Mohon tunggu...
Pujiati Rohmah
Pujiati Rohmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Sosok yang rajin dan dapat bekerja secara ontime dan sedang menekuni di dunia literasi fiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lanjut, Berhenti, atau Menyerah?

15 September 2022   18:02 Diperbarui: 15 September 2022   18:18 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap manusia pasti mempunyai titik terendah dan titik tertinggi dalam hidupnya. Ketika merasa dititik terendah, seolah-olah langit runtuh, gelombang air laut mulai meluap ke daratan hingga tak ada satupun tumpuan untuk bertahan hidup, semesta begitu sangat tidak adil dan berpihak kepada kehidupan yang telah kita jalani. Disisi lain kita juga lupa, ketika merasa pada titik tertingginya, segala apa yang kita inginkan tidak perlu susah payah untuk mendapatkannya, dunia seolah-olah tersenyum, tak ada lagi sebuah tangisan malam yang menjerit untuk meminta pertolongan, indahnya sebuah kehidupan dengan penuh warna.

Dunia tetap terus berputar, dan kita tidak selamanya menetap pada titik tertinggi bahkan di titik terendah, siapa juga yang mau terus-terusan pada titik terendah hidup. Jika semua manusia memilih untuk berada di titik tertingginya, lantas siapa yang akan berada pada titik terendah sebuah hidup? Hidup yang selalu mendapat penindasan, hidup yang selalu kekurangan, hidup yang penuh dengan isak tangis, apakah semua manusia lupa? Mereka yang berada pada posisi tertinggi dalam hidup juga tidak lepas dari proses yang tidaklah mudah.

Orang lain akan tetap memandang hidup pada titik tertinggi begitu sangat menyenangkan, sedangkan setiap dalam diri manusia pasti mempunyai masalah dalam hidupnya, yang pastinya masalah-masalah tersebut tidak mereka tampakkan, tidak mereka lihatkan kepada orang lain, biarkan saja masalah itu menjadi sebuah privasi. Misalkan saja hal kecil dalam hidup sekitar kita, ketika kita melihat seseorang dengan gaya hidup mewah, kita pastinya akan merasa berfikir untuk bisa menjadi seperti mereka, akan tetapi kita tidak tau apakah mereka mempunyai cicilan hutang, ataukah permasalahan yang lainnya?

Setiap dari kita mempunyai jalan hidup masing-masing, sehinngga kita tidak bisa menyamakan jalan yang sudah kita tempuh untuk sama dengan jalan orang lain, sebab impian setiap orang juga pastinya berbeda-beda, dan kita tidak perlu menjadi orang lain agar kita bisa menjadi terlihat pada dunia. Karena dalam sebuah perjalanan tersebut nantinya akan kita dapati sebuah proses menuju sebuah impian yang akan digapai, dalam berproses pastinya akan menemukan perjalanan yang penuh dengan lika-liku, menaiki sebuah bukit yang menjulang tinggi, kemudian tidak sengaja jatuh ke jurang, dan berusaha untuk keluar darinya, dan kembali melewati gurun-gurun yang gersang, menyusuri lautan yang luas, hingga semua perjalanan yang kita lalui tidak terasa sudah begitu sangat jauh, dan bisa jadi impian yang kita gapai juga semakin jauh, yang menunjukkan bahwa kedepannya nanti akan lebih banyak rintangan yang harus dihadapi.

Seperti yang kebanyakan orang katakan, akan ada pelangi indah setelah turunnya hujan dari awan yang gelap. Dari kalimat tersebut, kita hendaknya selalu yakin, bahwa kesedihan tidak selalu menimpa kita, karena kita juga berhak untuk bahagia dengan cara kita masing-masing. Pada hakikatnya, bahagia itu sederhana, bahagia itu tercipta atas diri kita masing-masing, bahagia tidak harus dengan sesuatu yang menurut kita mahal, karena bahagia datangnya dari hati dan pikiran kita, ketika pikiran kita merasa rileks dan suasana hati juga baik, cukup kita nikmati rasa tersebut tanpa memandang orang lain.

Tidak ada manusia yang sempurna dihadapan orang-orang yang selalu merasa kurang dalam hal apapun. Semua mempunyai sisi positif dan negatif, mempunyai kelebihan dan kekurangan. Semua manusia itu hebat dalam bidangnya masing-masing, karena semua manusia pastinya mempunyai bakat tersendiri yang tidak bisa dimiliki oleh orang lain. 

Oleh karena itu, hendaknya kita harus bangga terhadap diri kita masing-masing, sudah seberapa jauh proses kita hingga sampai detik ini, sudah berapa banyak lika-liku perjalanan yang sudah kita lewati, sudah berapa kali jatuh dan kemudian bangkit lagi, yakinlah bahwa impian itu tidak bisa diraih tanpa adanya proses yang panjang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun