Mohon tunggu...
Kadek PujaSaputri
Kadek PujaSaputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Panca Sradha Yakni Keyakinan dalam Agama Hindu

20 Maret 2023   13:59 Diperbarui: 20 Maret 2023   17:22 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap agama di muka bumi ini tentunya mempunyai dasar keyakinan masing-masing, tentu saja dasar keyakinan itulah yang menjadi landasan pokok dalam menjalankan ibadah agama, tak terkecuali umat Hindu. Umat Hindu mengenal sebuah keyakinan yang disebut dengan Panca Sradha. Jika dijabarkan lebih lanjut, Panca Sradha berasal dari dua kata, yakni dari kata Panca dan juga kata Sradha. Kata Panca memiliki arti lima, sedangkan kata Sradha itu sendiri dapat diartikan sebagai dasar keyakinan. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa Panca Sradha didefinisikan sebagai lima dasar keyakinan dalam umat hindu. Dalam ajaran agama Hindu, bagian-bagian dari Panca Sradha terdiri dari Brahman, Atman, Karmaphala, Punarbhawa dan Moksa. Berikut ini merupakan pembahasan lebih lanjut mengenai bagian-bagian dari Panca Sradha, yakni:

Brahman, memiliki arti percaya akan adanya Brahman atau Tuhan Yang Maha Esa. Kata Brahman itu diambil dari bahasa Sanskerta. Yakni berasal dari kata brh, yang memiliki arti tumbuh. Jadi secara etimologis, istilah ini didefnisikan sebagai "yang tumbuh" (brhati) serta "yang menyebabkan tumbuh" (brhmayati). Jika dalam konsep ketuhanan umat Hindu, Brahman menduduki posisi sebagai penguasa tertinggi. Brahman itu sifatnya kekal, abadi, tidak memiliki wujud, tidak memiliki batasan, tidak berawal serta tidak berakhir serta dapat menguasai beragam jenis bentuk, ruang, dan waktu, serta jagat raya dan segala isinya yang ada di dalamnya.

Atman, diartikan sebagai percaya terhadap adanya atman atau roh yang mengakibatkan suatu makhluk dapat hidup. Atma atau yang secara spesifik disebut dengan atman yang tedapat dalam diri manusia sesunguhnya mempunyai sifat yang sama dengan brahman. Dapat dilihat jelas persamaan antara Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan Atman ditunjukkan melalui kalimat "Brahaman Atman Aikyam”, yang memiliki arti bahwa brahman dan atman itu adalah satu atau tunggal, hal itu terjadi dikarenakan atman ialah bagian dari Tuhan Yang Maha Esa. Dalam diri manusia, atma disebut dengan istilah jiwatman, pada hewan disebut dengan istilah janggama, sedangkan pada tumbuhan dikenal dengan istilah sthawara. Dalam kitab Bhagavad Gita dijelaskan bahwa ada 12 sifat-sifat Atman, yakni sebagai berikut:

  • Achedya : tidak terlukai oleh senjata
  • Adahya : tidak terbakar oleh api
  • Akledya :tidak terkeringkan oleh angin
  • Acesya : tidak terbasahkan oleh air
  • Nitya : abadi
  • Sarwagatah : ada dimana- mana
  • Sthanu : tak berpindah- pindah
  • Acala : tidak bergerak
  • Sanatana : selalu sama
  • Awyakta : tak dilahirkan
  • Acintya : tidak terpikirkan
  • Awikara : tidak berubah

Karmaphala, yaitu percaya akan adanya hukum karmaphala. Segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia pastinya ada sebab dan akibat. Akibat tersebut akan ada yang baik bahkan ada pula akibat yang buruk. Akibat yang baik tentunya akan memberikan kedamaian dan kesenangan dalam diri manusia tersebut,  akan tetapi jika akibat yang dihasilkan tersebut buruk maka akan memberikan kesulitan dan penyesalan. Oleh karena  hal tersebut, sudah sepatutnya kita supaya senantiasa berbuat hal-hal yang baik agar memperoleh ketentraman dan kedamaian jika sehingga bisa kuat dalam menghadapi kehidupan yang keras ini. Di dalam ajaran agama Hindu dikenal tiga macam Karma Phala, yaitu sebagai berikut:

  • Sancita Karma Phala, yakni perbuatan yang telah kita lalukan terdahulu akan tetapi hasilnya baru dapat kita nikmati di masa sekarang.
  • Prarabda Karma Phala, didefinisikan sebagai perbuatan yang sekarang kita lakukan, dan hasilnya langsung dinikmati sekarang juga.
  • Kriyamana karma Phala, yakni perbuatan yang kita lakukan saat ini, namun akan menikmati hasilnya di masa yang akan datang.

Maka dari itu, yang tertuang dalam hukum Karma Phala ialah segala sesuatu yang kita perbuat suatu saat nanti pasti ada hasilnya yang akan selalu membekas dalam kehidupan ini. Bekas-bekas itulah yang disebut dengan istilah Karmawasana. Karma Wasana merupakaan segala bekas-bekas segala perbuatan yang akan melekat pada suksma sarira atau alam pikiran. Karma adalah perbuatan, Wasana adalah bekas-bekas. Maka karma wasana tersebut yang membalut atma atau roh. Yang tertuang pada kitab Wrhaspati Tattwa menjelaskan bahwa Wasana merupakan segala tingkah laku yang sudah diperbuat di dunia ini. Seseorang nantinya akan menerima akibat atas perbuatannya di alam lain, pada kelahirannya nanti, entah itu yang baik atau bisa juga yang buruk.

Punarbhawa, yakni percaya akan adanya kelahiran kembali atau reinkarnasi. Agama Hindu mengajarkan bahwa setelah kematian maka akan ada alam lain yaitu surga, neraka, atau moksa. Kelahiran manusia ke dunia tentunya juga berbeda antara satu dengan yang lainnya, hal ini disebabkan oleh karma wasana atau bekas perbuatannya. Surga Cyuta yakni seseorang yang terlahir dari surga, karena dalam hidupnya selalu menjalankan kebaikan, apabila sudah menjalani ajaran dharma maka orang tersebut akan ditempatkan di surga loka. Ciri dari orang kelahiran surga cyuta yaitu memiliki paras rupawan, kaya, terlahir dalam keadaan sempurna tanpa cacat, dan lainnya. Sedangkan ada pula neraka cyuta, yakni seseorang yang terlahir dari neraka. Orang tersebut lahir karena kehidupan masa lalunya ia melakukan hal-hal yang tidak terpuji serta hal yang tidak diperkenankan dalam agama. Buah dari perbuatan buruknya tersebut maka seseorang tersebut dimasukkan ke neraka loka. Ciri dari orang kelahiran neraka cyuta adalah memiliki wajah tidak rupawan, miskin, cacat dan sebagainya. Punarbahwa dapat terjadi karena Jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan duniawi yang di ikuti oleh kelahiran kembali. Kelahiran kembali sebagai manusia adalah kesempatan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk dapat memperbaiki diri dari kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat supaya kedepannya bisa lebih baik lagi. Reingkarnasi atau Punarbhawa itu dapat disebabkan karena hasil perbuatan mahluk hidup itu sendiri, baik yang ia lakukan pada saat ia menjalani hidup maupun apa yang ia lakukan pada saat ia menjalani kehidupan sebelumnya. Meskipun reingkarnasi Tuhan yang disebut dengan istilah Awatara bisa tetap ingat dengan kehidupan yang pernah dialaminya terdahulu,  akan tetapi manusia tidak bisa mengingat bagaimana kehidupannya terdahulu sebelum bereingkarnasi. Reingkarnasi sangat ditentukan oleh Karma Phala, maka dari itu apabila orang tersebut melakukan hal-hal balik selama hidupnya yang terdahulu, maka orang tersebut akan mempunyai peluang yang besar untuk tidak mengalami reingkarnasi lagi. Akan tetapi perlu diingat, hal tersebut sangat ditentukan oleh seberapa besar karma baik yang pernah orang tersebut lakukan.

Moksha, yakni mempercayai akan adanya moksha. Moksa disebut sebagai tujuan akhir yang ingin dicapai khususnya bagi umat yang memeluk agama Hindu. Kata moksa berasal dari kata muc yakni berasal dari bahasa Sanskerta yang memiliki arti membebaskan, mengeluarkan atau melepaskan. Sehingga dari kaat tersebut muncul menjadi kata mukta atau moksa yang berarti kelepasan atau kebebasan. Moksa berarti terbebas dari ikatan duniawi, bebas dari segala bentuk karma phala, dan juga terbebas dari samsara. Moksa dapat trercapai bukan saja setelah manusia mengakhiri hidupnya di dunia ini, tetapi dalam kehidupan di dunia inipun moksa itu dapat tercapai. Seperti bunyi sloka yakni “Moksartham Jagadhitaya ca iti dharma” bahwa tujuan agama Hindu adalah untuk mencapai moksa dan kesejahteraan umat manusia. Jiwa yang sudah mengalami moksa maka mereka tidak akan mengalami ikatan nafsu dan keduniawian yang bersifat maya atau palsu. Jiwa mereka telah sepenuhnya terbebas dari rasa suka dan duka yang semua itu berasal dari keduniawian. Mereka yang telah mencapai Moksa jiwanya telah mengalami kebahagiaan dan ketenangan yang kekal. Berikut ini merupakan tingkatan-tingkatan Moksa, antara lain:

  • Samipya, adalah kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di dunia ini. Hal ini dapat dilakukan oleh para Yogi dan Maha Rsi.
  • Srupya, merupakan moksa yang dilakukan di dunia ini karena kelahirannya. Kedudukan atma pencerminan dari kemahakuasaan Tuhan, seperti halnya Sri Rama, Budha Gautama, dan Sri Kresna. Walaupun Atma telah mencapai perwujudan tertentu namun ia tidak terikat oleh segala sesuatu yang ada di dunia ini.
  • Slokya, adalah suatu kebebasan yang telah dicapai oleh atma dimana atma itu telah berada diposisi dan kesadaran yang sama dengan Tuhan. Dalam keadaan seperti ini dapat dikatakan Atma telah mencapai tingkatan Dewa yang merupakan manifestasi dari Tuhan itu sendiri.
  • Sayujna, yakni suatu tingkatan kebebasan yang tertinggi dimana atma telah dapat bersatu dengan Brahman.

Apabila dilihat dari kebebasan yang dicapai oleh Atma, maka Moksa juga dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut:

  • Moksha yakni tingkatan moksha yang masih meninggalkan badan wadah.
  • Adhi Moksha yaitu tingkat moksha yang masih meninggalkan abu.
  • Parama Moksha yaitu tingkat moksha yang tertinggi yang tidak meninggalkan bekas apapun.

Jadi itulah penjabaran mengenai Panca Sradha beserta bagian-bagiannya yang dimana kita harus dapat memahami sebagaimana mestinya karena hal itu merupakan dasar keyakinan khususnya untuk umat Hindu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun