Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Maafkan Ibu Nak

4 Mei 2020   14:35 Diperbarui: 4 Mei 2020   14:34 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bulan Ramadan, bulan ibadah. Yang ada dalam benakku, semua anggota keluarga berkumpul bersama melaksanakan ibadah. Apalagi sekarang ini di masa pandemi Covid-19 semua ada di rumah saja. Tidak ada yang pergi ke masjid untuk sholat jamaah dan tarawih seperti biasanya.

Bayangan tinggal bayangan, ternyata anak-anak tidak demikian. Selepas sholat tarawih mereka bubar masuk kamar masing-masing. Ada yang nerusin ngerjakan tugas, ada yang tadarus di kamarnya sendiri, ada juga yang tetap pegang gawainya.

Berhari-hari, hampir 10 hari lamanya kondisi semacam itu terjadi. Begitu selesai sholat, Aku yang masih mengenakan mukena berbicara kepada anak gadisku yang sedang pegang gawainya, " Mba, baca Alquran sih, jangan pegang HP melulu."Tentu saja  Aku ngomong semacam itu memang tidak sambil lihat ke HPnya apa yang dibaca.

Tiba-tiba anakku marah dan melempar  buku yang ada di depannya sambil teriak dan menangis, " Ibu kan ga tahu kalau Aku baca Qurannya dari HP, Aku pegang HP dan laptop terus kan karena ngerjakan tugas. Tugasku  banyak banget". 

Tidak menyangka mendapat reaksi yang sedemikian mengejutkan, Aku hanya menyampaikan permintaan maaf sambil meleleh air matanya. "Ya, maafin ibu, karena ga tahu kalau kamu baca ALQurannya dari HP, lagian ga bersuara juga".

Tak menyangka dengan reaksi yang ditunjukkannya  Anakku, akhirnya bapak mendekati dan mengelusnya. Namun dia berontak juga dielus dan dipeluk oleh Bapak. Anakku yang pertama ini memang lebih dekat ke Bapaknya.  Sejak dari masih kecil Dia lebih banyak bersama dengan Bapak. Itu karena dia sudah punya adik waktu masih umur 16 bulan. Setelah punya adik, Aku lebih focus mengurus si kecil dan dia lebih banyak diasuh oleh Bapaknya.Kondisi tersebut berlangsung cukup lama, hingga masuk SD.  Setelah masuk SD dan adiknya di TK, kami mulai mengubah pola asuh yang demikian. Kami sadar kalua apa yang kami lakukan tidak sepenuhnya benar. Mereka jadi lebih dekat ke masing-masing. Kakak sama bapak, adik sama aku ibunya. 

Melihat situasi yang tidak menyenangkan tersebut, akhirnya Aku menyendiri di kamar. Tidak lama kemudian suami menyusul dan mengelus punggungku. "Dia lagi sensitive kali bu, tuntutan tugasnya banyak, jenuh di rumah saja dan kegiatannya monoton. Maklumlah biasanya kan dia memang senang jalan-jalan. Kalau liburpun hampir dipastikan tidak pernah di rumah. Selalu saja ada alasan keluar. Mau ketemu temanlah, mau campinglah, mau ke toko buku lah. Nyaris pas libur kuliah, jarang berada di rumah secara terus-menerus".

Hampir sebulan penuh anak-anak di rumah saja. Kegiatannya juga monoton begitu-begitu saja. Untuk mengusir kejenuhan, mereka melakukan olah raga sendiri-sendiri. Mengikuti dari youtube atau gerakan sendiri. 

Kejenuhan itu barangkali yang menimbulkan perasaan lebih sensitive. Di samping mungkin juga caraku menyampaikan yang kurang dapat diterima anakku. 

Maafkan Ibu ya Nak, Ibu yang tidak sensitive terhadap apa yang kamu rasakan. Kalau Aku dan suami karena tidak WfH mungkin masih ada sedikit hiburan di kantor. Setidak-tidaknya masih bertemu dengan orang lain. Tapi anak-anak diam saja di rumah dan hiburan ya hanya dari hp, laptop atau televise. Semoga Pandemi Covid-19 ini segera berlalu. Kita bias bebas kembali berkatifitas di luar seperti biasanya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun