PLN untuk ikut berkontribusi dalam menggunakan energi yang ramah lingkungan terus dilakukan. Bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) terus ditingkatkan. Menurut target sebelum merebaknya pandemi Covid-19, pada 2025 bauran EBT direncanakan mencapai 23 persen. Target itu kemungkinan akan dikaji ulang, sebab konsumsi listrik mengalami penurunan karena pandemi Covid-19.
UpayaNamun niat untuk meningkatkan bauran EBT dilakukan dengan sungguh-sungguh. Salah satu upaya itu misalnya, PLN mendukung penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap. Padahal PLTS semacam ini digunakan secara mandiri. Itu artinya, mereka tidak bergantung sepenuhnya pada PLN lagi. Atau dengan kata lain, PLTS atap itu berpotensi mengurangi pemasukan PLN.
Namun itikad baik untuk mendukung bauran EBT sungguh-sungguh dilakukan oleh PLN. Kepentingan untuk menggalakkan energi yang lebih ramah lingkungan menjadi prioritas utama. Risiko untuk kehilangan pemasukan itu dilakukan demi masa depan yang lebih baik. Hal itu sejalan dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan bauran EBT.
Sebagai informasi, dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan, per Juni 2020 kapasitas terpasang PLTS atap sudah mencapai 11,5 megawatt dari total 2.346 pelanggan. Sedangkan menurut data PLN, jumlah pelanggan pengguna PLTS atap di DKI Jakarta hingga April 2020 telah mencapai 659 pelanggan.
"Dari akhir tahun lalu, sudah tumbuh 17 persen dengan total 659 pelanggan. Dayanya 11,4 MVA dengan kapasitas terpasangnya 2,5 megawatt," kata General Manager PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jakarta Raya Doddy B. Pangaribuan, sebagaimana dikutip Bisnis.com, Minggu 4 Oktober 2020.
Beberapa dukungan pemanfaatan PLTS atap yang diberikan PLN dengan menyediakan fasilitas pararel dengan grid. Itu artinya, antara listrik yang dihasilkan panel surya terhubung dengan jaringan listrik PLN. Dengan menggunakan solar inverter, arus listrik searah (DC) yang dihasilkan solar panel itu diubah menjadi arus bolak-balik (AC). Inverter itu juga berfungsi untuk memprioritaskan arus listrik dari solar panel.
Selain itu, PLN juga membuat sistem billing untuk mengakomodasi ekspor-impor offset dan memberi credit deposit dari konsumen PLTS. Pengguna solar panel pada siang hari akan menggunakan listrik dari panel surya. Jika kebetulan rumah kosong, atau listrik yang dihasilkan panel surya tidak digunakan, PLN akan membelinya. Hal itu dilakukan dengan cara mengurangi tagihan listrik pelanggan pada bulan berikutnya.
Dukungan lainnya, PLN tetap menjaga kualitas konsumen PLTS atap dengan memelihara keseimbangan pasokal lokal dan permintaan, serta menjalankan skema bisnis yang adil untuk pelanggan dan PLN. Dengan demikian, PLN mendukung sepenuhnya penerapan PLTS atap itu, meskipun secara bisnis itu sebenarnya  mengurangi penjualan listrik PLN.
Dalam setahun terakhir, pertumbuhan PLTS atap yang ada di bangunan komersial dan industri meningkat pesat. Beberapa perusahaan multinasional memasang PLTS dalam orde megawatt, dan PLTS atap di gedung-gedung pemerintah. Kesadaran untuk menggunakan EBT terus tumbuh dan meluas.
Sampai saat ini PLTS atap rumah masih merupakan potensi pasar cukup besar. Masalahnya, sebagian besar masih terkendala dengan investasi di awal yang cukup besar. Dengan dukungan pemerintah dan perusahaan negara, upaya untuk meningkatkan bauran EBT akan semakin besar. Dan itu artinya, akan semakin besar pula komitmen negara dalam mendukung penggunaan EBT yang lebih ramah lingkungan. Untuk esok yang lebih baik.
Puji Handoko