Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cabe Mahal, Kata Pak Jokowi Fluktuatif Saja

10 Januari 2017   13:24 Diperbarui: 10 Januari 2017   14:55 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Musim hajatan, musim masak-masak besar. Bagi yang mau punya hajat di saat-saat sekarang pasti kerasa banget muahalnya harga cabe. Hanya untuk beli cabe saja mereka harus mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah hanya untuk beberapa kilo saja. Padahal kebutuhannya kan sedang banyak, bisa dibayangkan pusingnya si empunya hajat. Kalau masakannya ngga dicabein nanti dibilang kurang pas. Kalau dikurangin cabenya nanti dibilang ga maknyus. Kalau mau masakan yang pedas, butuh modal yang tidak sedikit. Serba salah kan jadinya.

Beda lagi dengan yang disampaikan ibu penjual di kantin kampus. Beliau menyampaikan permintaan maaf kalau masakannya akhir-akhir ini memang agak kurang pedas. Kalau tingkat kepedasannya biasa seperti masakan-masakan sebelumnya, harganya harus dinaikkan. Beliau tidak tega karena konsumennya adalah para mahasiswa yang uang sakunya kadang-kadang sudah dipas sesuai kebutuhan. Kalau harga makanannya naik  bisa jadi uang sakunya tidak cukup. Wah sosial juga nih ibu kantin punya pemikiran begitu, ga cuma untung aja yang dipikirkan. 

Kalau aku sekeluarga sih, mungkin tidak terlalu dipusingkan dengan naiknya harga cabe. karena menu pedas memang bukan sebuah keharusan. Ada tidaknya sambel, pedas apa ga nya masakan yang disajikan, tidak masalah. Semua dilahap karena memang tidak begitu suka dengan rasa pedas. Namun kalau mendengar keluhan kebanyakan orang yang terganggu dengan mahalnya harga cabai kasihan juga. Uang belanjanya harus dinaikkan untuk mempertahankan tingkat kepedasan masakannya. Padahal kebutuhan lain yang naik juga tidak sedikit.

Sebenarnya kenapa sih ko cabai jadi mahal begitu?

Memperhatikan penjelasan Bapak Presiden dalam kunjungannya di pasar Induk kajen di Pekalongan " "Yang namanya harga itu tergantung supply and demand. Karena ini musiman yang pertama, yang kedua juga pada 2016 kemarin memang jelek untuk cabai. Sehingga banyak yang busuk dan gagal panen. Sehingga suplainya kurang. Kan itu fluktuatif dalam hal harga kan biasa," papar Jokowi usai blusukan, Senin (9/1/2017).

Berarti kita harus maklum kalau harga cabai sekarang mahal. Mungkin karena sedang musim hajatan ya jadinya kebutuhan masyarakat banyak.  Padahal produksinya sedang menurun, salah satunya faktor cuaca barangkali. Musim hujan yang terus turun, bahkan di beberapa tempat menimbulkan banjir membuat hasil tanam cabai kurang memuaskan. ( Sebuah analisa sederhana ala saya yang tidak mengerti bagaimana cabai bisa jadi semahal ini ) 

Berapa sih kebutuhan cabai kita sebenarnya? Berapa juga produksi cabainya ? 

Mengutip data Kementerian Pertanian (Kementan) produksi cabai nasional tahun ini minimal (proyeksi pesimistis) mencapai 855.000 ton atau lebih besar dari total kebutuhan konsumsi tahun ini yang mencapai sekitar 799.000 ton. Itu artinya Indonesia masih surplus 56.000 ton cabai tahun ini. Di tahun 2013 dari total target produksi cabai sebesar 1,47 juta ton tetapi realisasinya jauh lebih besar, yaitu 1,72 juta ton. Produksi tersebut terdiri dari 1,03 juta ton cabai keriting dan cabai merah besar, serta 689 ribu ton cabai rawit hijau dan rawit merah.

Kalau ternyata produksi cabai kita memang bisa memenuhi kebutuhan, terus kenapa bisa jadi semahal ini ya? Faktor apalagi yang mempengaruhinya? Rasanya jadi lomboken ( terasa panas biasanya di tangan karena kena cabai)  memperhatikan fenomena harga cabai. 

Semoga apa yang disampaikan oleh Bapak Presiden tadi benar adanya. Harga cabai sifatnya fluktuatif, naik turun seiring dengan penurunan kebutuhan di masyarakat dan meningkatnya produksi petani cabai. Jangan sampai di negeri yang tanaman cabai bisa tumbuh subur ini terjadi krisis rasa pedas karena harganya tak terjangkau, cabai tak terbeli.

Sumber : 1 dan 2

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun