Hari buku Nasional, 17 Mei bisa menjadi momentum bagi kita untuk mencintai buku. Cinta yang tumbuh karena kebiasaan ( witing tresno jalaran soko kulino), cinta yang tumbuh pada pandangan pertama, ataupun cinta yang tumbuh karena diperjodohkan.
Ketika kita biasa dan membiasakan diri untuk bergaul dengan buku. Membeli, meminjam, membaca, menelaah, menyimpan, merawat buku-buku tersebut, bisa jadi akan muncul rasa kasih sayang kita kepada buku. Ketika ada momen-momen tertentu, seperti ulang tahun misalnya kita bisa menghadiahinya buku. Peristiwa pernikahan, kita bisa mengiriminya kado berupa buku. Kelahiran anak, kita bisa menengok sambil membawakannya buku-buku tentang perawatan bayi, stimulasi tumbuh kembang, nutrisi untuk bayi dan balita dan buku-buku yang relevan lainnya.
Kalau kita mau berpikir lebih jauh tentang kecintaan terhadap buku, mustinya kita tidak hanya sebagai konsumen. Namun kita harus menekadkan diri juga untuk menjadi produsen. Menjadi penulis buku. Tentu saja menjadi penulis itu bukan barang baru lagi bagi kompasioners. Penulis kompasiana rata-rata telah memiliki produk berupa buku, baik atas nama sendiri maupun berkolaborasi.
Untuk bisa menjadi penulis yang baik, kita sudah sadari bahwa kita harus jadi pembaca yang baik. Bagaimana mungkin kita bisa menulis jika tidka pernah membaca? Dari mana bahan tulisan itu bisa kita dapatkan jika tidak pernah membaca?
Menjadi pembaca buku sendiri itu juga sudah sebuah prestasi yang luar biasa. Masih bisa dihitung dengan jari ibaratnya untuk masyarakat kita yang punya hobi membaca buku. Rata-rata kecintaan buku itu karena diperjodohkan. Mau membaca karena terpaksa, ada tugas kuliah misalnya yang harus digarapnya dan hanya ada ketika dia mau membuka buku.
Berbeda dengan mereka yang jatuh cinta pada pandangan pertama dengan buku. Awalnya mungkin bukan hobi, atau keterpaksaan. Dia menyukai buku tertentu setelah melihat fisik buku tersebut. Mungkin karena suka dengan covernya, bentuk bukunya akhirnya menjadi tertarik untuk membeli dan membacanya. Itulah mengapa buku kadang didesain sedemikian rupa sehingga menarik penampilannya.
Menjadi renungan bagi diri saya pribadi, sampai sejauh ini sudah berapa banyak buku yang dibaca. Sering kali beli buku bukan untuk dibaca namun hanya sekedar dikoleksi. Beli bukan untuk nambah pengetahuan, namun hanya sekedar kepunyaan. Merasa bangga ketika buku-bukunya berjajar sedemikian rupa dan sedemikian banyaknya. Namun tak pernah menyesal ketika buku-buku tersebut sama sekali belum dibuka apalagi dibaca dan ditelaahnya.
Ketika kita mau membaca, akan lebih berguna lagi hasil bacaan kita ketika dituliskan kembali. Belajar menuangkan pemikiran kita dalam bentuk buku. Berharap apa yang menjadi khasanah pengetahuan kita bukan hanya untuk konsumsi sendiri namun juga untuk khalayak lainnya. Tidak sekedar menginspirasi sendiri, namun bisa memotivasi orang lain. Apa yang kita punya bisa bermanfaat.
Di situlah kita belajar menulis dan menerbitkannya. Bisa menulis dalam bentuk artikel untuk nantinya dibukukan. Ataupun kita sudah mengkonsep untuk menuliskan langsung dalam bentuk buku.
Semoga di hari buku Nasional ini kita bisa menjadikannya sebagai momentum untuk mengingatkan diri, orang lain di lingkungan sekitar kita bahwa kita harus mencintai buku dan mau menuliskan buku. Berkarya untuk membuat sebuah buku.Â
Sudah berapa banyak buku yang kita baca dan kita tulis? Â