Masih aku ingat tatkala di samping rumah Peri bunga, dalam sepetak tanah di gumuli rerumputan kering; Iya aku pun telah mengering di sana, yang di mana aku tiada pernah meminta kepada Tuhan untuk tumbuh jalang di sebuah zaman pra-sejarah cinta.
Terlalu ada banyak sebab-akibat kenapa tanaman suram sepertiku tumbuh sembarangan meliarkan jalan pandang memaknai cinta, namun aku yang ditelantarkan dunia pun dibesarkan dengan air mata wanita terlalu mudah diperdaya oleh cinta Peri bunga.
Maka sumirnya tak segan-segan pula ia petik tangkai hatiku kemudian terbangkan begitu saja benih dandelion repihku bersama desiran angin tawanya.
Ia pikir aku dan kenanganku akan lenyap begitu saja, Tidak aku malah semakin tumbuh subur di kehidupan baru yang jauh lebih indah; Lihatlah kuningku akan membuatku lebih berhati-hati sesudahnya.