Ketika bicara survei elektabilitas calon presiden (capres) 2024, nama-nama seperti Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan biasanya menjadi tiga teratas. Beberapa kali lembaga survei mengeluarkan hasil pollingnya, ketiga nama itu saling sikut dan saling adu ketat memperebutkan posisi teratas.
Ada kalanya Prabowo Subianto menduduki urutan pertama, disusul Ganjar dan Anies. Tapi beberapa hasil survei menyebut Ganjar mampu menyalip Prabowo dan jauh meninggalkan Anies. Praktis tak pernah ada kejutan dalam hasil-hasil lembaga survei lain dalam periode selanjutnya, karena hasilnya pasti tak jauh berbeda.
Memang selain tiga nama yang selalu menduduki puncak klasmen lembaga survei itu, masih ada nama-nama lain yang muncul seperti Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan Puan Maharani. Namun dalam beberapa kali survei oleh lembaga survei yang berbeda, nama-nama tersebut belum mampu bicara banyak, karena perolehannya jauh di bawah tiga kandidat kuat itu.
Ambil contoh Lembaga Indikator Politik yang merilis survei kisaran Oktober 2020 lalu. Hasilnya, Ganjar menduduki peringkat pertama dengan perolehan 18,7 persen, disusul Prabowo Subianto 16,8 persen dan Anies Baswedan 14,4 persen.
Dalam survei Indikator Politik itu, setidaknya ada 15 nama yang dimasukkan, termasuk nama putri Megawati Soekarno Putri, Puan Maharani. Dan hasilnya, Puan berada di posisi lima terbawah dengan hasil 0,9 persen, disusul Menteri BUMN Erick Thohir 0,8 persen, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian 0,4 persen, Ketua Umum PKB Iskandar 0,2 persen dan Kepala BIN Budi Gunawan 0,1 persen.
Juga dengan Lembaga Survei Indonesia, yang merilis hasil jajak pendapat tentang siapa yang paling pantas dicalonkan sebagai Capres 2024. Dalam survei yang dirilis pada Februari 2021 itu, tiga nama teratas masih diduduki Prabowo, Ganjar dan Anies, dengan capaian Prabowo 22,5 persen, Ganjar 10,6 persen dan Anies 10,2 persen.
Sementara, lagi-lagi nama Puan Maharani berada di urutan bawah dengan capaian 1,1 persen saja.
Namun tiba-tiba, nama Puan Maharani mencuat dan berhasil mengalahkan tokoh-tokoh beken yang biasa bertengger di puncak survei, sebut saja Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Hasil survei Citra Opini Polling Study (COPS) menyebutkan, ketua DPR RI itu berada di posisi puncak dengan capaian 13,2 persen.
Hebatnya lagi, Puan berhasil mengalahkan Ganjar yang berada di posisi kedua dengan capaian 8,2 persen dan Anies Baswedan sebesar 8,1 persen. Nama Prabowo Subianto tidak masuk dalam survei karena lembaga ini berdalih melakukan survei terhadap tokoh-tokoh muda dalam pertarungan Pilpres 2024.
Publik pastinya terkejut dengan hasil survei ini. Puan Maharani yang dalam beberapa kali survei tak mampu berkata banyak, mendadak muncul sebagai jawara. Publik patut skeptis dan mempertanyakan kredibilitas lembaga survei COPS.
Benar saja, saat berita tentang keunggulan Puan Maharani atas Ganjar Pranowo dan Anies diupload di media sosial, komentar-komentar julid bermunculan. Tak sedikit dari netijen yang menganggap survei ini setingan dan bahkan ada yang dengan tegas mempertanyakan lembaga surveinya. Jangan-jangan lembaga survei abal-abal?
"Lembaga survei apa ini? Kok baru dengar," cuit akun @Nomnom di akun twitter.
"Jadi ketum Partai PDIP aja belum tentu bisa kepilih, apalagi mau Nyapres. Ga bakalan bisa kau kalahkan elektabilitas Ganjar Pranowo dan Risma," timpal akun @muis___
Wajar jika masyarakat tidak percaya dengan hasil survei itu. Selain fakta bahwa Puan beberapa kali terseok di dasar klasmen sejumlah lembaga survei, selama ini ia juga belum mampu mengungguli tingkat elektabilitas calon kuat lain semisal Ganjar, Prabowo dan Anies. Belum lagi, banyak pihak yang menilai jika Puan belum mampu berbuat banyak dalam percaturan politik di tanah air.
Masyarakat Mulai Cerdas
Literasi politik masyarakat Indonesia, diakui atau tidak sudah mulai meningkat. Cara-cara lama, semisal memanfaatkan lembaga survei untuk mengubah opini publik, tentu akan mendapat perlawanan cukup keras. Apalagi, framing yang diciptakan tergolong sangat aneh bahkan 'dipaksakan'.
Jika sebelumnya nama Puan Maharani mampu bersaing dengan nama-nama besar lain pada survei-survei sebelumnya, tentu hasil survei COPS ini tak akan jadi soal. Namun karena nama Puan awalnya tak berkutik dan mendadak memenangkan pertarungan elektabilitas, tentu menjadi hal yang wagu.
Tak salah jika publik menganggap survei itu akal-akalan semata. Apalagi, sejumlah fakta mengejutkan juga dihadirkan dalam survei tersebut.
Misalnya munculnya nama Budiman Sudjatmiko, politisi PDIP yang juga mendapatkan suara cukup besar dan menduduki peringkat keempat dengan capaian elektabilitas sebesar 7,2 persen. Capaian itu bahkan mengungguli Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil di angka 6,2 persen.
Banyak pihak menduga, munculnya nama Budiman dikarenakan survei dilakukan di kalangan internal PDI Perjuangan. Sebab selain nama Puan pada posisi teratas, kemunculan nama Budiman juga hal yang mengejutkan mengingat praktis Budiman tak pernah disebut dalam survei-survei lembaga lainnya.
Lalu apakah Puan Maharani patut jumawa dengan hasil survei COPS ini? Saya rasa tak perlu. Mereka seharusnya juga ikut mempertanyakan kredibilitas lembaga survei yang diketuai Ziyad Falahi itu.
Rakyat tak bisa dibohongi dengan framing-framing yang tidak masuk akal itu. Apalagi PDI Perjuangan, sebagai partai besar yang sudah bertahun-tahun menjadi penentu serangan dalam pertarungan politik. Meski sampai saat ini partai berlambang banteng itu belum memberikan sinyal siapa kadernya yang dijagokan dalam Pilpres 2024, namun yang jelas untuk saat ini bukan Puan Maharani orangnya.
Lalu siapa?
Mari kita tanya pada rumput yang bergoyang...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H