Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo tiba-tiba angkat suara soal perpanjangan PPKM Darurat. Dia mengatakan, kebijakan itu berat bagi rakyat. Pemerintah diminta melakukan evaluasi. Dan lebih terbuka untuk mendengar suara rakyat.
Sekilas, pernyataan Ganjar itu terasa cukup tegas. Tak biasanya Ganjar melakukan hal semacam itu. Sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, Ganjar mengeluarkan statemen seolah-olah mengkritik kebijakan PPKM Darurat yang dikeluarkan pemerintah?
Bukan. Ganjar bukan sedang mengkritik pemerintah soal PPKM Darurat. Ia hanya ingin memberikan masukan, berdasarkan apa yang sehari-hari dilihatnya di lapangan.
Mungkin dialah satu-satunya gubernur yang setiap hari berkeliling untuk menyapa masyarakat. Masuk ke pasar hingga gang sempit perkampungan, Ganjar melihat sendiri bagaimana kondisi warganya di lapangan.
Dari situ ia melihat, bagaimana sulitnya kehidupan rakyat tatkala pelaksanaan PPKM Darurat. Rakyat menjerit, karena semua sektor kehidupan sekarat. Roda ekonomi tak berputar. Dapur sudah tak mengepul.
Dari semua lini. Yang paling merasakan dampaknya adalah rakyat kecil. Buruh pabrik dirumahkan. Pedagang pinggir jalan tak dapat penghasilan. Bagaimana mau dapat uang. Melayani pembeli makan di tempat saja sudah dilarang.
Wajar kalau Ganjar meminta pemerintah mengevaluasi rencana perpanjangan PPKM Darurat dan lebih peka mendengarkan suara rakyat. Karena sejatinya, rakyat adalah penguasa tertinggi dari sebuah negara.
Setahun lebih negeri ini dihantam pandemi. Beragam cara dilakukan pemerintah untuk menangani. Namun hasilnya belum signifikan menurunkan angka-angka epidemologi.
Mulai PSBB sampai PPKM dibuat, guna membatasi mobilitas masyarakat. Bahkan PPKM biasa jadi Darurat, dengan penanganan yang super ketat. Pergerakan masyarakat dibatasi. Jalanan disekat dan dijaga aparat. Tempat-tempat keramaian ditutup. Petugas gabungan rutin melakukan operasi justisi.
Mungkin, ada yang salah dengan kebijakan kita. Karena negara hanya mendengarkan suara pakar kesehatan, ekonom dan politisi dalam menyusun strategi. Bukan suara rakyat. Pemilik sah Republik ini.