"Aku menjaga kalian dari ombak yang menerjang, tapi kalian menganggap aku sebagai tempat sampah" Mungkin itu kalimat yang bisa keluar jika mangrove bisa bicara.
Satu tahun yang lalu penulis melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di sebuah desa yang bernama Pagatan Besar, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Desa ini sangat indah karena berada di pesisir pantai dan sepanjang pantai yang berlumpur banyak mangrove, sehingga dijuluki sebagai desa mangrove.Â
Desa ini sudah terkenal dengan namanya yaitu ekowisata mangrove Pagatan Besar, jadi sangat mudah dicari dengan google map. Dari kota Banjarmasin ke desa Pagatan Besar memerlukan waktu tempuh sekitar 1 jam 48 menit dengan jarak kurang lebih 70,6 km, tapi akan lebih dekat jika dari kota Banjarbaru.
Selain mangrove yang menjadi tujuan utama wisatawan, juga terdapat beberapa pantai yang masih cukup bersih dan terawat, contohnya yaitu pantai THR. Di mangrove pada musim air surut, waktu itu penulis KKN di bulan Juli, banyak sekali si ikan terbang alias Timpakul atau Mudskipper, bisa dibilang jutaan timpakul.Â
Penulis sangat beruntung waktu itu, karena bisa melihat timpakul yang berbagai macam jenisnya. Keberadaan timpakul juga menjadikan desa ini sebagai tujuan utama peneliti yang tertarik dengan kehidupan si ikan bisa jalan.Â
Masyarakatnya rata-rata berprofesi sebagai nelayan, petani dan peternak. Uniknya di desa ini, sapi juga banyak sekali dan dibiarkan bebas berkeliaran, jadi kalau ada sapi di depan rumah itu sudah biasa.Â
Ketika di desa lain ada acara baik pernikahan, pesta rakyat, itu pengumumannya beda dari yang lain, yang keren itu undangan pernikahan kepada penduduk desa diumumkan dengan menggunakan speaker yang di pasang di mobil terus mobilnya jalan keliling desa menyampaikan amanah dari yang punya hajatan.
Mengumpulkan sampah di sekitaran mangrove adalah proker KKN penulis. Tempat ini terlalu cantik untuk dicemari sampah. Apa masyarakat tidak peduli dengan lingkungan? Oh salah..! Masyarakat begitu peduli dengan masa depan mangrove, mereka juga ada komunitas yang fokus terhadap kelestarian mangrove. Tapi memang sampah terlalu banyak, lalu dari mana sampah itu datang? Sampah-sampah itu datang dari laut.Â
Masyarakat mengeluhkan dan bingung harus bagaimana lagi. Bahkan beberapa bulan lalu, setelah KKN usai, penulis juga melaksanakan praktikum lapangan ke Pagatan Besar lagi, diantara kegiatannya adalah membersihkan lingkungan mangrove.