Mohon tunggu...
Puji Slamet R
Puji Slamet R Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Berusaha menjadi pribadi yang santun dan bertakwa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Haikal dan Syarifah

12 Mei 2014   18:27 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:35 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langgit kota Tuban sore itu nampak cerah dengan semburat merah jingga akibat bias sinar sang surya yang berjalan perlahan menuju peraduanya. Di rumah orang tuaku yang terletak di sebelah utara alun-alun kota Tuban tampak sekali kesibukan seluruh anggota keluarga dan para tetangga dan sanak kerabat yang datang membantu persiapan acara resepsi pernikahan adik perempuanku yang akan diselenggarakan keesokan harinya. Dari ruang tamu aku bisa melihat senyum bahagia adik kandungku dan senyum sahabat karibku. Senyum kedua mempelai itu bak sehangat mentari di atas sana. Ya, ini hari bahagia untuk mereka. Saat-saat indah dimana seseorang melepas masa lajang dan mulai menempuh hidup baru. Tak lagi seorang diri karena ada pendamping hidup yang menemani dalam suka dan duka. Membina bahtera rumah tangga yang terikat oleh ikatan suci tali pernikahan.

Acara ijab qabul itu sendiri akan dilaksanakan ba'da sholat maghrib di Masjid Agung Tuban yang memang hanya sepuluh menit dari rumah kedua orang tuaku. Aku melirik jam dipergelangan tanganku. Tepat pukul 18.30. Sebentar lagi acara ijab qabul itu akan dilaksanakan. Muhammad Haikal, begitulah nama sahabat karibku yang akrab disapa Ikal. Lima tahun kami sama-sama berjibaku menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta. Aku tahu betul bagaimana sifatnya, ia berasal dari keluarga yang baik-baik, keilmuan dan ketaatanya pada agama tak lagi kuragukan, apalagi ia salah satu alumni yang hafidz atau hafal Al-Quran. Aku telah ikhlas dan bahagia adik perempuanku satu-satunya Syarifah Aulia Putri mendapatkan calon suami sepertinya.

Aku sebenarnya sudah lama tahu bahwa keduanya sudah saling memendam cinta satu sama lain sejak di awal pertemuan mereka lima tahun lalu. Saat itu Syarifah baru duduk di bangku madrasah aliyah dan selalu ikut menjengukku di pesantren sebulan sekali. Tiap aku pulang saat liburanpun ia tak luput menanyakan Haikal. Sejak aku dan Haikal masuk kuliah sambil nyantri di Ponpes Krapyak Yogjakarta keluarga kamipun jadi akrab satu sama lain. Bahkan meskipun beda kota tiap lebaran kami saling berkunjung untuk mempererat tali silaturahmi. Kebetulan ayahnya Haikal adalah alumni Ponpes Langitan di kota Tuban tempat kelahiranku. Jadi sebelum keluarga kami saling kenal keluarga Haikal sudah terbiasa rutin sowan ke rumah almarhum KH Abdullah Faqih selaku pengasuh ponpes Langitan.

Subhanallah,

Begitu indah Engkau mempertemukan dua insan yang saling mencintai semata karena berharap ridha-Mu. Aku terharu ketika ijab kabul itu selesai di ikrarkan. Kini kedua insan itu telah resmi jadi sepasang suami istri. Aku berdo’a dan berharap pada-Mu ya rabb, jadikanlah mereka dua insan yang bertakwa, berkahilah pernikahan mereka, berikanlah mereka keturunan yang akan membumikan lafal-Mu, tuntunlah tiap langkah mereka agar terbina sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

***

Tiga bulan sebelumnya…

Sebuah mobil Fortuner hitam metalik memasuki halaman rumahku. Dari dalam mobil keluarlah dua orang yang sudah sangat kukenal.

"Assalammualaikum...."

"Waalaikumsalam… masya allah, monggo....monggo mari silakan masuk, duh gimana to Kal mau kesini kok gak bilang-bilang dulu." Haikal dan Hakim adiknya hanya tersenyum mendengar aku protes.

"Umi...ini ada Haikal dan Hakim, tolong buatin minum." Aku memanggil istriku yang tengah memasak di dapur.

"Iya abi, tunggu sebentar." Dengan tergopoh-gopoh Nabila istriku keluar menuju ruang tamu. "Subhanallah, la wong mau datang kok gak kasih kabar dulu to mas?" Sapa istriku. Haikal dan adiknya kembali tersenyum. "Maaf Lukman....Nabila karena saya baru bisa datang, Saya nggak Sempat nih ngasih kabar sebab banyak acara mendadak di rumah. Makanya begitu mendengar kalian di anugerahi momongan saya minta izin cuti seminggu namun baru di acc kemarin. Mana ni si kecil Naufal?" Selorohnya yang membuat aku dan istriku tersenyum ketika mendengar penuturan dan rasa bahagia yang terpancar di wajahnya menyambut kelahiran anak pertama kami yang kami beri nama Muhammad Naufal Abdullah. Haikal menanyakan si kecil buah hati kami, ingin menggendongnya. Istriku kemudian masuk kedalam kamar untuk mengambil Naufal yang sudah tertidur sejak habis isya' tadi. Haikal menggendongnya. Mengecup kening dan pipi dan melafalkan sebuah do'a untuk Naufal. "Subhanallah, wajahnya mirip ibunya tapi semoga kelak ia menjadi anak yang sholeh seperti ayahnya."

Aku dan istriku serentak mengamini doanya. Setelah berbincang-bincang sejenak dan sedikit bernostalgia saat kami masih sama-sama kuliah dulu Haikal tiba-tiba menanyakan suatu hal yang penting. "Maaf sebelumnya Lukman....kalau boleh tahu ada satu hal yang ingin saya tanyakan tentang dik Syarifah." Ucapnya.

"Tentang apa kal?"

"Sudahkah dia punya calon pendamping hidup?" Aku tersenyum mendengarnya karena tiga hari yang lalu Syarifah juga menanyakan hal yang sama. "Panjang umur sampean kal, kemarin hal yang sama juga dilontarkan adikku." Kulihat Haikal setengah terkejut dan tersenyum kemudian, "Jadi apa dia sudah punya calon...?" Tanyanya sekali lagi.

"Sebenarnya setelah lulus kuliah ada beberapa orang yang datang meminang tapi nggak tahu kenapa dia selalu menolak." Kataku mulai bercerita. Ia mendengarkan dengan seksama lantas mengajukan sebuah pernyataan yang jika saat ini adikku Syarifah mendengarnya mungkin ia akan bahagia. "Sebenarnya saya sudah lama jatuh hati pada dik Syarifah namun tentu saja saya masih sungkan untuk mengungkapkanya karena waktu yang tepat saya rasa ya sekarang ini dimana kedua orang tuaku sudah kepingin menimang cucu." Aku dan istriku tersenyum dan ia kembali melanjutkan, " Jadi jika memang dik Syarifah belum memiliki calon suami, maka dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim saya menyampaikan amanat orang tua dan dari diri saya pribadi ingin mengajukan khitbah untuk dik Syarifah."

Ada rasa syukur yang merasuk dalam hati sanubariku sebab adik perempuanku akan dipinang oleh orang yang kuyakini akan kesolehanya, apalagi ia tak lain adalah sahabat seperjuangan. "Subhanallah, Saya sebagai kakak kandungnya hanya bisa mengucap syukur dan bahagia andai Allah Subhanahu Wa Ta'alaa memang menakdirkan kalian saling berjodoh maka tak ada kekhawatiran di hati saya Kal. Saya sudah sangat mengenal sampeaan. Saya sudah menganggap sampean saudara sendiri. Saya hanya sebatas memberi doa restu dan berpesan bimbinglah adikku untuk semakin dekat dengan Rab-Nya." Kulihat ia begitu terharu mendengar penuturanku.

Memang tak mudah ketika kita berusaha untuk menapaki jalan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Selalu banyak godaan, hambatan, halangan, dan rintangan. Namun sepanjang ada tekad kuat dalam diri kita untuk berjuang menegakkan hukum-hukum Allah Subhanahu Wa Ta'ala tentu pertolongan dan Rahmat-Nya selalu menyertai. Begitu pula dalam hal masalah cinta antar lawan jenis ini. Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menetapkan syariat yang mulia melalui Rasul-Nya Muhammad Shollaallahu 'Alaihi Wa Sallam agar cinta itu tak terkotori oleh hawa nafsu yang akan mengantarkan kepada jurang kenistaan. Sebaliknya jika seseorang teguh menetapi syariat itu Insya Allah keselamatan dan kemulianlah yang akan datang menyambut. Itulah yang terjadi antara Haikal dan Syarifah. Keduanya sudah lama memendam cinta. Mereka saling mencintai dalam diam. Mereka rela dan tabah bersakit-sakit dahulu. Terpisah antara ruang dan waktu selama bertahun-tahun. Saling menjaga dan tidak mengumbar perasaan sampai tiba saatnya waktu yang tepat bagi mereka untuk saling menyatakan cinta. Ketika persiapan yang dibutuhkan untuk membina sebuah mahligai rumah tangga sudah matang, barulah mereka saling membuka diri untuk memperjuangkan cita yang mereka pendam menuju jenjang pelaminan.

***

Tiga hari sebelumnya

Tak biasanya wajah Syarifah terlihat murung. Ia datang dari Tuban mengunjungiku yang tinggal dengan istri di kota Malang karena kangen dengan si Naufal. "Kamu kenapa murung begitu to nduk?" Tanyaku. Nduk atau genduk adalah panggilan dalam bahasa Jawa yang lazim dipakai untuk nama panggilan adik perempuan. "Nggak apa-apa kok mas, cuma kapan ya bisa menggendong bayi sendiri. " Mendengar jawabanya yang polos aku terenyuh. Betapa tidak. Di usianya yang sudah 24 tahun dengan titel dokter yang disandangnya aku bisa memahami kegalauanya. Aku yakin keinginan terbesarnya saat ini adalah berumah tangga. "Lho kalau kamu sudah pingin berumah tangga kenapa banyak pinangan yang kamu tolak?". Kulihat ia terdiam sejenak. "Belum ada yang cocok dan sreg di hati mas." Selorohnya sambil menimang-nimang Naufal di pangkuanya. Aku bingung karena mayoritas orang yang datang meminangnya adalah pria-pria idaman wanita baik secara agama maupun kesiapanya bertanggung jawab sebagai kepala rumah tangga dalam hal menafkahi anak istrinya.

"Memangnya seperti apa sih orang yang bagimu cocok nduk?"

Kulihat ia terdiam dan hanya tersenyum tersipu. Merasa malu untuk mengungkapkan sesuatu. Begitulah salah satu sifat adik perempuanku satu-satunya itu. Pendiam, pemalu, dan tak banyak bicara. Istriku menyela, "Mungkin ada cowok yang membuat hati dik Syarifah jatuh cinta mas?". Dalam hati aku membenarkan pernyataan istriku. "Benar nduk apa ada laki-laki yang membuatmu jatuh cinta?". Sejenak kulihat sorot matanya mendadak berbinar. Ia hanya menganggukkan kepala. "Kalau mas boleh tahu siapa laki-laki yang sudah membuatmu jatuh cinta?". Lantas dari bibirnya ia menyebut satu nama yan sudah tak asing bagiku. Dengan malu-malu ia menjawab, "Mas Haikal."

Subhanallah, dugaanku benar.

***

Setelah lulus kuliah sahabat karibku itu menjadi asisten dosen di Universitas Negeri Medan. Dia tinggal dengan neneknya di Medan karena ibunya asli orang sana. Selain itu ia menjadi pengusaha komputer yang sukses. Terakhir bertemu adalah setahun yang lalu ketika ia menghadiri acara resepsi pernikahanku dengan Nabila. Selama rentang tujuh tahun bersahabat kami memang mempunyai satu visi dan kesamaan dalam hal cinta, yakni biarlah cinta itu bersemi setelah pernikahan. Saat di pesantren kami mendapat pencerahan tentang arti cinta yang sebenarnya dan bagaimana seharusnya saat kita dilanda syndrome jatuh cinta. Kami di didik untuk tidak pacaran dan mencintai sesuatu itu pada tempatnya dan harus mengikuti syariat yang telah digariskan oleh agama. Pada dasarnya mencintai atau jatuh cinta kepada lawan jenis selalu diiringi keinginan untuk memiliki. Maka jalan yang sah adalah melalui pintu pernikahan. Kami waktu itu dituntut untuk fokus belajar ilmu agama dan kuliah. Dituntut untuk benar-benar mempersiapkan diri mencari bekal untuk berumah tangga terutama dalam hal ekonomi. Kami dituntut untuk memendam cinta dan diajari bagaimana mengendalikan hawa nafsu dengan memperbanyak puasa.

Waktu itu selepas acara resepsi pernikahanku aku sempat menanyakan hal itu. "Kapan kamu nyusul kal?" Ia hanya tersenyum, "Doa dari sampean Lukman yang saya harapkan." Jawabnya sinkat. "Subhanallah, itu pasti kal. Tapi kalo boleh tahu apa kamu sudah memiliki calon?". Ketika kutanya hal itu entah kenapa secara reflek kulihat ia melirik sekilas ke arah Syarifah adikku. Keduanya tertunduk malu setelah bertemu pandang sejenak.

"Yang pasti sudah lama saya jatuh hati pada satu wanita yang kuyakini akan ketaatanya pada agama namun saya masih harus berkonsentrasi melakukan tugas yang besar sebelum waktu itu tiba, ketika saya sudah siap lahir batin saya ingin meng-khitbah-nya."

Aku hanya tertegun mendengar jawabanya yang filosofis namun tersirat makna yang mulia di dalamnya.

***

Sebagai kakak kandungnya begitu tahu bahwa yang dicintai syarifah adalaah Haikal sahabat karibku sendiri maka aku berinisiatif untuk membantu adiku mendapatkan jawaban atas cintanya. "Nduk kamu sholatlah istikharah, minta petunjuk dan pertolongan Allah jika kamu sudah punya azam yang kuat untuk menikah dan membina rumah tangga. Insya Allah jika Haikal jodohmu, Allah akan mempertemukan kalian." Dengan gaya militer ia mengangguk mengiyakan, "Siiiaap mas."

Sekarang tinggal aku harus mencari cara paling tidak minimal harus tahu apakah Haikal sendiri sudah memiliki calon istri atau belum. Berbicara tentang Haikal dan Syarifah sendiri terkadang terbersit rasa iri dalam hal ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka seolah berada selangkah di depanku. Saat masih kuliah Haikal sudah menunjukkan kecerdasanya. Ia selalu melebihkan usahanya di atas rata-rata orang kebanyakan. Waktu itu Jika para santri atau mahasiswa belajar selama dua jam maka ia akan belajar selama tiga atau 4 jam. Hasilnya memang luar biasa. Ia lulus dengan predikat cumlaude dan seorang hafidz Qur'an. Sama halnya dengan Syarifah, ketekunan, keuletanya, dan semangatnya yang luar biasa dalam belajar telah mengantarkan ia menyandang gelar dokter di usia muda.

Saat kutanya salah satu alasanya mencintai Haikal Syarifah dengan tegas mengutarakan perasaanya, "Syarifah pingin bisa hafal Qur'an seperti mas Haikal. Jika Syarifah bisa menjadi istrinya Syarifah ingin minta syarat agar ia bersedia mengajari Syarifah Al-Qur'an sampai menjadi hafal, sekalipun Syarifah harus mengorbankan karier di kedokteran, Syarifah ikhlas mas."

Allahu akbar!

***

Kelahiran Naufal membawa berkah tersendiri untuk kami juga untuk Haikal dan Syarifah. Ceritanya begini, ketika kusampaikan kabar berita bahagia ini pada Haikal yang waktu itu tengah berada di Malaysia untuk studi banding melalui perbincangan via video call ia memberi selamat dan ikut bahagia menyambut kelahiran anak pertama kami. Dari perbincangan saat itupun ketika iseng kutanyakan soal kapan ia akan menikah lantas ia sendiri menceritakan kalau kedua orang tuanyasudah ingin menimang seorang cucu. Walhasil sebagai anak pertama dari dua bersaudara tentu ia harus segera menikah. Ia juga bercerita bahwa ia telah lama jatuh cinta pada seorang wanita dan berniat mengkhitbahnya. Namun ketika kutanya lebih lanjut siapa wanita yang beruntung tersebut seperti biasa ia selalu ingin membuat kejutan. Ia juga mengatakan akan mengambil cuti dan datang berkunjung untuk menggendong Naufal.

***

Manusia hanya bisa berencana namun Allah jua yang menentukan. Dia juga yang menjadi penolong bagi hamba-hamba-Nya yang beriman. Berita tentang rencana pernikahan antara Syarifah dan Haikal setelah kedua orang tua kami menerima pinangan Haikal menyebar begitu cepat. Ada yang menyambut gembira namun ada juga yang sebaliknya, menimbulkan kecemburuan, iri dan dengki. Tak lain datang dari Rusdi. Teman sekolah Syarifah yang tergila-gila pada Syarifah. Sayang cintanya adalah cinta buta. Cinta karena terpikat oleh kecantikan fisik semata. Cinta yang tidak dilandasi oleh rasa keimanan dan ketaatan. Dia orang yang pernah meminang Syarifah namun Syarifah menolak. Memilih pasangan hidup bukanlah perkara mudah. Andai saja Rusdi bukan seorang begajulan mungkin lain ceritanya. Seluruh warga desa tempat kami tinggal juga tahu bagaimana perilaku Rusdi. Gemar melakukan maksiat, dan suka bikin onar.

Banyak yang akan merasa geram jika tahu kisah ini. Aku dan keluargaku tak menyangka jika ia nekad hendak mencelakai Haikal. Pertama ia dan geng teman-teman premannya mengeroyok Haikal ketika dalam perjalanan pulang dari rumah kami. Namun upaya mereka gagal karena Haikal sendiri bisa dibilang seorang pesilat yang ulunghasil gemblengan waktu di pesantren. Bukanya jera justru Rusdi semakin dendam maka peristiwa ini yang membuat kami semula tidak akan memaafkanya. Pada suatu malam ketika Haikal tengah jalan-jalan di alun-alun kota Tuban Rusdi berniat membunuh Haikal dan Syarifah dengan menabrak keduanya dengan mobil yang dikendarainya dengan kencang. Malang tak dapat ditolak, Haikal yang berniat menyelamatkan Syarifah justru dia sendiri yang jadi korban kebiadaban Rusdi. Ketika Haikal berhasil mendorong Syarifah ke tepi jalan namun dia sendiri tak sempat menghindar sehingga tubuhnya terpelanting hingga lima meter di tabrak mobil yang dikendarai Rusdi. Dalam peristiwa itu Rusdi babak belur di hajar massa yang beramai-ramai mengejarnya. Rusdi kemudian diseret di kantor polisi dan menerima hukuman setimpal. Andai dia bukan termasuk salah satu famili jauh kami niscaya hukumanya teramat berat. Kami berlapang dada memaafkan kesalahanya.

Akibat ulah Rusdi Haikal sempat koma selama satu minggu. Ia kehilangan banyak darah dan Syarifah dengan penuh cinta dan kasih sayang mendonorkan darahnya. Kami sangat shock, terlebih lagi Syarifah. Aku masygul melihat adik perempuanku itu teramat sedih. Berurai air mata tiap hari berdoa untuk keslamatan calon suaminya, seorang hafidz Qur’an yang di zhalimi. Tiap hari ia menunggui Haikal di rumah sakit. Membacakan ayat-ayat Qur’an dan sholat hajat.

Tak Hanya Syarifah yang masygul dan sedih dengan peristiwa itu. Berita tentang peristiwa naas itu sampai juga ke teman-teman kami di bangku kuliah dan santri-santri Ponpes Krapyak. Berduyun-duyun mereka datang menjenguk dan berdoa untuk keselamatan dan kesembuhan Haikal.

Pertolongan itu datang. Pertolongan dari Allah Azza Wa Jalla. Tuhan Sang Pemilik Alam Semesta. Tuhan Sang Penolong orang-orang yang beriman. Aku terharu dan tak kuasa menitikkan air mata. Tak pernah kulihat Syarifah adikku sebahagia itu meski berurai air mata ia dan seluruh yang hadir menjenguk Haikal bersyujud syukur karena sang Hafidz Quran itu sadar dari komanya.

Alhamdulillah, engkau selamat mas…”

Dalam wajah yang masih terlihat pucat kulihat Haikal sahabatku hanya mampu tersenyum dan menitikkan air mata haru.

Seluruh yang hadir saat itu turut terharu menyaksikan betapa indah dan mulianya cinta keduanya yang dibalut dengan ketakwaan.

***

"Farsy turob yadlumuni fahuwa githoi, haulirrimalu talisfuni balmin waroi...

Wallahdu yahki dulmatan fihab tilai, wannuru khotot kitabahu unsi liqai"

Suara merdu Muhammad Ridwan Asyfi sang vokalis grup sholawat rebana Al-Muqtashida yang melantunkan lagu sholawat berjudul Farsy Turob terasa begitu menentramkan hati. Kedua belah pihak keluarga sepakat untuk mengundang grup sholawat rebana Al-Muqtashida dari Ponpes Langitan untuk memberi nuansa religi pada acara resepsi pernikahan. Makna lagu itu begitu merasuk ke dalam hati, mengalirkan sejuta kesejukan dan kedamaian. Ya Allah wahai Tuhan Kami, Kami ini hamba-Mu yang berselimut penuh dengan debu-debu maksiat dan dosa, maka ampunilah kami ya Rabb.

Bagiku rasanya tak ada yang lebih membahagiakan ketika melihat saudara kandung kita akan melangkah menapaki lembaran hidup baru dengan orang yang tepat. Orang yang senantiasa takut dan berusaha taat kepada syariat Tuhan dan Rasul-Nya. Begitu pula ketika melihat Syarifah bersanding di pelaminan dengan Muhammad Haikal. Lunas sudah benih-benih cinta yang tumbuh dalam hati yang mereka pendam dalam balutan ketaatan dan menggantungkan harapan pada ridha Allah azza wa jalla . Penantian panjang mereka tidak sia-sia.

***

--Tamat--

Martapura, 7Mei2014

Cerpen ini bisa ditemui juga di Magelang Tribune @http://mazfoojie.mywapblog.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun