[caption caption="Sumber Foto: sigambar.com "][/caption]Orang tua zaman dahulu do'anya terkenal mustajab. Kalau ada orang tua yang mendoakan anaknya, cepat atau lambat pasti diijabah Allah SWT. Bahkan orang tua dulu tak pernah khawatir walaupun memiliki banyak anak. Beda dengan orang tua zaman sekarang yang takut tidak mampu membiayai kalau punya empat atau lima orang anak. Padahal dulu, punya anak belasan itu biasa. Empat atau lima orang anak itu sudah terhitung minim.
Padahal dari segi materi, kebanyakan masyarakat zaman dulu hidup pas-pasan. Hanya segelintir orang yang memiliki pekerjaan tetap. Kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai petani, pekebun atau hanya sebagai pendakwah. Tetapi walau kondisinya pas-pasan, mereka tidak pernah khawatir dengan rezeki yang diberikan Allah SWT. Mereka yakin rezeki itu sudah ditetapkan Yang Maha Kuasa. Tinggal manusianya mau berusaha atau tidak.
Karena tetap survive dalam kondisi terjepit sekalipun, banyak diantara anak-anak mereka yang kelak menjadi orang hebat, ulama terkenal atau pengusaha sukses. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang berhasil menguliahkan anaknya sampai meraih gelar sarjana di luar negeri.
Menurut saya, inilah berkah dari do'a orang tua yang selalu mencari rezeki di jalur yang halal. Jadi, do'a mereka mudah diijabah oleh Allah SWT.
Kiai dan santrinya juga begitu. Ada yang sakit perut, didoakan, langsung sembuh. Ada yang bertahun-tahun jomblo, didoakan, langsung dapat jodoh. Ada yang lama nggak punya anak, belum dido'akan sudah mbrojol duluan. Saking ampuhnya. Tapi itu dulu, duluuuu sekali.
Santri zaman dahulu tak pernah mengenal yang namanya gadget, apalagi internet. Mereka sibuk belajar di pondok-pondok pesantren. Tidak sekedar belajar, tetapi mereka juga ikhlas dan menyerahkan dirinya dengan harapan akan bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Kalau santri sekarang itu unik-unik. Saya berani "mengkritik" karena beberapa teman akrab saya merupakan santri-santri pilihan dan sering menjadi teman diskusi saya. Diantara teman saya, ada yang masuk pesantren karena terpaksa. Lho, terpaksa gimana?
Entah karena faktor ketampanan wajah atau memang dia termasuk pria karismatik, sahabat saya itu terpaksa masuk pesantren karena sudah tidak tahan dengan godaan seorang wanita. Hampir setiap hari, wanita tersebut mendatangi teman saya dengan berbagai macam rayuan gombal wanita masa kini. Sebenarnya dia sering khilaf juga. Tapi karena memiliki niat yang tulus dan ingin menjauh dari godaan wanita tersebut, ia memutuskan masuk pesantren.
"Lho, kamu kenapa kok nyasar kesini?"
Saya terkaget-kaget saat bertemu teman saya di pesantren yang cukup terkenal di daerah ini. Apalagi saya memang sudah lama tidak bertemu dia. Pas ketemu, eh kok ketemu di pesantren. Padahal akan lebih cocok kalau perjumpaan kami terjadi di lembaga permasyarakatan.Â
Karena yang saya tahu, dulu dia adalah orang yang suka mabok, mengonsumsi obat-obatan terlarang dan suka main perempuan. Pertemuan itu memang sangat mengagetkan saya. Agak aneh walaupun tidak ajaib.