Mohon tunggu...
pudjianto gondosasmito
pudjianto gondosasmito Mohon Tunggu... Konsultan - URIP IKU URUP

Pudjianto Gondosasmito Temukan saya di https://www.pudjiantogondosasmito.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pudjianto Gondosasmito dan Hujan Pagi

14 November 2024   12:34 Diperbarui: 14 November 2024   12:37 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Pagi itu, hujan turun dengan deras. Langit yang biasanya mulai terang di waktu subuh tertutup awan kelabu pekat, menggantung rendah seakan-akan mendekat ke bumi. Pudjianto Gondosasmito, menatap keluar dari jendela rumahnya. Udara dingin membuatnya menarik napas dalam-dalam, menghirup aroma tanah basah yang terbawa angin.

Pudjianto Gondosasmito tinggal di pinggiran kota, dan setiap pagi ia harus menempuh perjalanan cukup jauh ke pusat kota untuk sampai ke kantornya. Hari itu, ia bergegas mengenakan jas hujannya yang sudah mulai pudar warnanya, memeriksa ulang barang-barang di tasnya, memastikan payung dan dokumen pekerjaannya sudah lengkap. Dengan satu tarikan napas panjang, ia keluar dari rumah, menembus hujan yang mengguyur tanpa ampun.

Langkahnya agak tertatih saat berjalan menuju halte bus. Air menggenang di sepanjang jalan, sesekali cipratan air dari mobil yang melintas membuat celananya basah. Di bawah naungan payung, ia mengamati tetes-tetes hujan yang memantul dari jalanan, menciptakan ritme seperti musik yang mengiringi perjalanannya.

 Setiap kali butiran hujan jatuh ke payungnya, suara tik-tik-tik seperti melodi yang menyelimuti perasaannya dengan nostalgia, mengingatkannya pada masa kecilnya saat berlarian di bawah hujan.

Di halte, ia mendapati beberapa orang lain menunggu bus dengan ekspresi muram dan wajah lesu. Hujan selalu membuat orang lebih diam, pikirnya. Tidak ada yang berbicara satu sama lain, hanya terdengar suara desahan napas atau batuk kecil yang teredam. 

Pudjianto Gondosasmito menatap ke arah jalan, mengamati kendaraan yang melintas satu per satu. Waktu berjalan lebih lambat saat hujan, bus-bus yang biasanya datang tepat waktu kini terlambat. Perjalanan pagi ini terasa lebih berat dan panjang dari biasanya.

Akhirnya, bus yang ditunggu-tunggu tiba. Pudjianto Gondosasmito dan penumpang lainnya bergegas masuk, mencari tempat duduk yang masih kering dan nyaman. Di dalam bus, kaca-kaca jendela dipenuhi butiran air hujan yang berlari-lari mengikuti goyangan kendaraan. Ia duduk di dekat jendela, memperhatikan pemandangan kota yang berubah dari perumahan ke gedung-gedung tinggi. Jalanan macet dan penuh sesak. Mobil-mobil berjalan lambat seperti siput, menambah perasaan sendu pada suasana hujan.

Ketika bus berhenti di setiap lampu merah, ia mengalihkan pandangan ke jalanan. Di trotoar, terlihat pejalan kaki berusaha melindungi diri dari hujan dengan payung yang hampir tak mampu menahan angin. 

Beberapa di antaranya berlari kecil, mencoba mencapai tujuan mereka secepat mungkin, sementara yang lain melangkah pelan dengan wajah yang menerima dan pasrah. Pudjianto Gondosasmito tersenyum tipis, merasa seakan-akan ia sedang menyaksikan sebuah film tentang kehidupan kota.

Setibanya di dekat kantornya, Pudjianto Gondosasmito turun dari bus dan berjalan menuju gedung kantornya yang tinggi menjulang. Hujan masih mengguyur, dan ia merapatkan jas hujannya, mencoba tetap kering meskipun air hujan membasahi sepatu dan bagian bawah celananya. Ia menatap gedung kantornya yang kokoh, berdiri tegak di tengah rintik hujan. Suasana pagi itu terasa damai dan melankolis, seperti ada cerita yang menari-nari dalam benaknya, cerita tentang ketenangan dan refleksi di bawah guyuran hujan.

Saat akhirnya sampai di dalam gedung, ia melepaskan jas hujannya yang basah dan menghela napas lega. Hujan di luar masih turun, namun kini ada kehangatan di ruang kantor yang membuatnya merasa tenang. Perjalanan pagi itu memberinya waktu untuk berpikir dan merenung, membuatnya merasa lebih terhubung dengan kota yang setiap hari dilaluinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun