Nahas benar nasib Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang digagas sejumlah tokoh nasional kita. Alih-alih mendapat dukungan karena mengusung 'janji suci' menyelamatkan Indonesia, baru lahir saja organisasi ini sudah penuh dengan duka lara.
Tepat sehari usai peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-75, Selasa (18/8) para tokoh politik barisan 'sakit hati' berkumpul. Di tempat sakral yang sangat terkenal bernama Tugu Proklamasi Jakarta Pusat, para tokoh semisal Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, Amien Rais, Rizal Ramli, Refly Harun, Rocky Gerung, Said Didu dan lainnya dengan lantang mendeklarasikan KAMI. Tujuannya jelas, untuk menyelamatkan Indonesia dari berbagai permasalahan yang terjadi.
Baru saja selesai deklarasi, KAMI langsung diserang habis-habisan oleh masyarakat dan tokoh penting lain yang memahami tujuan sejati berdirinya KAMI. Selain pelanggaran protokol kesehatan karena menimbulkan kerumunan, KAMI dianggap memiliki tujuan politik tertentu.
Ia tak lahir murni sebagai organisasi kemasyarakatan yang ingin berkontribusi demi kebaikan, melainkan memiliki setting agenda politik dan mengincar kekuasaan. Bahkan secara gamblang, hal itu disebutkan oleh Presiden RI ke-5 yang juga pimpinan PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri. Mega menyebut, ada banyak petinggi KAMI yang ingin menjadi Presiden.
Pro dan kontra terus berkembang. Apalagi, saat peristiwa deklarasi, terjadi sebuah hal yang sangat memalukan. Dimana saat Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair al Shun merasa ditipu, sehingga turut hadir dalam acara deklarasi itu. Lewat media sosial, Zuhair sampai memohon maaf pada Presiden Jokowi dan seluruh rakyat Indonesia.
Setelah itu, drama-drama baru bermunculan. Setiap acara deklarasi yang hendak digelar KAMI di daerah, hampir semuanya selalu mendapat penolakan. Bahkan di sejumlah daerah, deklarasi terpaksa dibatalkan karena gelombang penolakan begitu keras.
Belum usai derita itu terobati, kini berita baru muncul dan semakin mencabik-cabik organisasi KAMI. Sebanyak 8 petinggi KAMI ditangkap pihak kepolisian karena disinyalir menyebarkan informasi hoaks dan provokatif terkait demonstrasi penolakan undang-undang Ciptakerja.
Kedelapan tokoh penting KAMI yang ditangkap itu adalah Petinggi KAMI, Syahganda Nainggolan, deklarator KAMI, Anton Permana, Ketua KAMI Medan, Khairi Amri dan sejumlah tokoh lain seperti Jumhur, Kingkin, Devi, Juliana dan Wahyu Rasari Putri.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono menerangkan, penangkapan delapan petinggi KAMI ini terkait demo omnibus law yang berakhir ricuh dan anarkis. Delapan orang itu diduga memberikan informasi yang menyesatkan serta bermuatan suku, ras agama dan antargolongan (SARA) serta penghasutan melalui group whatsapp. Akhirnya, sejumlah aksi demonstrasi penolakan Undang-Undang Ciptakerja di sejumlah daerah berakhir dengan ketegangan, kericuhan hingga menimbulkan korban.
Atas penangkapan itu, KAMI langsung mengambil sikap. Melalui Presidium KAMI, Gatot Nurmantyo, Din Syamsuddin dan Rochmat Wahab, KAMI menyampaikan sikap resminya, yang intinya menyesalkan dan memprotes penangkapan para tokoh pentingnya itu. KAMI menyebut bahwa penangkapan itu adalah tindakan represif dan tidak mencerminkan fungsi Polri.