Pagebluk Covid-19 masih melanda seantero negeri. Ribuan nyawa melayang, suami kehilangan istri, istri kehilangan suami. Anak kehilangan orang tua, saudara dan kerabat menangis menjadi-jadi. Kawan sejawat yang kemarin menemani ngopi, kini tinggal kenangan yang mendera diri. Sungguh, pemandangan yang tak pernah diharapkan menimpa bumi pertiwi.
Sejak melanda Indonesia pada Maret lalu, sampai hari ini, Rabu (23/9) sudah ada 9.977 orang meninggal di Indonesia. Penambahan kasus dimungkinkan masih terjadi, mengingat masih ada ratusan ribu orang yang dinyatakan positif Covid-19 di tanah air.
Angka-angka ini tentu memilukan, sekaligus menakutkan. Bagaimana tidak, hanya dalam waktu tujuh bulan saja, wabah yang bermula dari Wuhan China ini membuat ribuan nyawa melayang di Indonesia. Keyakinan yang berkembang saat ini, Covid-19 adalah virus mematikan. Dia adalah pembunuh utama di abad ke-21 ini.
Akan tetapi, pernyataan Ketua Satgas Covid-19, Doni Monardo belum lama ini, sepertinya menjadi angin segar. Doni menerangkan, sampai saat ini tidak ada kasus kematian pasien Covid-19 di Indonesia yang tanpa gejala atau dengan gejala ringan. Semua pasien yang meninggal itu, memiliki penyakit penyerta (komorbid) yang diderita.
Doni bahkan menjelaskan, dua komorbid yang paling banyak menyumbang angka kematian selama pandemi Covid-19 adalah jantung dan gagal ginjal. Dari 10 orang yang memiliki komorid gagal ginjal menyumbang 7 angka kematian. Ementara dari 10 orang dengan komorbid jantung, 5 diantaranya meninggal dunia.
Data serupa disampaikan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Dalam beberapa kesempatan, Ganjar mengatakan bahwa dua komorbid terbesar yang menyebabkan tingginya angka kematian selama pandemi Covid-19 di Jawa Tengah adalah diabetes dan hipertensi. Diabetes menyumbang angka kematian di Jateng hingga 39,9 persen, sementara hipertensi menyumbang angka 32,0 persen.
Dari data-data itu, sepertinya Covid-19 bukanlah pembunuh utama. Ia mengancam nyawa, apabila pengidapnya memiliki penyakit bawaan yang sebelumnya diderita.
Sebelum informasi ini muncul, saya adalah orang yang paling takut tertular virus Covid-19. Bagaimana tidak, pekerjaan saya yang mewajibkan keluar rumah dan bertemu banyak orang, tentu sangatlah riskan.
Sempat jantung saya mau copot, ketika mendengar ada satu kawan saya dinyatakan positif Covid-19. Padahal sehari sebelum informasi itu, saya dan dia sempat bertemu dan bercanda ria. Saat saya di swab, rasanya saya sudah pasrah dengan keadaan. Menunggu hasil swab selama berhari-hari itulah pengalaman yang paling mendebarkan bagi saya. Saya mengurung diri di kamar, dengan mengabaikan anak yang selalu mengetuk pintu dan minta bertemu.
Alhamdulillah hasil swab menyatakan saya negatif. Dan teman saya yang positif, cukup karantina selama seminggu dan dinyatakan sehat kembali. Setelah itu, kamipun tetap bisa ngopi sambil berbagi kisah pengalamannya selama dikarantina.
Tanpa mengurangi kehati-hatian dan kewaspadaan kita pada virus ini, setidaknya kabar ini membuat kita semua, khususnya saya sedikit merasa lega. Kita yang sampai saat ini dalam kondisi sehat, tak perlu terlalu paranoid pada virus ini. Kita tetap bisa bekerja dan beraktivitas ke luar rumah dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Olahraga, minum vitamin dan menerapkan 3 M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan pakai sabun) pastilah bisa melindungi kita dari ancaman bahaya virus ini.