Yth. Para Calon Pemimpin Anak Bangsa,
Sudah jamak, orang suka hidup bersaing di semua hal..
Hidup dalam kungkungan logika “Menang-Kalah”
Anak-anak diperintah diarahkan untuk ‘menjadi juara’
Sekolah dikelola untuk ‘menjadi paling unggul di dunia’.
Orang mudah bangga, ketika meraih posisi puncak prestasi..
Namun orang juga mudah bingung, ketika kehilangan predikat ‘Juara’
Itu sejatinya, risiko hidup dalam kungkungan logika ‘Menang-Kalah’
Orang hidup dalam persaingan, Dia hidup dalam kebahagiaan yang ganjil:
Sebab menang yang diraih, adalah kondisi telah mengalahkan Liyan..
Sebab kalah yang diperoleh, adalah diam-diam menyimpan rasa kecewa yang dalam..
Orang menang, tergoda untuk bangga, jumawa, serta abai pada eksistensi Liyan..
Orang kalah, tergoda untuk menyimpan iri hati dan dengki..
Yang menang tergoda untuk merendahkan yang kalah
Yang kalah tergoda untuk menculasi situasi liyan kapan-kapan
Ya ya..Begitukah wujud bahagia sejati itu?..
Haruskah, orang mengkonsep hidup dalam “Penuh Persaingan”?
Budi dan Nurani mengajarkan tata nilai hidup dalam keberagaman
Dan setiap pribadi adalah “special and limited edition”, di mata Sang Maha Pencipta, bukan?
Sehingga rumput tidak perlu mengiri kepada pohon-pohon,
atau burung-burung tidak perlu cemburu pada bunga-bunga liar di hutan, bukan?…
Haruskah, orang mengelola hidup dalam ” logika persaingan” yang buta?..
Bukankah menampilkan diri sebagai “yang istimewa dan unik”,
adalah wujud keindahan semesta pula?
Jika setiap orang berke-SADAR-an berbagi peran,
mengisi kehidupan yang penuh keberagaman ini
bukankah itu wujud keindahan, dan kebahagian pula?..
Jika hidup tidak harus bersaing, utopia kah ini?
Semoga setiap pribadi Anda, Pemimpin Indonesia
menemu kesejatian diri dan mengarah kepada ketenteraman sejati
dengan berbagi nilai keutamaan diri
dan berkah masing-masing dalam keberagaman..
Terimakasih. Salam Budaya
Jakarta, 20 Juli 2014