Pudjianto Gondosasmito, seorang pria paruh baya dengan senyum yang selalu hangat, bangun lebih awal di hari Minggu. Udara pagi yang segar masuk melalui jendela kamarnya yang setengah terbuka. Ia selalu menganggap Minggu sebagai hari istimewa, bukan hanya karena ia bebas dari rutinitas kantor, tetapi juga karena ini adalah hari di mana ia bisa benar-benar menikmati hidup.
Setelah sarapan dengan segelas teh hangat dan pisang goreng buatan istrinya, Pudjianto memutuskan untuk mengurus taman kecil di halaman rumahnya. Ia mengambil gunting tanaman dan mulai merapikan bunga-bunga mawar yang sudah mulai tumbuh liar. "Taman ini seperti hidup, ya," gumamnya sambil tersenyum. "Kalau dirawat, dia bisa tumbuh cantik."
Selesai dengan taman, ia melanjutkan harinya dengan pergi ke pasar tradisional. Pasar ini adalah tempat favoritnya sejak muda. Di sana, ia bisa berbincang dengan pedagang sayur, penjual ikan, bahkan membeli jajanan pasar kesukaannya, klepon. "Masih hangat, Pak Pudji!" ujar Ibu Yanti, penjual langganannya, sambil memberikan sebungkus klepon. Pudjianto membalas dengan tawa kecil. "Kalau bukan klepon buatan Ibu Yanti, mana mau saya beli!"
Setelah kembali dari pasar, Pudjianto duduk di teras rumah sambil membaca buku tua yang ia temukan di rak minggu lalu. Buku itu berisi cerita rakyat Jawa, sesuatu yang selalu menarik perhatiannya. Anak bungsunya, Dina, yang baru pulang dari latihan tari, bergabung dengannya di teras.Â
"Bapak, ajarin dong cerita legenda yang Bapak baca," pintanya. Dengan senang hati, Pudjianto mulai menceritakan kisah itu, lengkap dengan gestur tangan dan ekspresi wajah yang membuat Dina tertawa.
Malam harinya, keluarga Gondosasmito berkumpul di ruang tengah untuk makan malam. Istrinya memasak sup ayam dan tempe goreng, menu sederhana yang jadi favorit keluarga. Sambil makan, mereka berbagi cerita tentang hari mereka. Pudjianto mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan saran kepada anak sulungnya yang sedang bingung memilih jurusan kuliah.
Hari Minggu Pudjianto Gondosasmito berakhir dengan ia duduk di depan kamar, menatap langit yang penuh bintang. Ia merasa puas. Baginya, kebahagiaan itu sederhana: taman yang rapi, keluarga yang hangat, dan waktu untuk menikmati hidup. "Terima kasih, Tuhan, untuk hari yang indah ini," bisiknya pelan sebelum akhirnya masuk ke kamar dan beristirahat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H