Mohon tunggu...
Intan Puri Hapsari
Intan Puri Hapsari Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penikmat alam semesta. Pengamat fenomena dunia. Pecinta seni manusia berevolusi dan berinteraksi Penulis jadi jadian yang ingin terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tetap Waras Bersama Pandemi

17 September 2020   15:03 Diperbarui: 3 November 2020   04:47 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kata- kata seperti "stress, tidak mungkin atau saya muak" seringkali saya temui disetiap percakapan dengan warga negara ini. Saya mengira apakah ini hanya sebuah trend dalam berbicara saja, namun mengapa efeknya membuat hari saya menjadi ikutan negatif. 

Setelah mengalami pergolakan batin yang cukup lama, saya memutuskan untuk mencari kebahagiaan saya sendiri. Saya mulai membaca buku-buku  filosofi demi mencari tahu tentang apa arti kebahagiaan.

Salah satu buku yang pernah saya baca berjudul "The How Of Happiness"  hasil karya dari seorang professor psikologi, di University of California ; Sonja Lyubormirky. Melalui karyanya, beliau menjabarkan persentase  sumber kebahagiaan  yang dapat dibagi menjadi tiga kategori :

  1. 50% kebahagiaan berasal dari genetik.
  2. 40% kebahagiaan berasal dari pilihan hidup kita serta bagaimana kita mengartikan hidup.
  3. 10% kebahagiaan berdasarkan dari faktor luar dan lingkungan hidup kita.

Berdasarkan penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa faktor genetik berpengaruh besar dalam kebahagiaan seseorang. Maka dari itu memang benar ada orang yang pada dasarnya selalu terlihat depresi, pesimis dan negatif dalam kesehariannya. Mungkin, bisa saja genetik orang Perancis sendiri memang secara alamiah sudah seperti itu. 

Berkat penelitian ini, saya berusaha memahami lebih jauh tentang perbedaan genetik yang dapat berpengaruh pada mood seseorang. Namun, perihal genetik yang memegang peranan besar, hal ini tidaklah menutup kemungkinan bagi kita untuk tetap bisa berbahagia. Kita masih memiliki 40% sumber kebahagiaan yang masih diusahakan melalui jalan pilihan hidup kita sendiri.  Ibarat kata pepatah; masih banyak jalan menuju Roma!

Kesalahan terbesar yang seringkali menghambat kebahagiaan adalah rasa ingin mengontrol semua peristiwa yang terjadi. Sehingga ketika kenyataan tidak sesuai ekspektasi akan menimbulkan kekecewaan yang sangat mendalam. Guna mengatasi kekecewaaan ini rasanya paham stoikisme bisa menjadi buku pedoman dalam bertindak di kehidupan sehari-hari. Filosof asal Yunani ini menyatakan bahwa suatu peristiwa yang terjadi memiliki dua interpretasi yang berbeda ;

  1. Peristiwa atau sesuatu hal yang dapat kita kontrol, contohnya: keinginan, sudut pandang serta tindakan etc.
  2. Peristiwa atau sesuatu hal yang tidak bisa kita kontrol karena tidak hanya bergantung pada diri sendiri, contohnya; kesehatan, kepemilikan, keberhasilan, fenomena alam etc.

Peristiwa yang bergantung pada diri kita sendiri, secara garis besar berada dibawah kendali kita. Akan tetapi ketika berhadapan peristiwa yang diluar kendali manusia, hanyalah ketenangan batin yang bisa membantu untuk melewatinya. 

Melalui buku "Happiness" Frdric Lenoir mengajarkan perihal menerima kenyataan seapadanya dengan legowo. Berserah dan percaya pada hidup itu sendiri dengan mengambil intisari pelajaran hidup melalui peristiwa yang terjadi. 

Dulu saya kurang bisa memaknai kata kata "masih untung masih bisa makan atau masih untung tidak luka parah", saya sebal dengan kata kata "masih untung".  Namun dengan bertambahnya umur, kalimat tersebut mendukung proses pembelajaran diri untuk melihat sisi positif sebuah peristiwa. 

Belajar untuk menerima keadaan yang terjadi dengan seikhlas-ikhlasnya dan selalu "ada" di setiap peristiwa yang terjadi. Dua resep ini bisa membantu untuk berdamai dengan kekecewaan hati ketika kenyataan tidak sesuai harapan.

Peristiwa pandemi ini sudah jelas telah mengubah pola hidup manusia, mematahkan rencana rencana yang telah dibuat dan memisahkan jarak silaturahmi para kerabat. Tentu saja pada awalnya perubahan ini sulit diterima dengan cepat. Tetapi apakah kita mempunyai pilihan? Kalau sudah menyangkut fenomena alam dan kesehatan, kedua hal tersebut sudah diluar kendali kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun