Pembangunan sering kali menjadi pilar utama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan publik. Namun, prosesnya tidak jarang memunculkan konflik, baik antara pemerintah dengan masyarakat maupun antar kelompok masyarakat. Konflik ini biasanya dipicu oleh perbedaan kepentingan, ketimpangan informasi, hingga pelibatan masyarakat yang minim dalam perencanaan pembangunan. Salah satu contoh kasus yang menarik untuk dianalisis adalah konflik pembangunan di kawasan Tambak Lorok, Kota Semarang. Berikut adalah kondisi pemukiman padat dan tidak teratur yang bertempat di tepi sungai dan laut.
Selain kondisi pemukiman yang demikian, infrastruktur jalan, jembatan, dan saluran air juga kurang memadai, sebagai berikut.
Kawasan Tambak Lorok juga menunjukan bahwa lokasi tersebut sangat rentan terhadap bencana seperti banjir, rob, dan abrasi, yakni sebagai berikut.
Dari beberapa foto tersebut dapat diartikan bahwa Tambak Lorok merupakan kawasan pesisir yang menjadi pusat aktivitas nelayan tradisional. Pemerintah Kota Semarang beberapa tahun terakhir meluncurkan proyek revitalisasi kawasan untuk meningkatkan daya tarik pariwisata dan memperbaiki infrastruktur. Namun, proyek ini memicu konflik dengan masyarakat setempat yang sebagian besar menggantungkan hidup pada aktivitas perikanan tradisional (Ikhsan, 2021).
Penyebab utama konflik ini adalah perbedaan persepsi mengenai manfaat proyek. Pemerintah menilai revitalisasi dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui perbaikan infrastruktur dan peluang ekonomi baru. Sebaliknya, masyarakat merasa pembangunan tersebut mengancam ruang hidup mereka, baik secara fisik maupun ekonomi. Beberapa warga khawatir kehilangan tempat tinggal akibat penggusuran, sementara yang lain takut sulit beradaptasi dengan perubahan pola ekonomi yang ditawarkan proyek revitalisasi. Seperti halnya yang disampaikan oleh Bapak Slamet selaku perwakilan masyarakat yang tinggal disana yang menuturkan bahwa masyarakat disana tidak akan mungkin pindah. Beliau juga mengatakan bahwa sesuatu yang membuatnya sulit untuk meninggalkan Tambak Lorok adalah ketergantungannya pada laut serta keahliannya dalam melaut atau menjadi nelayan sudah lekat pada dirinya sebagai upaya untuk bertahan hidup (Tempo.com 2024).
Selain itu, kurangnya komunikasi antara pihak pemerintah dan masyarakat memperburuk situasi. Banyak warga mengaku tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, sehingga merasa aspirasi mereka diabaikan. Kondisi ini menciptakan ketegangan yang berujung pada penolakan terhadap proyek pembangunan.
Konflik pembangunan seperti di Tambak Lorok memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan publik. Pertama, proyek yang terhambat atau ditolak akibat konflik dapat memperlambat upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kedua, ketegangan antara pemerintah dan masyarakat menciptakan distrust, yang pada akhirnya melemahkan efektivitas kebijakan pembangunan di masa depan. Ketiga, masyarakat yang terlibat konflik sering kali mengalami ketidakpastian ekonomi dan sosial, yang dapat menurunkan kualitas hidup mereka.
Dari kasus ini, terdapat beberapa pelajaran penting yang dapat diterapkan untuk meminimalkan konflik dan meningkatkan kesejahteraan publik melalui pendekatan yang lebih partisipatif dan transparan. Pelibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan, mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan, sangat diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan yang sesuai dengan kondisi lokal sekaligus mengurangi potensi konflik. Selain itu, transparansi dan komunikasi yang efektif menjadi elemen kunci dalam memastikan bahwa informasi terkait proyek pembangunan tersampaikan dengan jelas dan dapat dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan.
Pendekatan berbasis komunitas juga memainkan peran penting dalam mewujudkan hasil pembangunan yang berkelanjutan. Ketika proyek pembangunan dirancang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik lokal, masyarakat akan merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap keberlanjutannya. Kasus konflik pembangunan seperti yang terjadi di Tambak Lorok menegaskan bahwa pendekatan yang inklusif dan kolaboratif merupakan prasyarat utama untuk menciptakan pembangunan yang harmonis dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
SUMBER:
1. Ikhsan, Muhamad Faisal Nur. 2021. "Tambak Lorok, Potret Buram Gempita Pembangunan Kota Semarang."
2. Tempo.com. 2024. "Seloroh Warga Kampung Nelayan Tambak Lorok Yang Memilih Bertahan Meski Dihantam Rob Dan Abrasi."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI