Ironis rasanya melihat bahwa nyawa manusia adalah sebuah permainan itu sendiri. Dengan waktu terbatas para peserta dipersilahkan untuk berjuang mencari selamatnya sendiri dengan berbagai cara yang tidak lazim. Dan ketika manusia dihadapkan kepada sebuah pilihan dieliminasi atau mengeliminasi, ternyata insting hewani untuk membela diri akan menjadi refleks utama! Sejauh yang saya amati dalam permainan squid game insting hewani memang menjadi banteng pertahanan yang terdepan. Karena mau tidak mau hanya ada satu pemenang diakhir permainan!.
Menyingkapi prilaku peserta squid game yang diluar batas membuat saya teringat akan salah satu buku filosof ternama; Jean-Jacques Rousseau. Didalam buku "Discours sur l'origine et les fondements de l'ingalit parmi les hommes" beliau mengatakan "saya hanya melihat hewan seperti sebuah mesin yang cerdik".Â
Hewan diibaratkan sebuah mesin dimana fungsi mekanisnya bergerak secara alamiah. Ketika hewan buas lapar, ia bahkan bisa memakan temannya sendiri karena mekanisme dorongan biologisnya. Dilain sisi, Rousseau mengatakan bahwa manusia itu ibaratnya seperti sebuah mesin yang bebas. Manusia bisa mengendalikan kehendaknya atas kemauan diri sendiri..Â
"Kehendak inilah yang menjadi salah satu perbedaaan antara manusia dan hewan.  Manusia yang didukung oleh intelektualitasnya dapat berpikir hal yang mungkin dilakukan atau tidak. Apakah hal itu sesuai dengan norma hidup hakikat manusia atau tidak. kemampuan manusia untuk selalu beradapasi menjadi lebih baik itulah  yang membedakan manusia dengan hewan.
Lalu, mengapa peserta squid game seakan akan bertransformasi menjadi hewan buas yang menggunakan insting hewani mereka untuk saling mengeliminasi?. Â Dibalik kesadisan yang terjadi sepanjang film ini. Saya melihat satu alasan similar yang membuat insting hewani terkedepankan.Â
Semua peserta squid game dengan latar belakang yang beragam hadir karena alasan yang sama; hutang piutang dan uang. Saya tidak tahu apakah jaman yang sudah terlalu mahal untuk bertahan hidup. Ataukah gaya hidup yang semakin sulit untuk dipuaskan? Kalau mau meneliti lebih jauh kedua tokoh dan seluruh peserta squid game bukanlah orang yang jahat. Mereka berjuang demi mencukupi kebutuhan orang orang terkasihnya.Â
Seharusnya seperti yang dikatakan Rousseau bahwasanya manusia adalah sebuah mesin yang bisa mengontrol kehendak. Namun, klimaks film ini menyajikan sebuah dilemma jalan buntu yang dihadapi oleh para peserta. Keberingasan yang ditampilkan oleh sebagian peserta sebenarnya meninggalkan berbagai pesan humanis. Duel antara Gi-Hun dan Sang-woopun menghadirkan sifat manusia yang sebenarnya. Dimana ego manusia pada akhirnya bisa dikalahkan oleh kehendak untuk melindungi orang terkasih.
Setelah menamatkan akhir season dari serial ini, realitas hidup seperti menyadarkan saya. Manusia hakikatnya adalah makhluk social dan berkomunitas. Hal ini sering kali saya lupakan karena jaman modern menuntut kita menjadi lebih individual. Manusia disibukkan dengan aktivitasnya untuk menghidupi hidup.Â
Sampai terkadang lupa istirahat sejenak dan menyediakan waktu untuk orang lain. Jam terbang aktivitas yang terkadang dihitung dengan materi seperti menjustifikasi keefektifan hidup manusia. Padahal kalau mau balik ke konsep squid game itu sendiri, pembuat game ini hanya ingin merasakan adrenalin yang tercipta berkat sebuah permainan kolektif.Â
Permainan dimana semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain. Seperti yang tertera dikontrak squid game, peserta berhak menghentikan permainan jikalau mayoritas peserta menginginkannya. Kalau konsep ini bisa diterapkan di dunia dunia nyata, tentu saja tidak akan terjadi banyak ketimpangan sosial pada masyarakat modern sekarang.Â
Keputusan perekonomian secara global bukanlah milik kaum elite saja, namun berdasarkan kepentingan masyarakat secara mayoritas. Prihal uang yang menjadi taruhan para VIP squid game demi membunuh kebosanan menjadi sebuah sindiran di dunia modern. Dimana kaum elite merasa uang bisa membeli segalanya. Sehingga cara yang tidak lazim seakan wajar dilakukan hanya demi membahagiakan kaum tertentu.Â