Setiap agama di dunia memiliki kepercayaan fundamentalnya masing-masing, yang menjadi dasar untuk menjalankan agama mereka, termasuk Hindu. Agama Hindu menggunakan sebuah sistem kepercayaan yang dikenal dengan istilah Panca Sradha. Terdiri atas lima keyakinan mendasar yaitu Brahman, Atman, Karmaphala, Punarbhawa, dan Moksa.
Istilah Panca Sradha berasal dari dua kata, yakni terdiri dari kata Panca yang berarti lima dan juga kata Sradha yang berarti keyakinan mendasar. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa Panca Sradha tersebut diartikan sebagai lima keyakinan dasar dalam agama Hindu.
Penting untuk dicatat bahwa setiap agama memiliki seperangkat keyakinan dan praktik uniknya sendiri, dan tidak tepat untuk membandingkan atau menyamakannya. Berikut ini merupakan pembahasan yang lebih lanjut mengenai bagian-bagian dari Panca Sradha, antara lain:
Brahman, adalah istilah Sansekerta yang mengacu pada prinsip universal tertinggi dan realitas tertinggi di alam semesta, menurut agama Hindu. Brahman adalah abadi, tak terbatas, ada di mana-mana.
Brahman didefinisikan sebagai suatu kepercayaan akan adanya Brahman. Kata Brahman asal mulanya yakni dari bahasa Sanskerta tepatnya berasal dari akar kata brh artinya tumbuh. Maka istilah tersebut memiliki pengertian sebagai "yang tumbuh" (brhati) serta "yang menyebabkan tumbuh" (brhmayati).
Menurut konsep ketuhanan Hindu, Brahman disebut sebagai penguasa tertinggi karena seperti yang kita ketahui bahwa Brahman bersifat kekal, abadi, tidak ada wujudnya, tak mempunyai batasan, tak ada awalan serta tak ada akhirnya dan Brahman juga bisa menjadi penguasa beragam bentuk, ruang, waktu, serta jagat raya dan isi-isinya.
Atman, memiliki pengertian yakni suatu kepercayaan akan adanya atman sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan suatu makhluk bisa hidup. Atma yang ada pada tubuh manusia umumnya mempunyai sifat yang nyaris serupa dengan brahman.
Hal tersebut dapat diketahui pada persamaan Ida Sang Hyang Widhi dengan Atman yang dapat diketahui melalui "Brahman Atman Aikyam”. Kalimat tersebut mempunyai pengertian bahwa brahman dan atman merupakan satu alias tunggal, demikian dapat terjadi dikarenakan atman merupakan bagian dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Atma yang ada pada diri manusia disebut dengan istilah jiwatman, sedangkan atma yang berada pada hewan disebut dengan istilah janggama, serta atma yang berada pada tumbuh-tumbuhan desebut dengan istilah sthawara. Jika dilihat di dalam kitab Bhagavad Gita maka dijabarkan mengenai dua belas sifat-sifat Atman, yakni antara lain:
- Achedya, memiliki arti tidak dapat terlukai oleh senjata
- Adahya, berarti tidak dapat terbakar oleh api
- Akledya, didefiisikan sebagai angina tidak dapat mengeringkannya
- Acesya, berarti air tidak bisa membasahkannya
- Nitya, memiliki arti kekal dan abadi
- Sarwagatah, artinya berada dimana- mana atau di segala tempat
- Sthanu, artinya tak berpindah tempat
- Acala, memiliki arti tidak bergerak
- Sanatana, artinya yakni selalu sama
- Awyakta, berarti tidak dilahirkan
- Acintya, memiliki pengertrian tidak terpikirkan
- Awikara, memiliki definisi yaitu tidak mengalami perubahan
Karmaphala, didefinisikan sebagai suatu kepercayaan akan adanya suatu hukum yakni hukum karmaphala. Semua hal atau perbuatan yang dilakukan para manusia tentunya memiliki penyebab dan juga mendapatkan akibat. Jadi, akibat tersebut akan ada yang berakibat baik dan bahkan ada yang berakibat buruk.
Apabila hasil akibatnya baik, hal tersebut tentunya akan menghasilkan kedamaian serta kesukacitaan pada diri manusia itu, namun berbeda apabila hasil akibat yang didapatkan adalah akibat yang buruk, tentu saja itu akan memberikan kesulitan dan juga memberikan kedukacitaan.
Maka dari itu, kita sebagai manusia sudah semestinya senantiasa melakukan hal-hal yang baik dan terpuji agar kita dapat mendapatkan ketentraman dan juga kedamaian, hingga akhirnya bisa tabah dalam menghadapi kehidupan yang kejam ini. Dalam ajaran agama Hindu, maka akan dikenal tiga macam Karma Phala, yaitu sebagai berikut:
- Sancita Karma Phala, yaitu didefinisikan sebagai perilaku yang dulunya sudah kita laksanakan namun ternyata hasil dari perilaku tersebut baru bisa kita nikmati pada masa kini.
- Prarabda Karma Phala, dapat ddefinisikan sebagai suatu perilaku yang sekarang kita laksanakan akan tetapi hasilnya juga dapat langsung dinikmati sekarang.
- Kriyamana karma Phala, yaitu perilaku yang kita lakukan pada masa kini, namun kita baru bisa mendapatkan hasilnya pada masa yang mendatang.
Akibat dari perbuatan yang kita lakukan, terdapat sebuah hukum yang dikenal sebagai Karma Phala. Hukum ini menyatakan bahwa setiap perbuatan akan menghasilkan sebuah akibat yang akan selalu termanifestasikan dalam kehidupan kita.
Akibat tersebut disebut dengan Karma Wasana, yaitu bekas-bekas dari setiap perbuatan yang nantinya akan melekat pada alam pikiran atau suksma sarira. Karma merujuk pada perbuatan, sedangkan Wasana merujuk pada bekas-bekas dari perbuatan tersebut.
Dengan demikian, Karma Wasana menjadi lapisan yang membungkus Atma atau roh. Kitab Wrhaspati Tattwa mengartikan bahwa Wasana merupakan hasil dari segala perilaku yang telah dilakukan di dunia ini. Akibat dari perbuatan tersebut akan diterima seseorang di alam lain pada kelahirannya di masa depan, baik itu berupa hal yang baik atau buruk.
Punarbhawa, atau keyakinan akan kelahiran kembali, adalah konsep yang dianut oleh Agama Hindu. Konsep ini menjelaskan bahwa setelah seseorang meninggal dunia, ia akan mengalami kehidupan di alam lain seperti surga, neraka, atau moksa. Kehidupan seseorang di dunia ini dipengaruhi oleh karma wasana, yaitu bekas perbuatan di kehidupan sebelumnya.
Ada istilah Surga Cyuta, yang menggambarkan orang yang terlahir dari surga karena semasa hidupnya ia selalu menjalankan ajaran dharma, sehingga akan ditempatkan di surga loka.
Orang yang terlahir dari Surga Cyuta mempunyai ciri-ciri seperti paras cantik atau tampan, kekayaan, dan terlahir dalam keadaan sempurna tanpa cacat. Di sisi lain, ada juga yang terlahir dari neraka cyuta, yaitu orang yang terlahir dari neraka karena melanggar ajaran agama atau adharma di kehidupan sebelumnya. Orang yang terlahir dari neraka cyuta memiliki ciri-ciri seperti wajah tidak rupawan, miskin, dan cacat.
Punarbhawa bisa terjadi sebab Jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan duniawi serta diikuti oleh kelahiran kembali. Namun, kesempatan untuk terlahir kembali sebagai manusia dianggap sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri dari kesalahan-kesalahan di kehidupan sebelumnya. Reinkarnasi dipengaruhi oleh hasil perbuatan mahluk hidup sendiri, baik di kehidupan saat ini maupun di masa lalu.
Meskipun Tuhan dalam Agama Hindu yang disebut Awatara dapat ingat dengan kehidupan masa lalunya, manusia tidak dapat mengetahui jalan kehidupan mereka di masa lalu sebelum bereinkarnasi.
Reinkarnasi dipengaruhi oleh Karma Phala, oleh karena itu, jika seseorang melakukan hal-hal baik di kehidupannya sebelumnya, ia memiliki peluang besar untuk tidak mengalami reinkarnasi lagi. Namun, hal ini sangat ditentukan oleh seberapa besar karma baik yang telah dilakukan oleh seseorang.
Moksha, Kepercayaan akan adanya Moksha adalah suatu keyakinan dalam agama Hindu, yang diartikan sebagai tujuan akhir yang ingin dicapai oleh pemeluk agama tersebut.
Asal kata Moksha berasal dari bahasa Sanskerta "muc", yang berarti membebaskan, mengeluarkan atau melepaskan. Oleh karena itu, kata "mukta" atau "moksha" berarti kelepasan atau kebebasan dari ikatan duniawi, karma phala, dan samsara. Moksha dapat dicapai tidak hanya setelah manusia meninggalkan dunia ini, tetapi juga dalam kehidupan ini.
Sebagai contoh, sloka "Moksartham Jagadhitaya ca iti dharma" menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai bagi pemeluk agama Hindu adalah mencapai moksa dan kesejahteraan umat manusia.
Apabila jiwa yang telah mencapai moksa, maka ia tidak lagi terikat pada nafsu dan keduniawian yang bersifat maya dan telah seratus persen bebas dari rasa suka maupun duka yang asalnya yakni dari dunia. Mereka yang telah mencapai Moksha akan merasakan kebahagiaan serta ketenangan yang abadi. Berikut ini adalah tingkatan Moksha:
- Samipya, yaitu kebebasan yang diperoleh seseorang selama hidup di dunia ini, yang bisa dicapai oleh para Yogi dan Maha Rsi.
- Srupya, yaitu moksha yang dicapai di dunia ini karena kelahiran. Atma dipandang sebagai refleksi dari kekuasaan Tuhan, seperti Sri Rama, Budha Gautama, serta Sri Kresna. Walau Atma mencapai bentuk tertentu, ia tidak terikat oleh dunia ini.
- Slokya, yaitu suatu kebebasan yang sudah dicapai oleh Atma, di mana Atma sudah mencapai kesadaran yang sama dengan Ida Sang Hyang Widhi. Pada tingkat ini, Atma bisa dianggap sebagai Dewa, manifestasi dari Tuhan itu sendiri.
- Sayujna, yaitu tingkat kebebasan yang paling tinggi di mana Atma sudah bisa bersatu dengan Brahman.
Dalam konteks kebebasan Atma, Moksha dapat dibagi menjadi tiga tingkat:
- Moksha: Tingkat di mana seseorang meninggalkan tubuh dan mencapai kebebasan dari samsara.
- Adhi Moksha: Tingkat di mana seseorang meninggalkan abu dan mencapai kebebasan dari samsara.
- Parama Moksha: Tingkat tertinggi dari Moksha, di mana seseorang mencapai kebebasan mutlak dan sama sekali tak meninggalkan bekas.
Jadi itu merupakan penjabaran tentang Panca Sradha serta bagian-bagiannya yang mana kita harus bisa mempelajariya sebab hal tersebut telah menjadi dasar keyakinan khususnya bagi pemeluk Agama Hindu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H