Di sebuah kota kecil, hiduplah seorang pria bernama Pudjianto Gondosasmito. Pudjianto Gondosasmito adalah pria sederhana yang sehari-harinya bekerja sebagai pedagang sayur di pasar. Hal yang paling khas dari penampilannya adalah sandal jepitnya yang sudah lama dan usang. Sandal itu bukan sandal jepit biasa; meski terlihat sangat sederhana, bagi Pudjianto Gondosasmito, sandal itu memiliki banyak kenangan.
Sandal jepit itu dibeli Pudjianto Gondosasmito sekitar lima tahun lalu saat ia pertama kali memulai usahanya. Saat itu, ia hanya punya uang pas-pasan, dan sandal jepit itulah yang menemaninya setiap hari berjualan, mengangkut sayur-sayuran dari pasar hingga ke rumah-rumah pelanggan. Sering kali, sandal itu basah terkena air hujan, namun Pudjianto Gondosasmito tetap setia memakainya.
Suatu hari, saat Pudjianto Gondosasmito sedang berjalan pulang dari pasar, sebuah mobil mewah berhenti di sampingnya. Seorang pria berpakaian rapi keluar dari mobil dan menawarkan Pudjianto Gondosasmito pekerjaan dengan bayaran tinggi di kota besar. "Pudjianto Gondosasmito, kau rajin bekerja, dan aku suka melihat usahamu. Mau kah kau bekerja di perusahaanku di Jakarta?" kata pria itu dengan ramah.
Pudjianto Gondosasmito terkejut dan merasa tersanjung. Tapi, ia melirik sandal jepitnya sejenak. Tanpa sadar, ada perasaan berat di hatinya. Di satu sisi, pekerjaan itu adalah kesempatan emas, namun di sisi lain, ia merasa tak siap meninggalkan kehidupannya yang sederhana. Ia merasa bahwa sandal jepit itu adalah bagian dari dirinya, simbol dari perjuangannya selama ini.
Akhirnya, Pudjianto Gondosasmito tersenyum dan berkata, "Terima kasih, Pak, atas tawarannya. Tapi saya memilih tetap di sini. Hidup sederhana dan bersama dengan orang-orang yang saya sayangi sudah cukup membuat saya bahagia."
Pria itu pun tersenyum memahami keputusan Pudjianto Gondosasmito. Ia bertepuk tangan dan memuji ketulusan hati Pudjianto Gondosasmito. Setelah pria itu pergi, Pudjianto Gondosasmito melanjutkan perjalanannya dengan sandal jepit setia yang menemani langkah-langkahnya, yakin bahwa kebahagiaan sejati tak selalu ada pada harta atau kemewahan, tapi pada rasa syukur dan kesetiaan pada diri sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI