Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena Ustaz Abdul Somad

2 Maret 2018   19:33 Diperbarui: 2 Maret 2018   19:40 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : Dokumentasi Pribadi

Suka tidak suka, sosok Ustaz Abdul Somad, LC, MA, memang fenomenal. Ceramahnya viral di mana-mana. Satu video ceramahnya yang ada di Facebook bisa di-share dan ditonton puluhan ribu kali. Gaya ceramah ustaz yang tercatat sebagai lulusan Universitas Al Azhar, Mesir, dan Institut Dar Al Hadis Al Hasanniyah, Maroko, sangat disukai masyarakat. Selain mampu menjawab berbagai pertanyaan, logika dan humor ala Ustaz Abdul Somad mampu menghibur jemaah.

Sebelum dikenal secara luas seperti sekarang ini, orang-orang yang ngaji agamanya di Youtube atau Facebook tidak memiliki banyak pilihan. Saat itu, ustaz-ustaz beraliran Salafi seperti Khalid Basalamah, Firanda Andirja, Yazid Jawas, dkk, masih menjadi pilihan utama sebagian besar jemaah yutubiah di Indonesia, sementara ustaz lain di luar Salafi cenderung kalah pamor.

Tidak heran pada saat itu perdebatan medsos tentang bidah, maulid, tahlil, tawassul, cenderung meningkat, bahkan persentasenya sangat tajam. Kelompok masyarakat yang tadinya terbiasa tidur sambil merokok, tiba-tiba mengatakan rokok haram. Ada juga yang biasanya ke musala saja jarang, tapi ketika di warung kopi begitu fasih bicara bidah dan syirik. Tidak sedikit orang yang memanjangkan jenggotnya sebagai simbol religiositas di lingkungan masyarakat.

Kelompok Salafi memang akrab dengan simbol-simbol itu. Selain jenggot lebat, simbol lain yang akrab dengan kelompok pengagum Muhammad bin Abdul Wahab dan Ibnu Taimiyah adalah celana di atas mata kaki. Simbol semacam ini memang tidak akrab di sebagian umat Islam di Indonesia. Namun, sejalan dengan fatwa ustaz-ustaz panutan jemaah salafiyah, simbol tersebut lalu diidentikkan dengan paham keagamaan yang puritan. Begitupun dengan ajaran yang mereka sampaikan di dalam majelisnya.

Singkatnya, kelompok Salafi ketika berdalil hanya menggunakan satu pendapat yang diklaim bahwa hanya pendapat itulah yang sejalan dengan Alquran dan As Sunnah. Ini bisa dilihat saat ustaz Salafi membahas beragam persoalan yang ditanyakan jemaahnya, dari masalah ibadah, akidah, hingga tauhid. Tidak heran, kelompok Salafi menganggap kelompok yang tidak mengakui Trilogi Tauhid adalah kelompok sesat, bahkan kafir.

Namun, sejak kehadiran Ustaz Abdul Somad, suasana keagamaan di media sosial sedikit mengalami pergeseran. Jemaah-jemaah medsos jelas galau karena Ustaz Abdul Somad tak hanya mengeluarkan satu pendapat ulama terkait persoalan yang ditanyakan, tidak jarang ia mengeluarkan pendapat dari empat mazhab sekaligus. Misalnya, bagi mazhab Syafi'i, Hanbali, dan Hanafi, sedekap dalam salat hukumnya sunnah, sedangkan di mazhab Maliki tidak ada tradisi sedekap, sebab, menurut mazhab Maliki, sedekap dalam salat hukumnya mandub. Kita bisa melihat mayoritas umat Muslim di Maroko yang bermazhab Maliki, mereka tidak bersedekap dalam salat. Ini baru satu contoh kecil. Kalau disebutkan contoh lainnya mungkin akan banyak sekali.

Penjelasan semacam ini tentu membuka cakrawala pemikiran umat Islam yang tadinya sempit menjadi lebih luas, sehingga tidak mudah menghakimi pendapat yang berbeda. Saya jadi teringat dengan ulama besar asal Mekah yang dijuluki gurunya para ulama di nusantara yakni Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki. Dalam mengajar, meski bermazhab Maliki, tetapi ketika mengajar santri asal Indonesia, beliau mengajarkan kitab-kitab mazhab Syafi'i. Begitupun dengan umat Muslim dari negara yang mayoritas umat muslimnya bermazhab Hanafi seperti di India, Turki, dan beberapa negara di Asia Tengah. Itu juga berlaku untuk mazhab lainnya seperti Hanbali atau Maliki. Karena keluasan dan keluwesan ilmunya, Sayyid Muhammad mampu melakukan itu.

Ustaz Abdul Somad yang lahir Silo Lama, Asahan, Sumatera Utara, pada 18 Mei 1977 yang begitu mengagumi sosok Sayyid Muhammad nampaknya melakukan hal yang sama. Tentu saja hal ini tidak hanya dilakukan Ustaz Somad saja, sebab ada banyak ulama lain---yang sayangnya kurang populer di mata jemaah yutub---juga melakukan hal seperti ini. Dari Muhammadiyah yang cukup viral di Youtube, kita bisa melihat keluasan ilmu Ustaz Adi Hidayat yang juga menjelaskan persoalan dengan mengemukakan aneka pendapat ulama salaf.

Ulama-ulama seperti ini memang sangat dibutuhkan di zaman now di mana setiap orang bisa jadi ustaz, baru hafal satu dua hadis, sudah lancar bilang bidah dan syirik. Dikit-dikit bidah. Dikit-dikit syirik. Capek gw ama elu, Tong!

Batulicin, 13 Februari 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun