Gulma merupakan tumbuhan yang muncul di lahan budidaya dan kehadirannya tidak diinginkan. Pengendalian gulma harus didasarkan pada jenis dan cara hidupnya agar efektif. Keberadaan gulma di lahan pertanian sering kali mampu menyerupai tanaman yang dibudidauakan. Pengetahuan tentang gulma dan pengendaliannya merupakan kompetensi dasar yang perlu dimiliki sebelum melakukan budidaya tanaman.
Pada dasarnya jenis gulma dapat dibagi menjadi dua, yaitu gulma berdaun lebar dan gulma berdaun sempit. Kedua jenis ini memerlukan teknik pengendalian yang berbeda. Namun, sebagian besar gulma berkembangbiak dengan menghasilkan biji. Sehingga faktor penting sebelum budidaya dilakukan yaitu dengan pengelolaan lahan yang tepat. Biji ataupun organ vegetatif gulma yang tertinggal di dalam tanah dapat menjadi sumber gulma. Keberadaan bagian-bagian calon gulma yang tersimpan di dalam tanah disebut dengan seedbank.
Pengendalian gulma pada lahan budidaya organik perlu mempertimbangkan aspek input budidaya yang dilakukan. Karena pada budidaya secara organik diharapkan dapat terbebas dari penggunaan bahan kimia sintetik. Karena bahan kimia sintetik sulit untuk diuraikan di alam. Sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk terurai serta dapat meninggalkan residu di produk pertanian. Adapun pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Metode Kultur Teknis
Pengendalian dengan cara mengatur jarak tanam pada tanaman budidaya dapat membantu tanaman agar tumbuh lebih sehat dan subur. Jarak tanam yang tepat akan menciptakan ruang yang mempu memberikan kenyamanan bagi tanaman budidaya untuk menggunakan sumber daya, namun dapat menghambat gulma untuk bersaing. Metode ini dapat dilakukan pada tanaman yang memiliki tajuk tanaman yang luas, agar gulma tidak mendapatkan penyinaran dan udara yang baik sehingga tidak mampu bertahan hidup. Kelebihan metode ini yaitu, sangat mudah dilakukan di lahan dan tidak membutuhkan biaya lebih. Kekurangan metode ini yaitu, tidak berlaku pada gulma yang mampu hidup dalam kondisi cekaman cahaya maupun udara yang tidak mendukung.
2. Metode Fisik
Pengendalian dapat dilakukan secara manual oleh petani dengan menggunakan tangan ataupun peralatan. Kelebihan metode ini yaitu, dapat mengendalikan sampai ke bagian akar dan dapat memastikan tidak ada gulma ataupun bagian-bagiannya yang tertinggal. Sedangkan kelemahannya yaitu, memerlukan tenaga kerja yang banyak dan biaya tenaga kerja yang tinggi pula. Pengendalian juga dapat dilakukan pra tanam yaitu dengan pengelolaan lahan menggunakan traktor. Pembalikan tanah kemudian dibiarkan beberapa saat akan mematikan organ penyebaran gulma. Untuk gulma yang tidak tahan genangan, dapat dilakukan penggenangan pada lahan. Metode ini membutuhkan waktu agar pengendalian dapat berhasil dilakukan.
3. Metode Kimia
Pengendalian dengan bahan kimia alami dapat dilakukan menggunakan bahan aktif yang bersumber dari tumbuhan ataupun makhluk hidup lainnya. Ada beberapa tanaman yang mengandung senyawa allelopati yang mampu mematikan tanaman lain. Tumbuhan yang mengandung bahan aktif untuk mengendalikan gulma biasanya disebut dengan bioherbisida. Beberapa tanaman sudah dilakukan penelitian tentang daya hambat bahan aktif dalam mengendalikan herbisida. Seperti penelitian Batori (2013), menyatakan bahwa bawang putih, kulit jengkol, umbi gadung, akar tuba, daun papaya, daun sengon, umbi temu ireng, dan daun mindri berpotensi dalam mengendalikan herbisida. Kelebihan dari metode ini yaitu, bahan-bahannya mudah didapat dan pembuatan mudah dilakukan. Namun, kekurangannya yaitu masih belum terdapat spesifikasi jenis gulma yang dapat dikendalikan. Untuk itu, perlu penelitian lebih lanjut mengendai bahan aktif dan kemampuan pengendaliannya.
4. Metode Biologi
Pengendalian dengan metode biologi menggunakan mikroorganisme untuk menyerang gulma. Pengendalian dapat dilakukan dengan bakteri, virus maupun jamur yang dapat mematikan bagi tumbuhan gulma. Kemampuan mikroorganisme ini juga disebut dengan bioherbisida. Mikroorganisme yang mampu merusak gulma dengan berbagai cara, misalnya mengeluarkan suatu metabolit tertentu. Namun hal ini tidak boleh merusak bagi tanaman budidaya. Kelemahan metode ini yaitu, masih belum diketahui secara pasti efek pengendaliannya dan juga keamanan bagi tanamna budidaya. Sehingga perlu penanganan khusus pada saat aplikasinya.