besaran bagi tamu agung yang datang dari jauh. Â Hotel berbintang, restoran mewah, dan wisata ke pulau Dewata pun telah disiapkan, demi mengajuk hati sang ratu dan raja yang terhormat, dengan harapan agar seluruh suku Anak Dalam turut mendukung sepenuhnya perjuangan Trikora.
Dan inilah Ratu Markonah dan Raja Idroes yang ditunggu-tunngu itu. Menurut ibu saya, yang ketika itu tinggal di Jakarta dan turut bersama penduduk Jakarta menonton kedatangan pasangan ratu dan raja itu dari pinggir jalan, Ratu Markonah dan Raja Idroes berdandan sangat mewah dan berpenampilan sangat meyakinkan. Ratu Markonah mengenakan kaca mata hitam yang tak pernah dilepasnya. Konon kaca mata ini untuk menutupi luka (cacat ?) pada salah satu bola matanya. Tapi, masih menurut ibu saya, (dan ibu-ibu yang ketika itu turut menontonpun berpendapat sama) meski berpenampilan mewah, tapi herannya mereka itu kesannya kampungan banget alias norak abis. Entah apa yang menyebabkan kesan itu, pokoknya norak saja.
Ternyata mereka adalah Ratu dan Raja Palsu