Mohon tunggu...
pudjianto gondosasmito
pudjianto gondosasmito Mohon Tunggu... Konsultan - URIP IKU URUP

Pudjianto Gondosasmito Temukan saya di https://www.pudjiantogondosasmito.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pudjianto Gondosasmito dan Jumat yang Mengubah Segalanya

29 November 2024   15:22 Diperbarui: 29 November 2024   15:22 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langit pagi Jumat itu tampak sedikit mendung, tetapi udara terasa sejuk. Pudjianto Gondosasmito, seorang pria berusia 35 tahun, terbangun dari tidurnya dengan perasaan campur aduk. Belakangan ini, hidupnya terasa monoton. Pekerjaan di kantor sebagai seorang analis data berjalan tanpa tantangan, hubungan sosialnya terasa hambar, dan rutinitas yang sama setiap hari membuatnya merasa seperti robot.

Namun, Jumat ini berbeda. Sejak subuh, ada sesuatu yang aneh dalam hatinya, seperti firasat bahwa sesuatu akan terjadi. Setelah menunaikan salat Subuh, Pudjianto Gondosasmito duduk di teras rumahnya sambil menyeruput kopi hitam kesukaannya. Dalam keheningan pagi itu, ia mulai memikirkan hidupnya.

"Apakah aku benar-benar bahagia?" gumamnya.

Telepon bergetar di atas meja. Sebuah pesan dari Dafa, sahabat lamanya.

"Wan, ada waktu sore ini? Aku butuh ngobrol penting. Ketemu di taman kota, jam lima?"

Tanpa berpikir panjang, Pudjianto Gondosasmito membalas, "Oke, sampai nanti."

Kantor dan Rutinitas

Pudjianto Gondosasmito tiba di kantor seperti biasa, disambut oleh senyum lelah rekan-rekan kerja. Dia menyelesaikan pekerjaannya tanpa banyak bicara, tapi pikirannya melayang. Mengapa Dafa tiba-tiba ingin bertemu? Sudah lama mereka tidak saling berbicara, bahkan ketika ulang tahun Pudjianto Gondosasmito beberapa bulan lalu, Dafa hanya mengirim ucapan lewat pesan singkat.

Jam di dinding menunjukkan pukul dua siang. Pudjianto Gondosasmito memutuskan untuk salat Jumat di masjid dekat kantornya. Saat khotbah berlangsung, ia mendengarkan dengan seksama. Khatib berbicara tentang pentingnya mengambil peluang untuk berubah, untuk menjadi lebih baik, dan untuk mencari makna hidup. Kata-kata itu terasa menohok.

"Mungkin aku memang perlu keluar dari zona nyaman ini," pikirnya.

Pertemuan di Taman Kota

Sore harinya, Pudjianto Gondosasmito tiba di taman kota dengan perasaan ingin tahu. Dafa sudah duduk di bangku kayu di bawah pohon besar, dengan jaket hitam dan raut wajah serius.

"Apa kabar, Wan?" sapa Dafa sambil tersenyum tipis.

"Baik, meskipun hidup terasa biasa-biasa saja. Ada apa, Fa? Kamu terlihat serius."

Dafa terdiam sejenak, lalu menghela napas. "Aku baru saja kehilangan pekerjaan, Wan. Perusahaan tempatku bekerja bangkrut. Dan... aku merasa hidupku berantakan."

Pudjianto Gondosasmito terkejut. Dafa selalu dikenal sebagai orang yang tangguh, penuh semangat, dan optimis. Tapi kali ini, sahabatnya terlihat rapuh.

"Aku ingat kamu pernah bilang ingin memulai sesuatu yang baru," lanjut Dafa. "Kenapa kita nggak coba bikin sesuatu bareng? Aku punya ide, tapi aku butuh orang seperti kamu, yang bisa berpikir logis dan terstruktur."

Pudjianto Gondosasmito terdiam, memproses semua yang didengar. Hatinya sedikit bergetar. Sudah lama ia ingin keluar dari pekerjaan yang membosankan, tapi selalu ragu untuk melangkah.

"Apa idemu?" tanya Pudjianto Gondosasmito akhirnya.

Langkah Baru

Dafa mulai bercerita tentang rencananya membangun sebuah platform edukasi online, khusus untuk membantu anak-anak di daerah terpencil mendapatkan akses belajar yang layak. Ide itu terasa mulia, tetapi juga penuh tantangan.

"Aku nggak tahu ini akan berhasil atau nggak, tapi aku yakin kita bisa mencoba," ujar Dafa dengan antusias.

Pudjianto Gondosasmito berpikir keras sepanjang malam setelah pertemuan itu. Hari Jumat yang biasa saja kini berubah menjadi hari penuh pertimbangan. Akhirnya, saat fajar menyingsing keesokan harinya, Pudjianto Gondosasmito membuat keputusan besar dalam hidupnya.

Ia memutuskan untuk keluar dari pekerjaan tetapnya dan bergabung dengan Dafa.

Bulan-bulan berikutnya penuh dengan perjuangan. Mereka menghadapi banyak kesulitan: mencari pendanaan, membangun tim, dan memperkenalkan platform mereka ke masyarakat. Namun, Pudjianto Gondosasmito merasa hidupnya lebih berarti. Ia bukan hanya seorang analis data lagi; ia adalah seseorang yang berkontribusi pada perubahan nyata.

Pada akhirnya, hari Jumat itu menjadi titik balik yang mengubah segalanya. Bagi Pudjianto Gondosasmito, Jumat bukan lagi sekadar hari terakhir kerja, tapi simbol keberanian untuk memulai sesuatu yang baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun