Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Hukuman Mati, Lowongan Algojo di Arab Saudi

21 Mei 2015   14:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:45 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditengah-tengah kontroversi hukuman mati di Indonesia yang mendapat sorotan dunia, Pemerintah Arab Saudi mengiklankan lowongan kerja untuk delapan orang pelaksana hukuman mati. Biasanya pelaksanaan hukuman mati tersebut dengan cara dipenggal kepalanya di depan umum. Lowongan kerja tersebut dipasang di portal Kementerian Pegawai Negeri Arab Saudi. Lowongan dibuka sehubungan dengan adanya peningkatan jumlah eksekusi. Walaupun pemerintah Arab Saudi juga tidak menjelaskan mengapa terjadi peningkatan tersebut, diduga terkait dengan penunjukan hakim-hakim baru untuk mengurangi penumpukan kasus di pengadilan.

Berbicara tentang hukuman mati ternyata tidak semua negara melaksanakan hukuman mati tersebut Menurut Amnesty Internasional, Arab Saudi merupakan negara terbesar ketiga dalam pelaksanaan hukuman mati setelah Tiongkok dan Iran, menempati urutan ke empat dan ke lima adalah Irak dan Amerika Serikat. Berdasarkan catatan Amnesty Internasional tersebut sampai Minggu 15/5 2015 Arab Saudi sudah mengeksekusi yang ke 85 dan pada tahun 2014 sebanyak 88. Data dari Wikipedia menyebutkan pada tahun 2005 terdapat 22 negara yang melaksanakan hukuman mati yang berjumlah 2.148 orang termasuk Indonesia. Hingga Juni 2006 hanya 68 negara yang masih menerapkan praktik hukuman mati, termasuk Indonesia dan lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan praktik hukuman mati. Ada 88 negara yang telah menghapuskan hukuman mati untuk seluruh kategori kejahatan. Ada 11 negara yang menghapuskan hukuman mati untuk kategori kejahatan pidana biasa, 30 negara melakukan  moratorium ( de facto tidak menerapkan ) hukuman mati dan total 129 negara yang melakukan abolisi (penghapusan ) terhadap hukuman mati.

Hukuman mati merupakan suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan ( atau tanpa pengadilan ) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.  Hukuman mati itu hanya dikenakan pada penjahat yang memang sadis seperti memperkosa dan membunuh korbannya. Jika mereka tidak membunuh orang yang tidak berdosa, niscaya tidak akan dijatuhkan hukuman mati. Jika hukuman mati dihapuskan, maka para pembunuh sadis (dan juga pengacaranya) akan bergembira ria. Mereka tidak akan segan-segan untuk membunuh orang karena  hukumannya juga ringan. Akibatnya kejahatan yang sadis seperti pembunuhan, perampokan, perkosaan akan merajalela. Oleh karena itu dalam Al Qur'an Allah memerintahkan hukum mati bagi para pembunuh sadis: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash (hukum mati) berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh..[Al Baqarah:178] Jika hukuman mati diterapkan, masyarakat akan merasa aman. Karena para calon pembunuh akan berpikir 7 kali untuk membunuh korbannya. Jika mereka membunuh, mereka akan dihukum mati. Seandainya mereka nekat membunuh dan dihukum mati, niscaya itu adalah pembunuhan terakhir yang mereka lakukan. Mereka tidak akan bisa membunuh lagi. Tidak akan ada istilah penjahat kambuhan/residivis bagi pembunuh. Oleh karena itu Allah menyatakan hidup akan aman dengan adanya qishaash: "Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa." [Al Baqarah:179] Oishash dalam hukum Islam adalah hukuman bunuh yang harus dilaksanakan terhadap diri seseorang yang telah melakukan pembunuhan. Tapi hukum ini tak harus dilaksanakan, dengan kata lain hukum ini dapat gugur manakala ahli waris yang terbunuh memberi maaf kepada pihak yang membunuh dengan membayar suatu diyah. Diyah adalah hukuman denda yang disetujui oleh kedua belah pihak atau yang ditentukan oleh hakim, apabila ahli waris yang terbunuh memaafkan si pembunuh dari hukuman Qishash.

Di Indonesia sendiri ada beberapa peraturan perundang-undangan yang masih memiliki ancaman hukuman mati seperti perbuatan makar (Pasal 104 KUHP) dan tindak pidana pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) , UU Tentang Tindak Pidana Terorisme (UU No 15 Tahun 2003), UU Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU No 26 Tahun 2000), dan UU Tentang Psikotropika (UU No 5 Tahun 1997).

Tujuan pemberlakuan hukuman mati untuk memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Dari aspek kemanusiaan, hukuman mati diperlukan guna melindungi masyarakat dari perbuatan orang jahat. Hal ini kemudian menjadi pijakan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menilai bahwa UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika tidak bertentangan dengan UUD 1945. Artinya, negara harus melindungi masyarakat dari perbuatan jahat para bandar dan produsen narkoba.

MUI menyatakan bahwa hukuman mati merupakan salah satu bentuk hukuman dalam sistem hukum Islam yang sangat efektif untuk kepentingan korban agar  mendapatkan keadilan, mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat, sekaligus menciptakan efek jera. Penjatuhan hukuman mati merupakan salah satu wujud ajaran Islam yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi kehidupan. Islam menegaskan bahwa membunuh satu orang manusia sama saja dengan membunuh seluruh umat manusia. Apabila dianalogikan dengan kejahatan narkoba yang membunuh bukan saja orang per orang, tapi  membunuh ribuan bahkan ratusan ribu manusia, bahkan membunuh sebuah generasi, maka MUI meyakini hukuman mati sangat pantas  dan tepat untuk pelaku kejahatan narkoba. Bahkan sebenarnya hukuman mati tersebut masih kurang setimpal apabila dibandingkan dengan kerusakan yang demikian dahsyat yang diakibatkan kejahatan narkoba tersebut.

MUI telah mengeluarkan fatwa mengenai dibolehkannya negara menjatuhkan hukuman mati melalui fatwa Nomor 10/MUNAS VII/MUI/14/2005 tentang Hukuman Mati dalam Tindak Pidana Tertentu. Di dalam fatwa yang dikeluarkan pada 29 Juli 2005 tersebut, MUI secara tegas menyatakan: Islam mengakui eksistensi hukuman mati dan memberlakukannya dalam jarimah (tindak pidana) hudud, qishah dan ta'zir. Negara boleh melaksanakan hukuman mati kepada pelaku kejahatan pidana tertentu.

Pelaksanaan hukuman mati di Indonesia berbeda dengan yang dilaksanakan di Arab Saudi. Kalau di Arab Saudi lebih sering menggunakan penggal kepala di Indonesia menggunakan tembak mati. Bukan tanpa alasan penggunaan tembak mati ini, ada dasar hukumnya. Dijelaskan pada Pasal UU2/PNPS/1964 bahwa pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati. Jika terpidana mati sedang hamil, maka pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan 40 hari setelah anaknya dilahirkan. Pelaksanaan eksekusi pidana mati dilakukan oleh regu penembak dari Brigade Mobil (Brimob) yang dibentuk oleh Kepala Kepolisian Daerah di wilayah kedudukan pengadilan yang menjatuhkan pidana mati. Regu tembak tersebut terdiri dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira. Pengaturan teknis mengenai eksekusi pidana mati juga diatur dalam Peraturan Kapolri No.12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati ("Perkapolri 12/2010").  Pasal 1 angka 3 Perkapolri 12/2010 disebutkan antara lain bahwa hukuman mati/pidana mati adalah salah satu hukuman pokok yang dijatuhkan oleh hakim kepada terpidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.


Sumber :

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2015/05/150518_dunia_arab_saudi

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati

http://kabarislamia.com/2015/01/19/hukuman-mati-menurut-islam/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun