Mohon tunggu...
Puja Nurhalizah
Puja Nurhalizah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa aktif

ENFP -T

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Jejak Pemikiran R.A Kartini Dalam Gerakan Emansipasi Wanita

14 Desember 2024   23:44 Diperbarui: 14 Desember 2024   23:44 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

PENDAHULUAN
 Latar Belakang
Pembicaraan mengenai perempuan sangat menarik, tidak ada habisnya untuk diperbincangkan. Perempuan mungkin tidak bisa seluruhnya menduduki "high profile", namun isu-isu yang menyangkut perempuan seperti kedudukan peranan, kegiatan, kesetaraan, dan kemandiriannya masih menjadi isu yang kontroversial dan emosional. Sebelum perkembangan abad XX, perempuan tidak bisa disejajarkan dengan laki-laki dalam hal apapun, khususnya pendidikan. Perempuan tidak memperoleh hak pendidikan dan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat. Di Indonesia sendiri pada abad XIX gerakan kaum perempuan terfokus pada menuntut hak untuk persamaan dalam bidang pendidikan. Perempuan pada waktu itu terkekang dengan budaya setempat yang tidak membolehkan kaum perempuan untuk memiliki pendidikan yang tinggi seperti kaum laki-laki. Perempuan hanya bertugas menurut pada suami dan mengurus pekerjaan rumah tangga. Perempuan sebagai the second sex yang bahkan tercermin dalam ungkapan-ungkapan yang lebih mengutamakan laki-laki.
Melihat permasalahan di atas tergugah beberapa tokoh perempuan seperti: Cut Nyak Dien, Raden Dewi Sartika, Rohana Kudus, Rahmah El-Yunusiyah, dan Raden Ajeng (R.A.) Kartini. Salah satu tokoh yang akan kelompok kita bahas yaitu Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat atau yang biasa di sebut R.A Kartini. Raden Ajeng Kartini adalah putri dari keluarga bangsawan Jawa yang lahir pada 21 April 1879 di Kota  Jepara,  Jawa  Tengah  (Mustikawati, 2015). Ayah Kartini bernama Raden Mas Adipati Sosroningrat yang  menjabat  sebagai  seorang  bupati di  Demak. Sedangkan, ibunya bernama Ngasirah yang merupakan putri dari kalangan rakyat biasa. Karakter yang dimiliki ayah R.A. Kartini ini tegas dan progresif yang mana karakter yaitu turun-temurun dari ayahnya yang sebelumnya  menjabat  sebagai  bupati di  Demak. Sikap Tegasnya  itu  disebabkan amanah yang  diberikan  oleh Pangeran  Ario  Tjondronegoro  yang mengatakan bahwa  pendidikan memiliki  peran  penting  dalam  kelangsungan  hidup pada garis   keturunannya.  Sehingga   Amanah   sang   ayahnya   itu membuat  Sosroningrat   ini berusaha   memberikan   pendidikan   yang  terbaik  bagi  anak-anaknya.
R.A Kartini merupakan anak ke 5 dari 11 bersaudara. Kartini memiliki kesempatan untuk bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS). Sekolah tersebut merupakan sekolah yang diperuntukkan bagi kalangan orang Belanda dan orang jawa kaya. Pada tahun 1903 Kartini menikah dengan K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang merupakan seorang bupati. setelah setahun menikah RA Kartini dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Soesalit Djojoadhiningrat. Namun setelah 4 hari melahirkan Kartini menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 25 tahun. Pada masa Kartini yang sangat kental akan budaya Jawa menempatkan perempuan sebagai makhluk kelas dua setelah laki-laki. Perempuan tidak memiliki kekuasaan atas dirinya sendiri. Perempuan tidak memiliki kebebasan untuk mengaktualisasikan diri. Tugas perempuan hanya di dapur, sumur, dan kasur, karena perempuan tersubordinasi dari kaum laki-laki.
 Perempuan tak ubahnya sebagai budak dari tuannya, dimana segala kehidupan perempuan telah diatur sedemikian rupa orang tua dan penuh kepatuhan khususnya pada golongan bangsawan Jawa. Semenjak ia kecil sudah dididik mengenai bagaimana mereka harus berbakti kepada suaminya. Mereka harus menyerah dengan segala persoalan dan harus selalu bersabar. Bahkan menurut adat, kedudukan atau derajat wanita dianggap lebih rendah dari pada laki-laki. Hal tersebut membuat mereka jadi tinggi hati. Oleh karena itu mereka tidak memiliki kebebasan sebagaimana yang dimiliki kaum laki-laki. Kebebasan untuk keluar rumah, bersekolah, kebebasan untuk bekerja diluar rumah, dan lebih-lebih menduduki jabatan dalam masyarakat semua itu tidak dimiliki oleh kaum wanita. demikian juga dengan adat istiadat yang lain seperti sopan santun, adat perkawinan dan sebagainya harus ditaati dan dilaksanakan dengan terlibatnya oleh kaum perempuan (Tashadi, 1986 : 64)
Keadaan masyarakat yang sedemikian juga dialami oleh Kartini sebagai seorang gadis yang dilahirkan di lingkungan priayi, ia merasakan keadaan itu jauh lebih berat dari pada yang dialami gadis-gadis kebanyakan. Ayah dan ibunya yang termasuk dalam golongan bangsawan, makan mereka akan memegang teguh adat dari nenek moyangnya. R.A Kartini hidup di lingkungan keluarga yang lebih maju, maka juwa kemajuan yang ada pada Kartini sudah mulai nampak semenjak ia masih kanak-kanak dan sudah ada keinginan pada dirinya untuk bebas dan berdiri sendiri. Sebagai wanita muda yang masih hidup dalam ikatan adat yang masih kuat. Ia lebih memikirkan nasib kaum dan bangsanya. Ia berusaha untuk membebaskan para wanita dari tradisi yang sangat mengikat, dan juga mendesak pemerintah agar meninjau kembali kebijaksanaan politiknya dan mengadakan pembaharuan yang berguna bagi rakyat. Ia juga bertekad bulat ingin mengangkat para kaum wanita yang terlihat rendah. disamping itu Kartini juga berkeinginan memajukan bangsanya. Dengan melihat kondisi masyarakat yang seperti itu, Kartini banyak memikirkan persoalan yang menjadi pusat perhatiannya, seperti nasib kaum wanita, pendidikan, kesenian, kesehatan dan sebagainya.
Walaupun R.A. Kartini yang ditakdirkan hidup di lingkungan bangsawan, hal tersebut tidak membuat jiwanya terpengaruh dengan kebangsawananya dan menjadi sombong serta semena-mena. Karena di dalam jiwa R.A. Kartini telah bertumbuh cintanya terhadap rakyat Indonesia dan ia tidak suka jika ada orang yang selalu membanggakan asal keturunanya, bahkan R.A. Kartini sangat benci dan tidak segan-segan untuk menentang. R.A. Kartini inginkan hanyalah kehidupan bebas, merdeka, dan saling menghormati, serta mempunyai hak dan derajat yang sama. Sejak muda R.A. Kartini hanya memikirkan tentang kepentingan rakyatnya. Ia selalu berusaha dan memperhatikan nasib rakyatnya dengan 120 cara mengunjungi desa-desa yang ada disekitar untuk mengetahui secara langsung, bagaimana keadaan rakyatnya dan tidak segan untuk membantunya. Ia bahkan tidak sedikit pun merasakan takut terhadap bangsa Belanda, bahkan ia berani menuliskan secarik kertas yang isinya mengecam pemerintahan Hindia Belanda karena sistem politik yang mereka buat yang bertujuan tidak mencerdaskan anak bangsa.
Pada masa R.A. Kartini ini kaum perempuan tidak diberikan kebebasan dalam hal pendidikan dan kedudukannya (Ima, D., Restu, N., & Yusuf, S.,2020). Sebab pada masanya Indonesia yang masih memiliki keterkaitan dengan pemerintah kolonial ini telah terjadi penyimpangan sosial yang membedakan hak dan kedudukan kaum perempuan. Sehingga dari keadaan itu pun memunculkan tindakan diskriminatif terhadap kaum perempuan terutama dalam hal mengakses pendidikan yang seharusnya kaum perempuan pun diberikan hak dan kebebasan yang sama seperti kaum laki-laki. Dari keadaan yang terjadi pada masa R.A. Kartini mendorong dirinya untuk membuat suatu perubahan terhadap hak dan kedudukan kaum perempuan saat itu terutama dalam hal pendidikan. Tentunya perjuangan yang dilakukan  R.A.  Kartini  ini adalah sebagai bentuk emansipasi perempuan yang membawa perubahan besar pada masa itu. Emansipasi terhadap kaum perempuan yang dipelopori oleh R.A. Kartini ini  adalah salah satu perjuangan untuk bebas dari aturan budaya Jawa yang mengikat kaum perempuan di wilayahnya saat  itu (Mustikawati, C.,2015). Dimana di  dalam perjuangannya itu mencerminkan sikap nasionalisme, komitmen dan tekad dalam memperjuangkan hak kaum perempuan. Perjuangannya  itu seharusnya bisa memberikan  motivasi  kepada peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. Salah satu bentuk perjuangannya yaitu dalam bidang pendidikan di mana ia berhasil membentuk sekolah-sekolah bagi  kaum perempuan dan memberikan pengajaran menurut gagasannya.
Dalam korelasi pendidikan, R.A. Kartini mewariskan dua hal. Yang pertama yaitu kemandirian. Walaupun R.A. Kartini berasal dari keluarga bangsawan yang memiliki kebebasan untuk merasakan dunia pendidikan, tetapi beliau tetap belajar di rumah dan tidak pernah lupa melakukan kebaikan dan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam hidup seorang R.A. Kartini, tidak ada kata menyerah untuk belajar dan berjuang dalam menghadapi tantangan kehidupan. Kartini meyakini bahwa pentingnya pendidikan bagi perempuan harus diprioritaskan karena perempuan memegang peran kunci sebagai pendidik utama dalam membentuk karakter anak-anak. Bagaimana mungkin generasi penerus bisa berkembang dengan baik jika seorang ibu tidak memiliki akses yang cukup untuk memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anaknya. Pandangan Kartini pada zamannya telah menunjukkan pemikiran yang jauh lebih maju daripada norma yang masih terbatas pada pandangan konservatif.
Pemikiran Kartini pada masanya memang menunjukkan tingkat kedewasaan yang jauh lebih maju dari pada lingkungannya yang masih terbelenggu oleh tradisi konservatif. Kartini memiliki keahlian berbahasa Belanda karena menempuh pendidikan hingga usia 12 tahun, yang jauh lebih lama dibandingkan dengan kebanyakan dari 25 teman sebayanya. Kemampuannya berbahasa Belanda memungkinkannya untuk belajar secara mandiri dan berkomunikasi melalui surat dengan teman-temannya yang berasal dari Belanda. Melalui surat-surat tersebut, Kartini mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap ketidakadilan yang dirasakannya terhadap beberapa aspek yang ia anggap merugikan perempuan pada masa itu. Sejarah Kartini mulai Jelas pada babak ia masuk kedalam pingitan, ketika di dalam penjara ini dia mengalami pendalaman dan seakan-akan hidupnya yang masih muda dipaksakanan untuk mendalami persoalan-persoalan yang sebenarnya belum layak menjadi tugasnya.

Pemikiran- Pemikiran R.A Kartini mengenai Pendidikan, Emansipasi Wanita dan Nasionalisme
Pemikiran R.A Kartini Nasionalisme
Pemikiran Nasionalisme merupakan pemikiran bagaimana kita memiliki kesadaran identitas terhadap bangsa tanah air. Pemikiran Nasionalisme menut Kartini dapat memicu perlawanan terhadap kolonialisme serta merupakan pembangunan identitas bangsa. Dalam pernyataan di surat yang ia buat Nasionalisme adalah kesadaran akan martabat dan potensi bangsa yang terjajah. Dengan Nasionalisme dapat berharap adanya sebuah peradaban. Karena, nasionalisme akan memiliki penghormatan pada budaya lokal serta nilai perjuangan melalui Pendidikan dan kesadaran rasa sama akan merugi. Beliau melakukan kritik terhadap sistem kolonial yang jelas merugikan ara penduduk pribumi, beliau terus mengupayakan pelestarian budaya, serta memperkuat Pendidikan guna persiapan regenerasi bangsa. Kartini juga mengungkapkan Pendidikan merupakan senjata utama melawan dominasi kolonial. Dengan rasa Nasionalisme maka akan muncul bahwa tidak ada inferioritas etnis tertentu dan melampaui segala batas etnis dan kelas sosial. Beliau menekankan kesetaraan dalam Gerakan Nasional dan memberi hak perempuan untuk dapat menjadi pahlawan.
 Salah satu bentuk melawan dengan intelektualitas sebagai senjata melawan hegemoni kolonial dan dengan menulis surat dengan Bahasa belanda. Mendokumentasikan budaya  Jawa, mengkritik kolonial menggunakan tulisan,mengembangkan pemikiran kesadaran kritis, identitas Bersama serta menciptakan kesatuan Nasional.
Pemikiran Emansipasi Wanita oleh R.A Kartini
Beliau memperjuangkan emansipasi Wanita karena rasa prihatinnya melihat kondisi para perempuan pribumi yang selalu mendapatkan diskriminasi serta ketidaksetaraan hak. Beliau banyak menantang segala bentuk upaya yang merendahkan perempuan.  Besar harapan Kartini akan adanya kesetaraan gender. Kartini dengan tegas menentang praktik- praktik adat yang membatasi kebebasan perempuan, terutama sistem pingitan dan pernikahan paksa serta Tindakan yang memprihatinkan yakni poligami. Baginya poligami merupakan bentuk penindasan sistematis terhadap perempuan. Salah satu usahanya adalah dengan surat-suratnya dengan sahabat nya yang ada di Belanda dalam buku Door Duisternis Tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Dalam suratnya terdapat beberapa pernyataan yang beliau lontarkan seperti Emansipasi bukan sekedar kebebasan, melainkan hak untuk menentukan nasib sendiri dalam segala aspek kehidupan. Beliau menekankan bahwa emansipasi Wanita tak akan terjadi tanpa adanya dasar instrumen Pendidikan dan menurut beliau emansipasi adalah proses pembebasan sistematis melalui Pendidikan, kesadaran kritis dan kemandirian.
Perempuan memiliki hak sama banyak dengan laki-laki dalam mendapatkan Pendidikan. Beliau percaya emansipasi Wanita juga merupakan bagian dari perjuangan kemerdekaan. Kemandirian juga merupakan hal penting. Emansipasi Wanita juga memiliki tujuan agar perempuan mandiri dan dapat berdiri pada kakinya sendiri. Untuk itu selain dari memperkuat Pendidikan, perlu dilakukan pendukung yakni dalam hal ekonomi dengan pengembangan ekonomi seperti wirausaha perempuan akan membantu dalam kemandirian finansial tanpa harus bergantung terhadap sosok laki-laki. Beliau juga banyak membangun jejaringan dan solidaritas perempuan dengan komunikasi Internasional serta pertukaran pemikiran serta gagasan.
R.A Kartini memiliki kontribusi yang besar terhadap pendidikan serta emansipasi wanita yang terjadi di Indonesia. Beliau memperjuangkan emansipasi wanita dan pendidikan untuk pribumi. Pemikirannya bagaikan cahaya dalam kegelapan. Pemikirannya pendidikan untuk perempuan merupakan poin utama yang beliau lakukan dan beliau tanamkan bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan perempuan. Untuk memperjuangkan pemikirannya tentu bukan lah hal yang mudah dan perlu melalui banyak proses. Antara lain, perjuangan melalui tulisan, mendirikan sekolah, pemikiran progresif, prinsip perjuangan, kegiatan sosial, pemikiran nasionalisme dan masih banyak lainnya.
Dalam perjuangan di bidang pendidikan, beliau mendirikan sebuah sekolah untuk perempuan di Pendopo Kabupaten Jepara dimana sekolah tersebut mengajarkan banyak hal agar para perempuan dapat berkarya yakni dengan mengajarkan membaca, menulis, menjahit, membatik, memasak, kerajinan tangan dan berbagai pengetahuan umum. R.A Kartini memiliki kurikulum pendidikan yakni pengenalan pendidikan modern, integrasi keterampilan praktis dan pengembangan intelektual. Dapat dilihat dari kurikulumnya beliau mengembangkan kurikulum yang dipadukan dengan pengetahuan modern dengan keterampilan praktis. Beliau menggunakan moderat dan diplomasi serta menggabungkan pemikiran modern. Untuk memperjuangkan pendidikan beliau memanfaatkan statusnya yang merupakan seorang anak dari bupati untuk mempengaruhi pemikiran pejabat, mendapatkan dukungan untuk pendidikan perempuan dan meyakinkan orang tua untuk menyekolahkan anak perempuan.
Dengan berdirinya sekolah Kartini ini akhirnya membawa dampak positif menginspirasi sekolah di berbagai daerah serta membuka kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pendidikan perempuan. Dalam pendidikan yang diajarkan ia juga meletakkan dasar pergerakan emansipasi wanita. Nama R.A Kartini tak akan lepas dari sejarah pendidikan di Indonesia perjuangannya membawa pengaruh kepada kebijakan pendidikan nasional yang mana para perempuan mendapatkan peningkatan atas akses perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Dalam hal pendidikan tak ada lagi diskriminasi gender. Tentu saja perjuangannya dalam melestarikan pendidikan ini tidak mudah dan banyak mengalami kesulitan ataupun pertentangan seperti, resistensi budaya patriarki, keterbatasan sumber daya, tekanan kolonial, kendala sosial politik dan adat istiadat.
Dalam memperjuangkan Emansipasi Wanita, beliau menulis surat terhadap sahabat penanya di Belanda seperti Stella Zeehandelaar, Rosa Abendanon dan Prof. Abandon. Dalam suratnya beliau mengungkapkan kritiknya terhadap budaya feodal yang membatasi perempuan, pentingnya pendidikan untuk kemajuan perempuan dan keprihatinannya terhadap praktek poligami serta harapan kesetaraan gender.
Gerakan Nasional Oleh para Perempuan yang Memiliki Pemikiran Serta Semangat Sama dengan R.A Kartini
Selain tokoh penting yang terkenal seperti R.A Kartini terdapat banyak pejuang perempuan di Indonesia yang memiliki peran penting dalam memperjuangkan emansipasi wanita dan pendidikan perempuan dan gerakan organisasi yang terhubung dengan pemikiran R.A Kartini yakni :
Raden Dewi Sartika yang merupakan salah satu tokoh penting dalam gerakan emansipasi wanita di Indonesia yang terinspirasi oleh R.A Kartini yang mana beliau mendirikan sekolah untuk perempuan pertama di Bandung, Jawa Barat yang dikenal sebagai sekolah istri dan tujuan dari sekolah istri ini adalah untuk memberikan pendidikan perempuan agar mereka dapat mandiri dan berperan aktif dalam masyarakat.
Cut Nyak Dien merupakan tokoh perempuan yang berasal dari Aceh yang terkenal karena perannya dalam peperangan yang terjadi di Aceh melawan Penjajahan Belanda. Meskipun fokusnya adalah pada perlawanan fisik akan tetapi, semangat perjuangannya sejalan dengan pemikiran R.A Kartini yang memperjuangkan hak perempuan dan kebebasan. Sehingga perempuan pun boleh menjadi pahlawan dan beliau juga merupakan simbol dari keberanian dan ketahanan perempuan dalam menghadapi penindasan.
Rohana Kudus yang merupakan sosok aktivis juga jurnalis dari Sumatera Barat juga terpengaruh oleh pemikiran R.A Kartini dan beliau mendirikan sutat kabar dengan judul oetusan hindia  yang memuat isu-isu mengenai hak-hak perempuan dan pendidikan.
Organisasi Perempuan yang muncul setelah R.A Kartini bersama dengan pengaruh pemikirannya yakni :
Aisyiyah organisasi wanita Muhammadiyah yang berfokus pada pendidikan dan pemberdayaan perempuan.
Fatayat NU merupakan organisasi yang berdiri di naungan Nahdlatul Ulama yang mana berperan aktif dalam bidang pendidikan dan sosial.
Perhimpunan Perempuan Indonesia yang merupakan organisasi  yang memperjuangkan hak-hak perempuan dan berperan dalam pendidikan dan menyadarkan mengenai kesadaran politik di kalangan perempuan.
 Sikap dan Pola pergerakan R.A Kartini
Kartini menolak untuk diam dan menerima nasib. Ia memiliki pola pergerakan yang berbeda dengan tokoh-tokoh perjuangan fisik; Kartini lebih memilih jalur intelektual dan literasi sebagai senjatanya. Melalui tulisan dan surat-suratnya kepada teman-teman di Belanda, Kartini menyuarakan kegelisahannya tentang keterbatasan yang dihadapi perempuan pribumi, khususnya terkait akses terhadap pendidikan dan kebebasan menentukan jalan hidup. Kartini juga menerapkan pola pergerakan yang menyeluruh dan strategis dengan mengajak perempuan-perempuan di sekitarnya untuk belajar dan memperluas wawasan mereka, meskipun secara informal. Dengan cara ini, ia tidak hanya memperjuangkan perubahan untuk dirinya sendiri tetapi juga menanamkan kesadaran kolektif di kalangan perempuan pribumi.
Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan melalui jalur intelektual, yakni dengan menyebarkan gagasan-gagasannya lewat tulisan dan surat-surat yang dikirimkan kepada teman-temannya di Belanda. Kumpulan surat ini kemudian dibukukan dengan judul Door Duisternis tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang, sebuah karya yang kelak menjadi simbol perjuangan dan pencerahan bagi perempuan Indonesia. Kartini juga secara aktif mengajak perempuan-perempuan di lingkungannya untuk belajar, meskipun dalam bentuk pendidikan informal. Melalui surat-suratnya, ia menegaskan pentingnya pendidikan bagi perempuan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup mereka, melampaui batas-batas tradisi yang membelenggu saat itu. Salah satu tokoh yang sangat terpengaruh oleh pemikiran Kartini adalah J.H. Abendanon, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Hindia Belanda, yang bersama istrinya mendukung gagasan Kartini.
Abendanon berperan penting dalam penerbitan kumpulan surat Kartini pasca-wafatnya, yang kemudian dikenal sebagai Door Duisternis tot Licht. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1911, berkat usaha Abendanon, dengan tujuan untuk menarik perhatian dan dukungan bagi pendirian sekolah bagi anak-anak perempuan Bumiputera sesuai cita-cita Kartini. Surat-surat Kartini berhasil membangkitkan simpati serta dukungan dari kalangan intelektual Belanda yang berhaluan liberal dan progresif, sehingga mereka memahami pentingnya pendidikan bagi perempuan di tanah jajahan. Gagasan-gagasan Kartini dalam surat-surat tersebut bukan hanya menjadi aspirasi personal tetapi juga menginspirasi perubahan pandangan sosial terhadap perempuan Indonesia, menjadikan pendidikan sebagai landasan untuk mencapai kesetaraan dan kemajuan bangsa.
Surat-Surat Kartini: Media Perjuangan Intelektual
J.H. Abendanon, yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Hindia Belanda pada masa pemerintahan Kolonial Belanda, memainkan peran krusial dalam mendukung dan menyebarkan pemikiran-pemikiran R.A. Kartini. Sebagai seorang tokoh Belanda yang memiliki pandangan liberal dan progresif, Abendanon terkesan dengan ide-ide Kartini, terutama yang berkaitan dengan pendidikan perempuan dan emansipasi. Ketika Kartini wafat pada tahun 1904, Abendanon merasa bahwa gagasan-gagasan yang disuarakan oleh Kartini harus dikenal lebih luas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Belanda, tempat asalnya.
Abendanon bersama istrinya, yang juga mendukung visi Kartini, mengambil inisiatif untuk mengumpulkan dan menerbitkan surat-surat Kartini yang sebelumnya ditulisnya kepada teman-teman dan mentor-mentornya di Belanda. Surat-surat ini memberikan gambaran yang jelas tentang pemikiran Kartini mengenai pendidikan, hak-hak perempuan, dan peran mereka dalam masyarakat. Pada tahun 1911, setelah berusaha keras mengorganisir dan menyusun surat-surat tersebut, Abendanon akhirnya berhasil menerbitkan buku yang berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Buku ini berisi kumpulan surat-surat Kartini yang menyuarakan gagasan-gagasan pentingnya pendidikan untuk perempuan pribumi dan perlunya kesetaraan gender.
Tujuan utama dari penerbitan buku tersebut adalah untuk menarik perhatian masyarakat Belanda, terutama para intelektual dan pembuat kebijakan yang memiliki pandangan liberal, agar mendukung pendidikan perempuan pribumi di Hindia Belanda. Kartini melalui surat-suratnya dengan tegas mengajukan argumen bahwa pendidikan adalah kunci untuk emansipasi perempuan, yang jika diberikan dengan tepat, dapat membebaskan perempuan dari belenggu tradisi dan kesenjangan sosial. Kartini juga mengungkapkan bahwa dengan pendidikan, perempuan dapat berperan aktif dalam kemajuan bangsa, sebagaimana pria. Surat-surat ini menjadi alat penting dalam menggalang dukungan bagi pendirian sekolah-sekolah untuk perempuan pribumi, sesuai dengan cita-cita Kartini.
Penerbitan buku Door Duisternis tot Licht tidak hanya memberikan wawasan tentang pemikiran Kartini, tetapi juga berhasil membangkitkan simpati dari berbagai kalangan intelektual Belanda yang berpandangan progresif dan mendukung ide reformasi dalam pendidikan. Melalui buku tersebut, banyak pihak yang mulai menyadari pentingnya perubahan dalam kebijakan pendidikan di Hindia Belanda, terutama dalam memberikan akses yang lebih luas bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Buku ini juga memberikan dampak besar dalam membentuk opini publik, baik di Belanda maupun di Indonesia, tentang pentingnya penghapusan diskriminasi gender dalam dunia pendidikan. Dengan peran penting Abendanon dalam mempublikasikan pemikiran Kartini, pemahaman tentang emansipasi perempuan dan pendidikan mulai mendapatkan perhatian lebih besar. Upaya ini menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah perjuangan pendidikan perempuan di Indonesia, karena penerbitan buku tersebut membantu membuka mata banyak orang tentang pentingnya pendidikan sebagai alat pembebasan dan pemberdayaan perempuan, serta mendukung gerakan perubahan sosial di Hindia Belanda.
 Hasil Pergerakan R.A Kartini dalam Pendidikan
R.A. Kartini berperan besar dalam memperjuangkan pendidikan perempuan melalui pendirian sekolah dan advokasi perubahan kebijakan pendidikan. Pada tahun 1903, Kartini mendirikan sekolah untuk gadis-gadis pribumi di Jepara, yang menjadi model pendidikan perempuan pertama di Indonesia. Langkah ini menjadi titik awal penting bagi institusionalisasi pendidikan perempuan di tanah air.  
Institusionalisasi Pendidikan Perempuan:
Kartini menginspirasi pendirian Sekolah Kartini di berbagai kota dan daerah, yang mengadopsi model pendidikan berbasis gender. Sekolah-sekolah ini memberikan akses belajar kepada perempuan pribumi yang sebelumnya sulit mendapat pendidikan formal, sehingga turut menggerakkan emansipasi perempuan di Indonesia.
Transformasi Kebijakan Pendidikan:
Pemikiran Kartini memberikan pengaruh besar terhadap kebijakan pendidikan nasional, terutama dalam peningkatan akses pendidikan bagi perempuan dan pengakuan pendidikan sebagai hak universal. Kartini mengadvokasi penghapusan diskriminasi gender dalam pendidikan, dan gagasan-gagasannya tentang kesetaraan hak dalam pendidikan telah menginspirasi perubahan kebijakan yang lebih inklusif. Kartini berpegang teguh pada keyakinan bahwa "Pendidikan adalah kunci utama emansipasi. Tanpa pendidikan, perempuan akan tetap terbelenggu" (Soeroto, 1979). Dalam surat-suratnya, Kartini mengungkapkan bahwa perubahan harus datang dari kesadaran dan pendidikan, bukan dari konfrontasi (Kartini & Symmers, 1920). Kartini juga menekankan bahwa pengetahuan dan kekuatan sejati bangsa harus digali dari dalam diri sendiri, serta pentingnya kekuatan kata-kata dalam memperjuangkan kebenaran: "Pena lebih tajam daripada pedang dalam mengungkap kebenaran" (Kartini & Abendanon, 1911).
Pengaruh Pemikiran RA Kartini
Pendidikan merupakan pembelajaran suatu pengetahuan maupun keterampilan yang diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya melalui pengajaran, pelatihan, maupun penelitian. Pendidikan bisa didapatkan dari orang lain ataupun sendiri (otodidak). Pendidikan sangatlah penting bagi generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, pendidikan harus terus terlaksanakan dengan baik. Begitu pula yang diharapkan oleh R.A. Kartini. Perjuangan R.A. Kartini di dunia pendidikan begitu erat kaitannya dengan emansipasi wanita. Pada zaman dulu, keadaan pendidikan di masyarakat Indonesia masih kurang dan sangatlah menyedihkan. Dikarenakan banyaknya anak-anak terlantar dan buta huruf. Kesadaran pendidikan bagi R.A. Kartini merupakan suatu fondasi penting untuk emansipasi wanita. Ia meyakini bahwa pendidikan bukan hanya sekedar akses terhadap ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai alat untuk mencapai kebebasan berpikir dan kemandirian. Kemandirian memang sangatlah dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Pemerintah juga mendidik kemandirian dengan menetapkan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang diterapkan di beberapa Perguruan Tinggi Negeri dan institusi pendidikan lainnya. Selain itu juga ditetapkan di sekolah-sekolah menengah dengan kategori SSN, SBI, dan bermuara di SKM.
Dalam pandangannya, perempuan yang terdidik akan mampu mempertahankan norma-norma sosial yang mengekang, memperjuangkan hak-haknya, dan berkontribusi secara aktif dalam masyarakat. Kartini percaya bahwa melalui pendidikan, perempuan bisa mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang dunia di sekitar mereka, sehingga dapat mengambil keputusan yang lebih baik dalam hidupnya. Dengan demikian, pendidikan bagi Kartini adalah jalan untuk mengubah posisi sosial perempuan, menjadikan mereka tidak hanya sebagai objek, tetapi sebagai subjek yang berdaya dan berperan penting dalam pembangunan bangsa. Kesadaran ini mencerminkan keyakinan Kartini bahwa emansipasi perempuan tidak dapat terwujud tanpa adanya kesempatan yang sama dalam pendidikan, sehingga semua perempuan berhak mendapatkan akses yang setara untuk mengembangkan potensi diri mereka.
Pemberdayaan perempuan merupakan upaya yang secara tegas menentang norma-norma tradisional yang seringkali membatasi peran perempuan dalam masyarakat. Di dalam  banyak budaya, perempuan dipandang hanya sebagai aktor domestik, seperti melakukan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak, sementara laki-laki sering kali mendominasi peran publik dan pengambilan keputusan strategis. Pemberdayaan perempuan berfokus pada menghilangkan hambatan-hambatan ini dengan memperjuangkan hak perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, politik, bisnis, dan masyarakat.Hal tersebut mencakup upaya untuk meningkatkan akses perempuan terhadap pendidikan berkualitas, memberikan keterampilan yang relevan dan menciptakan kesempatan kerja yang setara. Selain itu, pemberdayaan perempuan juga berarti mendukung perempuan dalam posisi kepemimpinan dan pengambilan keputusan sehingga suara mereka didengar dan dihormati.
Dengan mengadvokasi kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan tidak hanya memberikan manfaat bagi individu tetapi juga memberikan manfaat kepada masyarakat secara keseluruhan. Karena partisipasi penuh perempuan dalam seluruh aspek kehidupan dapat mendorong pembangunan sosial dan ekonomi. Melalui upaya ini, diharapkan terjadi perubahan paradigma yang lebih inklusif, menjadikan mereka agen perubahan yang dapat mempengaruhi kebijakan, dan menciptakan perubahan paradigma yang lebih inklusif sehingga menciptakan lingkungan yang lebih adil bagi semua. Kesetaraan gender merupakan sebuah prinsip yang menekankan perlunya keseimbangan hak dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan serta menentang segala bentuk diskriminasi yang dapat menghambat perkembangan dan partisipasi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan.
Dalam konteks pemikiran emansipasi wanita, sosok seperti Kartini menjadi salah satu pelopor yang sangat berpengaruh. Ia dengan sangat tegas menolak pandangan patriarki yang berlaku pada saat itu, yang seringkali menempatkan perempuan pada posisi subordinat, meminggirkan mereka, dan dibatasi dalam peran-peran tradisional. Kartini mendorong perempuan tidak hanya menerima nasib yang ditentukan oleh masyarakat, tetapi juga berani memperjuangkan hak-haknya dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan pengambilan keputusan. Ia percaya bahwa pendidikan merupakan sebuah kunci untuk membebaskan perempuan dari belenggu ketidakadilan dan ketidakberdayaan, dan dengan melalui pendidikan perempuan dapat memperoleh pengetahuan yang mereka butuhkan untuk menuntut hak-hak mereka. Adapun  nilai-nilai  keutamaan  R.A.  Kartini  yang  dapat  menjadi  motivasi  yaitu :
Emansipasi  :  kesetaraan  perempuan,  peka  dan peduli  social,  semangat  pembebasan, melawan ketidakadilan dan penindasan, perlindungan hak perempuan dan anak.
Nasionalis  :  cinta  bangsa  dan  tanah  air, mendukung  keragaman,  menguatkan  budaya dan tradisi, berlandaskan jati diri bangsa.
 Terdidik   :   pembelajar,   rasional   dan intelektual,   cerdas   dan   kritis,   analitis   dan argumentatif, perempuan sebagai ibu bangsa.
Kreatif  :  pemikiran  terbuka,  menerima  ide  dengan gagasan  baru,  berani  mengubah, menciptakan peluang, inovatif dan berkarya, berorientasi masa depan.
Optimis  :  pantang  menyerah,  teguh kepribadian,  gigih  memperjuangkan  keyakinan, berprasangka dan berkehendak baik, berpikir positif, orientasi pada kemajuan.
 Bersahaja  :sederhana,  tidak  pamer, menghormati  sesame,  tidak  sombong,  bangga kepada kemampuan diri.
Religius   :   jujur   dan   ikhlas,   bijaksana, menyampaikan   kebenaran,   menghormati perbedaan pandangan, koreksi diri.
Pemikirannya tidak hanya berfokus pada peningkatan individu, tetapi juga pada perubahan struktural dalam masyarakat dimana perempuan dapat diakui sebagai peserta yang setara dan berkontribusi dalam pembangunan. Dengan memperkuat suara dan aspirasi perempuan, Kartini menjadi simbol perjuangan melawan diskriminasi gender dan membuka jalan bagi generasi mendatang untuk terus memperjuangkan kesetaraan gender. Ia tidak hanya menginspirasi perempuan untuk berjuang, namun juga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya partisipasi perempuan dalam membangun dunia yang lebih adil dan setara.

Kesimpulan
R.A Kartini memiliki peran penting dalam pergerakan nasional yang terjadi di Indonesia. Beliau merupakan tokoh perempuan yang berperan penting dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Dengan sikapnya yang berani serta pemikirannya yang visioner beliau menentang praktik-praktik diskriminatif seperti poligami, sistem pingit, dan pernikahan paksa. Beliau percaya bahwa perempuan memiliki haknya sendiri dalam menentukan nasib mereka sendiri. Pendidikan yang dimiliki oleh perempuan tidak boleh lebih rendah dibandingkan dengan laki0laki. Dan melalui suratnya beliau menekankan bahwa emansipasi bukan hanya mengenai kebebasan melainkan bagaimana berdiri dengan kaki mereka sendiri yakni dengan ilmu pengetahuan, pendidikan dan kemandirian finansial. Pendidikan sebagai kunci perubahan merupakan hal yang ditekankan oleh R.A Kartini sebagaimana pendidikan merupakan instrumen untuk memunculkan rasa dan sikap nasionalisme. Tulisannya yang terkenal "Habis Gelap Terbitlah Terang" berhasil menyatakan kegelisahan serta harapan bagi perempuan pribumi dan menginspirasi perubahan pandangan sosial terhadap perempuan. Dengan hak-hak perempuan yang diperjuangkan oleh R.A Kartini muncullah pejuang perempuan lain yang memiliki pemikiran yang sama serta rasa senasib untuk ingin bebas dari belenggu kolonialisme sehingga memicu terjadinya gerakan perjuangan nasionalisme untuk melawan kolonial.

Daftar Pustaka
Amini, M. (2021). Sejarah Organisasi Perempuan Indonesia: 1928-1998. UGM PRESS.
Anderson, B. R. O. G. (1990). Language and power: Exploring political cultures in Indonesia. Cornell University Press.
Arifah, N. K., & Novita, A. (2023). Pendidikan dan Nasionalisme: Analisis Pemikiran Raden Ajeng Kartini Sebagai Pahlawan Emansipasi Perempuan. Kariman: Jurnal Pendidikan Keislaman, 11(2), 314-323.
Kartini, R. A., & Cot, J. (2014). Kartini: The complete writings 1898-1904. Monash University.
Hanani, S. (2011). Rohana Kudus dan pendidikan perempuan. Marwah: Jurnal Perempuan, Agama dan Jender, 10(1), 37-47.
Ibrahim, T. (2018). Manajemen "Sekolah Kaoetamaan Istri" Raden Dewi Sartika dalam meningkatkan keterampilan kaum wanita Sunda: Indonesia. Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Al-Idarah, 3(1), 18-23.
Ikhwan, M. H. D. (2022). ANALISIS KARAKTER SEMANGAT KEBANGSAAN CUT NYAK DIEN SEBAGAI TOKOH PELOPOR PERJUANGAN PEREMPUAN. Nazharat: Jurnal Kebudayaan, 28(1), 70-80.
Kartini (Raden Ajeng), Abendanon, J. H., & Allard, E. M. A. A. J. (1976). Door duisternis tot licht: gedachten over en voor het javaanse volk. Nabrink.
Letters of a Javanese princess. AA Knopf, 1920.
Mustikawati, C. (2015). Pemahaman emansipasi wanita. Jurnal kajian komunikasi, 3(1), 65-70
Muthoifin, M., Ali, M., & Wachidah, N. (2017). Pemikiran Raden Ajeng Kartini Tentang Pendidikan Perempuan Dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Islam. Profetika: Jurnal Studi Islam, 18(1), 36-47.
Nadhiroh, Ira Khikayatu, Eko Heri Widiastuti, and Zusrotin Zusrotin. "Pengaruh Pemikiran RA Kartini Terhadap Motvasi Belajar Wanita Milenial di Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara." Historica 2.1 (2022): 8-13.
Pramudawardhani, I., & Estiana, E. (2019). Perjuangan Dan Pemikiran Ra Kartini Tentang Pendidikan Perempuan. Keraton: Journal of History Education and Culture, 1(1).
Pane, Armijn. Habis gelap terbitlah terang. Balai Pustaka (Persero), PT, 1949.
Suryani, N. A., & Hudaidah, H. (2021). Pemikiran Ra Kartini Untuk Relevansi Pendidikan Khususnya Pada Kaum Wanita Di Indonesia. Profetika: Jurnal Studi Islam, 22(1), 119-122.
Taylor, J. S. (1976). Raden Ajeng Kartini. Signs: Journal of Women in Culture and Society, 1(3, Part 1), 639-661.
Toer, P. A., & Kartini, R. A. (2003). Panggil aku Kartini saja. (No Title).
Vreede-de Stuers, C. (1960). The Indonesian woman: Struggles and achievements. (No Title).
Yuniarnengsih, Ega. "PENGARUH PENGAJARAN RADEN AJENG KARTINI DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH SEBAGAI BENTUK USAHA UNTUK MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK." JEJAK: Jurnal Pendidikan Sejarah & Sejarah3.1 (2023): 40-52.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun