Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Radikalisme dan Liberalisme di Puncak Kejayaan Islam

3 Juni 2018   22:31 Diperbarui: 4 Juni 2018   15:16 2027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Khalifah Harun Ar-Rasyid pernah mengirimkan jam tangan kepada Chalemagne, seorang penguasa di Eropa. Setiap 60 menit, jam tersebut berbunyi. Akan tetapi, rupanya orang Eropa saat itu masih gagap teknologi, sehingga mengira bunyi yang keluar dari jam adalah suara jin. 

Kalau di zaman sekarang, barangkali jam tersebut disangka ada penunggunya, entah jin ifrit, jin ngglundung, atau sejenis kuntilanak. Yang jelas, bunyi jam itu sampai membuat orang-orang Eropa takut. Sungguh sangat tahayul dan khurafat orang Eropa saat itu.

Sekelumit kisah Khalifah Harun Ar-Rasyid dan Cherlemagne dicatat sebagai salah satu sejarah yang pernah terjadi di Dinasti Abbasiyah yang disebut sebagai masa emas peradaban Islam, bahkan disebut-sebut inilah puncak peradaban Islam. Philip K. Hitti mengatakan jarak peradaban antara kaum muslim di bawah kepemimpinan Harun Ar-Rasyid jauh melampaui peradaban nasrani pimpinan Cherlemagne.

Dikutip dari Kitab Tarikh Khulafa, karya Imam Suyuthi, di masa ini perumusan -perumusan baru ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak pernah dirumuskan dalam bentuk formal mulai muncul ke permukaan. Beberapa tahun setelah kepemimpinan Harun Ar-Rasyid, ilmu kedokteran anatomi tubuh, ilmu astronomi, optik, aljabar, dan banyak ilmu lainnya makin berkembang. 

Salah satu faktor pendukungnya karena khalifah saat itu, Al Makmun, sangat terbuka dengan ilmu pengetahuan barat. Al Makmun memang hebat. Ia tak hanya hafal Alquran, tapi juga "pelahap" buku yang andal.  

Di masanya, Al Makmun mengeluarkan kebijakan untuk menerjemahkan buku-buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Sayangnya kebijakan itu membuatnya terperosok ke dalam pemahaman yang menyatakan bahwa Alquran adalah makhluk, bukan kalam Allah seperti yang dipahami para ulama semenjak masa Rasulullah dan sahabat.

Masalah kemakhlukan Alquran ini akhirnya menjadi tema penting dalam kajian teologi Islam saat itu. Ada ulama yang manut dengan Khalifah Al Makmun, karena takut dihukum. Adapula yang tetap "ngeyel" dan bersikukuh menolak pemahaman baru itu. Jumlahnya pun cukup banyak, satu di antaranya adalah Ahmad bin Hanbal. Sikap tegas Imam Hambali jelas berisiko besar. 

Meski berisiko, toh, murid Imam Syafi'i itu bergeming. Ia tetap kokoh dengan keyakinannya. Imam Hambali menanggung derita yang tidak sedikit untuk mempertahankan keyakinannya. Ia akhirnya dijebloskan ke dalam penjara. Di sana, ia dicambuk setiap hari. Namun, karena sikap tegasnya itulah ia tetap dikenang hingga hari ini.

Catatan sejarah memang sangat penting untuk diketahui dan untuk diambil hikmahnya. Kita pun harus menerima dengan lapang dada bahwa salah satu era keemasan Islam di masa Dinasti Abbasiyah dibumbui dengan pemikiran liberal dan tindakan radikal dari Khalifah Al Makmun yang kemudian dikenal berpaham Mu'tazilah.

BTL, 3.6.2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun