Mohon tunggu...
puji aris
puji aris Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Kedokteran Hewan Unair

mahasiswa aktif

Selanjutnya

Tutup

Money

Populasi Ayam Layer di Blitar Turun Drastis, Peternak Lakukan Berbagai Upaya Alternatif untuk tetap Bertahan

1 Juni 2022   12:11 Diperbarui: 1 Juni 2022   12:17 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Populasi ayam layer di Blitar turun drastis dibandingkan sebelum pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan naiknya harga pakan secara terus menerus dan harga telur yang murah sehingga peternak gulung tikar.

Data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar menyebutkan populasi ayam petelur mencapai 26 juta 820 ribu ekor sebelum pandemi kini turun menjadi 20 juta 536 ribu 438 ekor sehingga penurunan populasi mencapai sekitar 6 juta ekor. Beberapa penyebab turunnya populasi ayam petelur ini karena banyak peternak merugi hingga menutup kandangnya. Fluktuasi harga telur dan dibawah HPP sementara harga pakan yang terus melambung tinggi sehingga tidak dapat mengcover biaya produksi.

Selain itu, kondisi cuaca yang ekstrem membuat ayam stress dan mengakibatkan produtifitas menurun. Stress panas atau heat stress pada unggas di atas suhu nyaman akan menyebabkan peningkatan suhu tubuh yang ditandai oleh peningkatan frekuensi panting dan konsumsi air minum, serta menurunnya konsumsi pakan. Kondisi fisiologis dan hormonal juga terpengaruh oleh stres panas, ditandai dengan meningkatnya hormon ACTH. Hal ini tentunya mengakibatkan turunnya produksi telur yang dighasilkan. Dalam upaya mengurangi stres panas melalui pakan dan air minum, dapat dipergunakan senyawa golongan fenolik dan polifenolik dan beberapa antioksidan berbasis vitamin (vitamin E, asam askorbat/vitamin C dan retinol/vitamin A) serta beberapa jenis mineral seperti Zn. Biaya kesehatan seperti ini juga sangat menguras biaya pengelolaan.

Penyediaan bahan baku pakan industri perunggasan sangat tergantung pada impor membuat harga pakan terus naik menjadi salah satu masalah yang diperhatikan dan belum menemukan titik solusi. Belum seimbangnya antara pertumbuhan produksi dengan pertumbuhan konsumsi mengharuskan untuk impor jagung mencapai (40- 50%); bungkil kedelai (95%); tepung ikan (90-92%); serta tepung tulang dan vitamin/feed additive hampir (100%) impor; (2) Adanya indikasi terjadinya dua ketimpangan struktur pasar baik pada pasar input maupun pasar output yang menempatkan peternak kecil dalam posisi lemah. Tentu kondisi ini menyebabkan banyak peternak gulung tikar karena kerugian yang cukup banyak hingga ratusan juta rupiah.

Kondisi ini membuat para peternak harus memutar otak mencari solusi sagar dapat bertahan. Salah satunya yaitu dengan meramu ransum dengan menambahkan konsentrat protein kelapa (blondo) untuk mengurangi komposisi pakan konsentrat racikan pabrik. Blondo atau bungkil kelapa dinilai sangat baik sebagai sumper protein nabati. Konsentrat protein kelapa (blondo) memiliki kandungan asam amino esensial yang sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai tambahan pada makanan dengan harga yang relatif murah Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat efisiensi dan efektifitas penggunaan. Penggunaan blondo terbukti aman dan tidak berdampak menurunnya produksi telur. Dengan adanya alternatif tersebut tentunya meringankan beban biaya produksi dan diharapkan peternak dapat mampu bertahan menghadapi sulitnya kondisi saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun