"Menunda tugas = Menabung bencana"
Pernah gak sih kamu ada di keadaan dimana otak kamu meminta kamu untuk mengejar deadline agar gak numpuk, tapi hati kita itu kayak jawabÂ
"Udah, nonton YouTube aja"Â atau nih, kita pengen banget nonton film yang lagi happening banget, atau ketika otak kamu menjawab "Oke nih berat badan aku udah mulai naik, tapi hati kamu malah mendukung kamu untuk mukbang makanan mumpung lagi ada diskonan" Nah, ketika kita dihadapkan pada kondisi seperti ini, kita akan dilema untuk memilih satu yang harus dipilih.Â
Seringkali memang otak kita kalah, dan kita cenderung mengikuti kata hati. Jadi, kita barangkali akan lebih memilih menonton daripada memilih mengerjakan tugas yang membosankan. Atau kita mungkin berpikir, "Ah, gak papa kali ditunda dulu belajarnya, toh deadlinenya masih lama."Â
Ujung-ujungnya adalah kita yang kesulitan sendiri karena pekerjaan makin numpuk dan waktu pengerjaan yang semakin sedikit, dan akhirnya kita yang stres sendiri. Tapi tidak apa-apa, kalau misalkan kamu bingung, ya hal ini wajar. Karena memang, kita tidak pernah belajar mengenai hal-hal seperti ini di sekolah.
Di sekolah kita belajar tentang Sosiologi, Matematika, dan Fisika, tapi kita tidak benar-benar belajar bagaimana caranya mengatasi dilema antara memilih otak atau hati. Makanya, aku tahu banget nih kalau perihal menentukan pilihan seperti ini itu adalah masalah yang kita sering temui di kehidupan sehari-hari dan mungkin banget dari kamu yang belum mengetahui solusinya.
So, dalam tulisan kali ini aku akan membahas mengenai prokrastinasi atau kita lebih familiar bermakna kebiasaan untuk menunda-nunda pekerjaan.
Simpelnya, tentang bagaimana caranya mengatasi dilema otak dan hati yang sering kita alami karena memang hal ini yang selalu menjadi biang dari adanya prokrastinasi itu sendiri. Jadi, aku menyarankan kamu untuk membaca sampai habis tulisan ini agar mendapatkan insight dari apa yang aku bagikan kali ini.
Pertama-tama, aku akan memberikan analogi kepada kamu mengenai fenomena otak dan hati ini. Sebenarnya, fenomena hati versus otak bisa dianalogikan sebagai unta dan pengendaranya. Jadi, anggap aja kalau kamu sedang mengendarai seekor unta, kamu pasti memegang tali atau kendali di atas unta itu.Â
Ketika kamu mau belok kiri, kamu harus mengarahkan unta itu untuk belok kiri. Atau kalau mau belok kanan, ya tinggal arahkan aja unta itu belok kanan. Dengan kata lain, kamu bisa mengarahkan unta itu untuk jalan, belok, berhenti atau untuk melakukan apapun yang kamu mau. Tapi, pasti ada beberapa momen dimana kamu mau belok kanan, tapi unta itu malah gak mau belok atau gak mau jalan sama sekali.