Sore harinya, Pudjianto Gondosasmito tiba di taman kota dengan perasaan ingin tahu. Dafa sudah duduk di bangku kayu di bawah pohon besar, dengan jaket hitam dan raut wajah serius.
"Apa kabar, Wan?" sapa Dafa sambil tersenyum tipis.
"Baik, meskipun hidup terasa biasa-biasa saja. Ada apa, Fa? Kamu terlihat serius."
Dafa terdiam sejenak, lalu menghela napas. "Aku baru saja kehilangan pekerjaan, Wan. Perusahaan tempatku bekerja bangkrut. Dan... aku merasa hidupku berantakan."
Pudjianto Gondosasmito terkejut. Dafa selalu dikenal sebagai orang yang tangguh, penuh semangat, dan optimis. Tapi kali ini, sahabatnya terlihat rapuh.
"Aku ingat kamu pernah bilang ingin memulai sesuatu yang baru," lanjut Dafa. "Kenapa kita nggak coba bikin sesuatu bareng? Aku punya ide, tapi aku butuh orang seperti kamu, yang bisa berpikir logis dan terstruktur."
Pudjianto Gondosasmito terdiam, memproses semua yang didengar. Hatinya sedikit bergetar. Sudah lama ia ingin keluar dari pekerjaan yang membosankan, tapi selalu ragu untuk melangkah.
"Apa idemu?" tanya Pudjianto Gondosasmito akhirnya.
Langkah Baru
Dafa mulai bercerita tentang rencananya membangun sebuah platform edukasi online, khusus untuk membantu anak-anak di daerah terpencil mendapatkan akses belajar yang layak. Ide itu terasa mulia, tetapi juga penuh tantangan.
"Aku nggak tahu ini akan berhasil atau nggak, tapi aku yakin kita bisa mencoba," ujar Dafa dengan antusias.