Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Secangkir Kopi Kemesraan

22 Mei 2015   15:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:43 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Membangun kemesraan antara suami istri sangat banyak teorinya. Berbagai buku yang membahas bagaimana membangun sebuah hubungan yang hangat antara suami dan istri dengan mudah kita temui di toko buku. Artikel-artikel tentang bagaimana menjalin hubungan yang mesra  selalu dapat kita baca di media. Apalagi kalau kita berhadapan dengan internet, dengan mengetikkan suatu kata yang mengarah ke hubungan suami istri ratusan artikel bisa langsung kita baca. Namun Apakah hanya sekedar teori semacam itu saja?

Yang paling dibutuhkan adalah prakteknya. Bagaimana kita mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga rumah tangga bisa berjalan dengan aman, tenang dan  bahagia.  Rumah tangga yang menjadi yang diharapkan mampu menjadi pondasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Rumah tangga yang melahirkan pribadi-pribadi bahagia.

Namun tiada gading yang tak retak, tiada rumah tangga yang tanpa masalah. Walau kadang masalah yang timbul bila diatasi dengan baik dapat semakin merekatkan hubungan suami istri, namun dapat juga masalah tersebut meretakkan bangunan yang ada.Kita harus bisa menemukan formula yang pas agar  bisa menyelesaikan permasalahan yang ada.Kita harus menemukan momen yang tepat untuk membahasnya. Momen tersebut biasanya dapat diciptakan dengan acara minum bersama. Secangkir kopi untuk kehangatan rumah tangga.

Teringat pada suatu waktu, dikala berjalannya kehidupan keluarga kecilku belum mencapai usia 10 tahun. Kami terpaksa hidup berpisah karena tempat kerja masing-masing yang lumayan jauh. Aku diterima PNS dan bertugas di tempat yang lumayan jauh dari tempat tinggal kami sebelumnya. Akhirnya kami berkomitmen untuk sementara berpisah sampai menemukan jalan keluar yang lebih baik. Apakah suami yang harus pindah kerja mendekati tempat kerja baruku  atau aku yang harus mengikuti suami. Sebagai PNS baru tentunya aku tidak mudah untuk minta pindah, begitu pikirku awalnya. Waktupun berjalan hingga 3  tahun kami berpisah dan hanya ketemu di akhir pekan.

Semaksimal mungkin waktu pertemuan yang singkat itu kami manfaatkan sebaik-baiknya. Biasanya Jumat malam sekitar jam 11 malam aku sudah sampai rumah. Setelah tidur sebentar paginya menyiapkan keperluan kerja suami dan anak-anak yang mau sekolah. Hari Sabtu memang suami masuk kerja karena sekolah tempatnya mengajar 6 hari kerja. Kesempatan ngobrol, berbincang-bincang dengan suami dan anak-anak biasanya sepulangnya mereka dari sekolah masing-masing. Saat itulah biasanya kami kumpul bersama dan dalam kesempatan itu biasanya aku buatkan makanan ringan kesukaan suami dan anak-anak serta secangkir kopi untuk masing-masing anak dan secangkir kopi berdua untuk aku dan suamiku. Saat-saat ngopi bersama di akhir pekan tersebut kami gunakan untuk ngobrol ringan menceritakan kegiatan satu minggu terpisah kemarin.

Mengapa aku membuat kopi itu hanya satu cangkir untuk kami nikmati berdua ? Tentu saja ada alasannya. Alasan pertama adalah suami menderita gastritis kronis dan biasanya kalau terlalu banyak minum kopi perutnya akan terasa tidak nyaman. Alasan kedua yang merupakan alasan tersembunyi adalah untuk merekatkan hubungan. Perpisahan satu minggu rasanya tidak mudah terbayar dengan pertemuan 2 hari di akhir pekan tersebut. Dengan meminum dari satu cangkir kopi tersebut, rasanya hati kami tetap bersatu. Kadang-kadang kami meminumnya dengan sambil memegang cangkir itu berdua sehingga tangan saling menyentuh dan meremas. Rasanya ada kehangatan  yang berbeda mengalir dari kopi yang kami minum. Tidak sekedar rasa kopi, namun cinta, kerinduan, kasih sayang, menyatu dalam hangatnya seduhan kopi tersebut. Secangkir kopi yang hangat, mengalirkan kemesraan, untuk senantiasa menyatukan dan merekatkan hati karena fisik yang terpisah.

Kenangan kemesraan secangkir kopi tersebut, masih teringat walau kini kami tidak lagi terpisah. Syukur kehadlirat Allah yang Maha Kuasa yang telah menyatukan kami kembali setelah terpisah sekian lama. Kantor tempatku bekerja akhirnya memindahkanku ke tempat yang lebih dekat dengan sekolah tempat suami mengajar. Setidaknya sekarang kami bisa setiap hari bertemu. Setiap pagi aku dapat menyiapkan keperluan suami dan anak-anak. Sorenya aku bisa menghidangkan makanan dan minuman hasil racikan dari tangan sendiri. Kami memang tidak rutin menikmati minuman secangkir kopi tiap hari, namun setidaknya di saat-saat ingin menikmati secangkir kopi berdua entah pagi, sore, atau malam sekalipun dapat sewaktu-waktu kami nikmati. Hangatnya seduhan kopi tersebut dapat menghangatkan suasana yang dingin. Hangatnya seduhan kopi tersebut dapat memecahkan kebuntuan komunikasi. Hangatnya secangkir kopi tersebut membuat kemesraan tercipta kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun